Ikut Pameran di Boston, Ini Hasil Laut Indonesia yang Diminati di Amerika

Industri perikanan Indonesia turut ambil bagian dalam Seafood Expo North America (SENA) di Boston, Amerika Serikat, pada 19-21 Maret 2017 lalu. Hal ini sebagai salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam memperkuat ekspor produk perikanan secara global terutama ke Amerika Serikat.

Sebanyak 16 perusahaan eksportir seafood Indonesia menempati booth #3133 dalam pameran terbesar di Amerika Utara itu. Sebagai informasi, AS merupakan tujuan ekspor terbesar produk perikanan Indonesia dengan nilai USD1,6 miliar tahun 2016 dengan udang sebagai produk ekspor utamanya.

Pada acara yang diikuti 500 industri perikanan dan 20.000 buyers dari berbagai negara itu, tercatat nilai potensi transaksi bisnis yang besar, mencapai USD 58 juta. Produk utama yang diminati buyers antara lain udang, tuna, mahi-mahi, kerapu, cumi-cumi, gurita, kakap merah, oilfish, swordfish, wahoo, crab, kingfish, dan value added products.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Nilanto Perbowo sebagai Ketua Delegasi RI (Delri) bersama Konjen RI New York, Direktorat Amerika I Kemenlu, Wakil Direktorat  Pemasaran KKP, Atase Perdagangan dan Atase Pertanian KBRI Washington DC, dan KJRI New York telah melakukan beberapa pertemuan, di antaranya dengan John Herderschedt, Director Office of International and Seafood Inspection dan NOAA US Department of Commerce. Dalam pertemuan tersebut dibahas kebijakan Seafood Import Monitoring Program (SIMP) AS. 

Nilanto Perbowo mengatakan, pemberantasan IUU fishing tidak dapat dilakukan dengan menerapkan hambatan perdagangan produk perikanan. Ia juga menyampaikan, tantangan penerapan SIMP di Indonesia yaitu mekanisme reporting khususnya untuk nelayan skala kecil yang berjumlah 90% dari total nelayan di Indonesia. 

Wakil NOAA menyatakan, mekanisme reporting produk perikanan yang ditangkap nelayan skala kecil, dilakukan secara keseluruhan (aggregated harvest report at each landing point) dalam satu hari, agar tidak memberatkan nelayan skala kecil. NOAA mengkategorikan nelayan skala kecil dengan kapal kurang dari 12 meter atau 20 GT. Ia juga meminta seluruh pihak terkait di Indonesia mempersiapkan pemberlakuan kebijakan SIMP pada 1 Januari 2018 mendatang.

Untuk itu, NOAA akan memberikan pelatihan atau capacity building mengenai SIMP kepada KKP, industri perikanan, serta kelompok nelayan di Jakarta pada tanggal 6 – 10 April 2017.

Adapun pertemuan wakil Indonesia dengan President of National Fisheries Institute (NFI), John Connely menghasilkan hal yang berbeda. Ketua asosiasi industri perikanan terbesar di AS tersebut menyampaikan bahwa proses penyusunan SIMP dinilai belum sesuai prosedur dan terburu-buru di akhir Pemerintahan Obama. Pemerintah AS sendiri telah memiliki berbagai peraturan yang dapat mencegah masuknya illegal fishing ke AS, namun hingga saat ini, NFI masih belum mendukung perberlakuan SIMP. 

NFI memandang SIMP akan mempengaruhi industri perikanan AS karena dapat menghambat impor produk perikanan yang justru akan merugikan konsumen dengan naiknya harga produk perikanan di AS.

Pada kesempatan pertemuan dengan Brandie Sasser, Senior Advisor to the Director in the Office of Child Labor, Forced Labor, and Human Trafficking, U.S. Department of Labor (DoL), Nilanto menyampaikan perhatiannya tentang sekitar 200 ribu tenaga kerja Indonesia yang bekerja di kapal berbendera asing. Menurutnya, dalam beberapa tahun terakhir banyak korban jatuh bukan karena kecelakaan atau sakit, tetapi diduga karena perbudakan. Untuk itu, ia meminta perhatian khusus dari US Department of Labor.  

Nilanto menyampaikan apresiasi kepada DoL yang telah menyediakan paragraf yang memuat upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam penanganan child labor dan forced labor. Menurutnya,  pemerintah Indonesia akan terus bekerja sama dengan DoL untuk melakukan update terhadap upaya-upaya yang dilakukan pemerintah terhadap isu-isu labor. 

Perwakilan Indonesia juga melakukan kunjungan ke Kota Gloucester, penghasil perikanan terbesar di negara bagian Massachusetts AS dan diterima langsung oleh Walikota Gloucester. Kunjungan ini guna menjajaki kemungkinan kerja sama antara kota-kita penghasil perikanan di Indonesia dengan Kota Gloucester melalui Sister City.

Para perwakilan Indonesia juga melakukan kunjungan lain di antaranya ke perusahaan pengolahan ikan Cape Anne Seafood Exchange (CASE), Intershell, dan Pelabuhan Perikanan New Bedford yang merupakan penghasil Sea Scallops terbesar di Massachusetts. (*)