Penjajahan di Sektor Kelautan dan Perikanan Dimulai?

Pesan Tan Malaka kepada rakyat Indonesia adalah "revolusi Indonesia, bukanlah Revolusi Nasional semata-mata, seperti diciptakan beberapa gelintir orang Indonesia, yang maksudnya cuma membela atau merebut kursi buat dirinya saja, dan bersiap sedia menyerahkan semua sumber pencaharian yang terpenting kepada bangsa asing, baik musuh atau sahabat."

Revitalisasi Perindo dan Perinus bagi dunia perikanan ternyata menjadi momok menakutkan. Mengapa? Karena di BUMN itu lahir tengkulak kutil rampok dunia perikanan Indonesia.

Perikanan Indonesia di bawah Susi Pudjiastuti sebagai KKP sumbang pajak dan devisa pada negara sangat kecil hanya 0,01% padahal laut 2/3 lebih luas dari daratan.

Hal ini perlu pikir bersama, apa benar dan mengapa hal ini terjadi?.
Ada beberapa faktor perlu yakni, PHP (Pungutan Hasil Perikanan) tidak termasuk kategori pajak karena masuk dalam PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak), hal ini disebabkan oleh berbagai kebijakan Susi Pudjiastuti dan siatem pengelolaan perikanan oleh KKP dinyatakan buruk.

Bagaimana kalau kita rubah menjadi Pajak, yakni dengan cara Pungutan tersebut dihitung dari hasil tangkapan dan ditimbangan pada saat mendaratkan di TPI, seperti batubara dipungut dari hasil pengambil.

Pertanyaan apakah KKP sudah siap untuk TPI di seluruh Indonesia?. Kalau KKP siap, maka tidak perlu hitung PHP pakai rumus yang aneh-aneh dan melibatkan berbagai Kementerian dan saling curiga dalam ukuran Gross Ton kapal, sehingga saling curiga antar Kementerian dan pelaku usaha dibilang mengecilkan ukuran dan dicap pelaku usaha dan dibilang pembohong. Padahal yang berhak menentukan ukuran kapal adalah pihak pemerintah.

Bahkan Kementerian 
Perdagangan diminta jangan merubah harga patokan ikan agar PHP tidak naik terlampau tinggi. Apabila kita pakai Sistem Pungutan Hasil Perikanan diambil dari hasil tangkapan, dibongkar di TPI, jadi tahu jumlah ikan yang ditangkap kemudian dipungut pajaknya.

Dengan demikian, pajak di bidang perikanan pasti naik dan tidak ada pembohongan (dusta) diantara pedagang, nelayan dan pemerintah.

KKP sendiri seharusnya cukup mengatur jalur penangkapan ikan yang berlaku selama ini. KKP tidak perlu membatasi Gross Ton kapal, sehingga pelaku usaha membuat kapal tidak merasa terbebani. Tentu kapal tetap harus masuk di pangkalan NRI dan dipantau terus dengan VMS.

Polemik soal PHP sudah mencuat semenjak mulai diberlakukan. Terus terang nelayan juga tidak mudeng sama sekali karena dikategorikan PNBP. Bagi nelayan wong cilik tetap saja terbodohi dan menyerahka. Upeti pada pemerintah.

Menurut Wayan Sudja (2017) bahwa penghapusan PNBP perijinan di Perikanan Tangkap sangat menarik. Karena pajak yang dinamai PNBP yang jumlahnya besar dan dipungut dimuka dari UMKM adalah tindak diskriminasi pemerintah yang sangat tidak adil pada rakyat kecil di desa-desa pesisir yang skala usahanya UMKM.

Korporasi besar yang berusaha di pertambangan MIGAS dan MINERBA tidak pernah dipungut PNBP besar dimuka umum. Selalu dipungut saat ekspor. Tetapi tidak dengan usaha perikanan maupun nelayan, pemerintah memungut pajak liar itu sesuka hatinya. Ketidakadilan ini harus dihentikan karena sangat menyusahkan warga desa-desa pesisir dan model pajak umum liar seperti itu sangat diskriminasi.

*Tengkulak China 9 Naga Masuk Perindo dan Perinus, Penjajahan di Mulai?.*

Kejayaan perikanan Indonesia tidak mungkin bangkit lagi karena telah berubah paradigma. Dahulunya perikanan diberi peran pada pelaku usaha tapi sekarang Negara melalui KKP telah ambil alih seluruhnya dibawah bendera PT. PERINDO dan PT. PERINUS mereka berlindung dibawah kekuasaan Susi Pudjiastuti dan Permen permen yang membunuh pelaku usaha itu.

Sementara Susi Pudjiastuti berlindung dibawah naga 9 yang sudah mulai menjajah nelayan melalui program transmigrasi nelayan ke laut arapura dan wilayah lainnya.

India dan China bisa ekspor segala macam produk ke RI termasuk tenaga kerjanya. Bangsa kita harus berbuat apa penonton/pemain. Laut yang begitu luasnya buat siapa dan untuk apa?.

Maka oleh karena itu kita dukung program plasma inti selama itu mengembalikan nelayan pada laut yang sama dan sesuai wilayah mereka. Agar pengusaha membantu rakyat sehingga jadi sejahtera.

Bukti nyata Pemerintah gak bisa jalan sendiri dengan aturan-aturannya. Kalau industri mandeg ya macet program pemerintah. Coba dibaca dengan teliti. Perindo mau jadi broker antara nelayan sama pengusaha dan boat operator ikan hidup. Ambil margin dari Nelayan pembudi daya?.

Sebelumnya Abilindo bertahun berjuang bawa kapal yang mau dan bisa masuk dan ambil ikan langsung ke KJA. Agar pembudi daya bisa dapat harga lebih baik. Ini malah suru balik mundur.

Memperkecil jarak si kaya n si miskin dengan harus jual ke perindo?. seharusnya yang dilakukan pemerintah adalab buka akses pasar, akses komuniikasi, dekatkan pembudi daya denga. pasar agar si miskin bisa mendapat lebih.

Seharusnya pemerintah buka usaha sendiri di budi daya saja atau usaha perikanan tangkap biar mengerti gimana repotnya bikin usaha untuk membuka lapangan pekerjaan untuk orang banyak.

KKP menjadi broker melalui PT. PERINDO dan PT. PERINUS dengan program plasma inti sehingga menurut mereka harus didorong, disupport untuk di galakkan.

Akan tetapi, janggalnya ketika KKP berusaha mematikan nelayan dengan berbagai jenis kapalnya. Sementara di sisi lain KKP sendiri berusaha membangkitkan PT. PERINDO dan PT. PERINUS sebagai pusat distribusi ikan yang diambil dari nelayan yang telah ditentukan mereka.

Namun, sangat naif ketika Susi Pudjiastuti justru mematikan program plasma inti dari kepemilikan kapal Mitramas selama 20th sudah membantu ratusan nelayan sebagai pengusaha, tentu pemilik kapal harus bayar hutang sampe lunas. Bahkan konon, naga 9 telah mengatur seluruh manajemen PT. Perindo dan PT. Perinus melalui berbagai macam kebijakan KKP yang intinya mematikan nelayan nasional Indonesia.

Mendukung industri-industri yang berdampak / punya multiplier effect yang luas serta membangun ekonomi daerah.

Dengan berbagai permen 71 tahun 2016 dan permen-permen lain yang sangat bermasalah dan mematikan rakyat kecil sehingga terjadi kesenjangan antar rakyat, terutama nelayan semakin jauh dari lautnya.

Rakyat kecil sebagai pengeksplore sumber daya dan pengusaha adalah selaku pengepul, pengolah dan penampung SDM (tidak memandang lulusan bahkan berpendidikan SD pun juga diterima bekerja). Sehingga dapat mensejahterkan rakyat dan keluargnya termasuk pendidikan anak-anak mereka sesuai dengan UUD 1945 dengan tujuan untuk mensejahterakan rakyat Republik Indonesia.

Banyak aturan-aturan atau permen-permen baru yang tidak pro rakyat. Padahal PT. PERINDO dan PT. PERINUS sebagai NUMN yang bergerak di sektor industri perikanan yang padat modal dan padat tenaga kerja harus jadi perhatian, berikan kemudahan usaha, kepastian usaha dan kenyamanan berusaha kepada nelayan. PT. Perindo dan PT. Perinus tidak berfungsi sebagai tengkulak.

Pemerintah harus beri kemudahan berusaha pada warga desa desa pesisir, yakni nelayan dan pembudidaya ikan, yang usahanya umumnya masuk kategori UMKM.[]

Oleh: Rusdianto Samawa
Divisi Advokasi Buruh Tani Nelayan Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PPM)*