Jeblok dalam Penerimaan Pajak, Menteri Susi Perlu Dievaluasi?

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati baru - baru ini hadir disebuah acara yang digelar oleh KKP sendiri pada menyentil Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti soal kontribusi sektor perikanan ke penerimaan pajak masih sangat rendah.

Kondisi ini bertolakbelakang dengan peran sektor perikanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Kontribusi penerimaan pajak dari sektor perikanan terhadap ekonomi hampir 0,01 persen. Itu masih persen, kalau angka benarnya berarti 0,0001. Indonesia memiliki garis pantai terpanjang nomor dua di Indonesia. Negara ini disebut sebagai negara kepulauan, di mana wilayah laut Indonesia lebih luas dibanding daratan sehingga seharusnya mempunyai potensi besar terhadap penerimaan pajak.

Tapi melihat kontribusi yang hampir 0,01 persen, sebetulnya kita wajib tersinggung karena Indonesia selalu memperkenalkan we are an archipelago country. Itu berarti ada something really wrong, karena lima tahun kontribusinya flat.

KKP dibawah Susi Pudjiastuti saja kontribusi di 2014 sebesar 0,02 persen, tapi drop lagi di 2016. Setoran pajak dari sektor perikanan kurang dari Rp. 1 Triliun, tepatnya Rp 986,1 miliar pada 2016. Padahal kontribusi sektor perikanan terhadap ekonomi atau PDB Indonesia mencapai 15 persen di 2011.

Bayangkan laut terpanjang nomor dua di dunia. Tetapi sumbangan terhadap negara sangat sedikit hanya berkisar 986 Miliar sementara APBN Rp 2.080 triliun belanja, penerimaan Rp 1.750 triliun, jadi kalau sektor perikanan memberi Rp 986 miliar.

Selama ini Susi Pudjiastuti melalui kementerian yang di pimpinnnya mengeluarkan kebijakan yang sangat sembrono. Di sisi lain berharap nelayan dan sektor perikanan tangkap harus memberi pajak dan devisa terhadap negara lebih besar.

Tetapi, justru dengan adanya potensi perikanan tangkap itu di Indonesia sangat besar seharusnya Susi Pudjiastuti lebih meningkatkan kinerjanya. Akan tetapi faktanya, kontribusi sektor perikanan tangkap masih jauh lebih rendah dibanding potensi tersebut. Ini disebabkan oleh Susi Pudjiastuti yang melarang alat tangkap Cantrang dan lainnya. Membatasi Gross Ton kapal, adanya program relokasi nelayan yang tidak sesuai wilayah dan tempat nelayan menangkap ikan.

Seharusnya Susi Pudjiastuti bisa memberikan pertimbangan lain terhadap perikanan tangkap sehingga bisa mencerminkan besarnya laut Indonesia dan kontribusi ekonomi ke penerimaan negara, selain kesejahteraan dari pelaku bisnis. Tapi kontribusi perikanan tangkap masih jauh dari yang wajar apabila melihat pantai kita terpanjang nomor 2 di dunia.

Penyebab lain dari melemahnya perikanan tangkap dan ambruknya pajak maupun devisa negara adalah ketika Susi Pudjiastuti memaksa kebijakannya menggunakan konsep relokasi nelayan eks Cantrang ke Laut Arafura dan Natuna.

Ini merupakan modus baru kejahatan laut dan perikanan. Bagaimana tidak? Di program relokasi yang mereka anggap bersih dan berhasil ini ada terjadi bancakan anggaran negara. Untuk menilai berhasil atau tidaknya program relokasi ini. Pertama; tidak ada kapal eks Cantrang yang mau menangkap ikan di wilayah laut Arafura dan Natuna.

Kedua; KKP memberi ruang dan waktu kepada kapal-kapal yang telah di siapkan oleh KKP sendiri untuk mengurus ijin sendiri dan KKP memberikan ijin dengan syarat kapal - kapal itu mau mendistribusi ikannya ke PT. PERINDO dan PT. PERINUS. Kapal yang disiapkan itu adalah kapal yang diadakan atau di beli sendiri oleh KKP.

Apalagi KKP sendiri kali ini rupanya mau merampok nelayan dan para UMKM perikanan. Pasalnya, setelah kinerja menteri Susi Pudjiastuti anjlok dan gagal membawa perikanan lebih baik. Maka satu-satunya cara merampok nelayan melalui berbagai model pajak yang akan diterapkannya.

Sinergi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), termasuk Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak guna meningkatkan penerimaan pajak di sektor perikanan. Khususnya dari kontribusi para pemilik kapal tangkap yang menurut KKP banyak di mark down. Maka ini cara baru KKP merampas pundi-pundi dari laut dan perikanan. Padahal KKP di bawah Susi Pudjiastuti sudah gagal dalam berbagai hal, bahkan berdampak gagal pada ekonomi negara.

Ketika Susi Pudjiastuti gagal dalam memimpin KKP, dan justru terjadinya perampokan terhadap nelayan dan usaha perikanan dengan dalih pajak dan ijin operasional kapal. Maka Susi Pudjiastuti sudah layak di evaluasi kinerjanya karena memang ambruknya ekonomi dan menurunnya serapan devisa negara di sektor kelautan dan perikanan.[]

Penulis: Rusdianto Samawa,
Divisi Buruh Tani Nelayan Majelis Pemberdayaan Masyarakat (Burutanel - MPM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PPM)