Menyingkap Modus 'Gagal Tender' Pengadaan Kapal Tangkap di KKP. Apa Dikorup? (1)

"Teman-teman dan sahabat nelayan saya hormati, saya katakan Susi Pudjiastuti gagal, sekali lagi gagal, kita ulang sekali lagi Susi gagal pengadaan kapal".

Demikian kata provokatif itu muncul dari suara Himpunan Nelayan Berdaulat Indonesia (HINBI) dan Front Nelayan Indonesia (FNI) dalam sebuah diskusi bertajuk "Kembali Ke Laut: Nelayan Berdaulat" dilaksanakan oleh HINBI bertempat di sekitar Senopati Jakarta Selatan kemarin dari siang hingga sore hari.

Dari kata provokatif di atas, pertanda ada masalah terjadi. Saya bertanya-tanya, masalah apa kok bisa muncul kalimat itu? Langsung saja saya bisikkan kawan yang ada ke samping. 

"Ada apa di KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan)?", tanya saya. 

Dia menjawab: "Gagalnya tender pengadaan kapal, gagalnya program relokasi kapal nelayan ke Arafura?, dan modus pembatasan kapal nelayan".

Maka dalam tulisan ini ada 3 hal itu yang akan kita coba singkap tabirnya, terkait tender dan program relokasi maupun program lain yang tidak sukses di KKP. Terutama pemberantasan illegal fishing yang perlu mendapat penjelasan.

Bermula pada TA. 2014 – 2015 dan TA. 2015 - 2016, KKP bersama DPR membahas anggaran program pengadaan 4000 kapal penangkap ikan untuk nelayan. Program ini sebagai bentuk sumbangan bagi pemerintah pasca ditetapkannya program moratorium.

Hal itu dilakukan karena dianggap maraknya Illegal Fishing yang membabat habis ikan di perairan laut Indonesia. Untuk mencapai target KKP menyusun perencanaan program pengadaan kapal. Perencanaan itu bertujuan untuk merevitalisasi sektor perikanan tangkap ikan yang selama ini dianggap tak pernah menghasilkan apa-apa.

Tentu sebagai pemerintah yang memiliki ekspektasi perbaikan bagi kehidupan dan kesejahteraan nelayan. Maka pemerintah melalui KKP berinisiatif menawar-kan program pengadaan kapal nelayan itu sendiri. 

Agar nelayan dan potensi perikanan tangkap tetap berkelanjutan, maka KKP segera membuka lelang pengadaan kapal nelayan, sebagaimana ditetapkan dalam rencana anggaran tahun 2015 – 2016 dan periode anggaran 2016 – 2017. Hal ini telah di putuskan oleh pemerintah, KKP maupun DPR dalam mata anggaran pengadaan bantuan kapal bagi nelayan.

Dengan memastikan pengadaan kapal itu transparan, maka KKP melalui Dirjend Tangkap melakukan tender sesuai dengan budget yang telah di tetapkan oleh DPR bersama pemerintah. KKP telah lakukan tender, tetapi gagal karena faktor X dan tidak mengerti alasannya apa.

Menurut Zulfhicar Mochtar (17/11/2016) eks Dirjend Tangkap KKP RI bahwa Pemerintah akan memperbaiki sistem lelang pengadaan kapal penangkapan ikan pada 2017 mengingat realisasi tahun ini berjalan lamban. Kementerian Kelautan dan Perikanan akan menyalurkan bantuan 2.080 kapal tahun 2017. Tender tahun 2016 ini tidak berjalan sesuai harapan. Program itu terbentur beberapa kendala, seperti pemotongan anggaran yang berimbas pada pemangkasan jumlah kapal bantuan, lelang yang terlalu mepet, jumlah peserta yang memenuhi kualifikasi sedikit, dan keterbatasan modal galangan kapal.

Walaupun kegagalan itu terjadi, KKP tetap lakukan tender melalui e-katalog karena dianggap transparan dan memungkinkan galangan kapal manapun ikut serta. Sistem pembayaran setelah kapal selesai dibangun dan sesuai spesifikasi pun tetap akan diterapkan demi mengamankan dana APBN.

Namun kenapa gagal tender? Dan mengapa ada pengalihan maupun pemotongan anggaran bantuan kapal yang kemudian dialihkan ke program lainnya di KKP?

Justru adanya pengalihan mata anggaran yang disetujui itu harus dijelaskan kepada stakeholders nelayan dan rakyat. Karena akibat moratorium yang kemudian ingin ditangani dengan system relokasi nelayan beserta kapalnya, maka tender pengadaan kapal dipercepat. Akan tetapi, sekali lagi gagal total pengadaan kapal ini tahun 2016.

Seharusnya, pemerintah berkaca pada program bantuan 1.000 kapal Inka Mina periode 2010-2014 senilai Rp 1,5 triliun yang menuai sejumlah masalah, seperti salah peruntukan, spesifikasi kapal tidak memadai, dan kesulitan operasional.

Janji KKP waktu itu, melalui Zulficar Mochtar semasa menjadi Dirjend Tangkap adalah proses tender tahun dimulai Januari atau Februari tahun 2017. Namun, belum juga ada tender yang dilakukan oleh KKP RI. Padahal kapal fiber yang rencana di bangun itu harus ditempuh dalam tiga bulan. Apalagi KKP sendiri sangat tidak elok, apabila pemenang-pemenang lelang tahun-tahun sebelumnya, tidak meski melalui tender e-katalog lagi untuk menggarap proyek selanjutnya. Ini tentu merupakan kesalahan system dalam tender dan melanggara Undang-undang. Apalagi anggaran pengadaan kapal tersebut menggunakan uang negara (APBN). Tentu harus mematuhi undang-undang yang ada.

Ketidakjelasan tentang tender tersebut membuat nelayan bereaksi karena menganggap KKP hanya janji belaka. Sampai sekarang belum ada realisasi tambahan kapal bantuan. Sementara nelayan kalau melaut ditangkap dan dilarang alat tangkapnya.

Beberapa pendapat nelayan, seperti menurut Antonio nahkoda kapal Cantrang di Pulau Jawa:  "Mekanisme pengadaan kapal di KKP RI sebagai kebijakan tahun 2017 tidak efektif, karena masih membuat system baru. Ini informasi saya dapat dari teman-teman juga. Ya, tentu kami menunggu KKP sangat lama, sementara kami butuh makan dan pendapatan ekonomi kita harus ngepul setiap hari. Kalau tidak begitu ya kita dan keluarga kelaparan pak," ungkapnya‎.

Yang lebih rumit lagi untuk di pahami, dari mana anggaran KKP pengadaan kapal sebanyak 1.719 kapal tahun ini dan di klaim 90% telah dibeli. Yang kemudian diserahkan kepada koperasi nelayan, terhitung bantuan 2016 diserahkan pada April bulan ini.

Pesanan KKP tahun 2015 telah di proses oleh PT. PAL Indonesia setelah tandatangani kerja sama untuk pengadaan ribuan kapal bagi nelayan pada november 2015. Sedangkan pada tahun 2016, jumlah pesanan KKP sebanyak 3.500 kapal dengan nilai Rp 2,7 triliun. Tentu PT PAL mitra kerjasama sebagai BUMN menyiapkan berbagai proses yang selama ini di setujui.

Sebanyak 3.500 kapal ikan itu didesain berbahan dasar fiberglass. Jenisnya beragam dengan rentang kapal berukuran 3 GT (gross tonnage atau tonase kotor) hingga 5 GT. Paling banyak ukuran 3 GT dan 5 GT karena kapal ikan tangkap yang kecil-kecil,

Sebelumnya, KKP umumkan pengadaan kapal disiapkan anggaran sebesar Rp. 4 triliun. Dalam rilis di laman www.kkp.go.id, anggaran ini berasal dari alokasi pagu anggaran Kementerian pada 2016, yang mencapai Rp. 13 triliun. Anggaran itu akan terus digelontorkan dalam 4 tahun ke depan jika program berjalan baik.

Beberapa keterangan tender kapal yang sudah selesai tahun 2016 adalah kode lelang; 4636218, Nama Lelang (Itemized); Keterangan; E-Lelang Itemized Pembuatan Kapal Perikanan 5 GT, Anggaran APBN tahun 2016 dengan nilai pagu paket Rp 435.190.000.00 0,00 dan jumlahnya sebanyak 1.020 kapal. Begitu juga dengan tender lelang yang lain selama tahun 2016, nomor lelang; 4634218 dengan nilai pagu paket sesuai anggaran APBN sebesar Rp 863.040.000.000,00 dengan Keterangan; E-Lelang Itemized Pembuatan Kapal Perikanan 20 GT dan sebanyak sebanyak 210 unit kapal. Sementara kapal yang berukuran 10 GT diadakan juga tender tahun 2016 dengan besar anggaran Rp 435.190.000.000,00 dan sebanyak 720 unit kapal. Kode Lelang; 4617218, Pengadaan Kapal Perikanan 3 GT, Lelang sudah selesai oleh Instansi Kementerian Kelautan Dan Perikanan. Anggaran tahun 2016 – APBN sebesar Rp 291.190.000.000,00 sebanyak 1.365 kapal. Kode Lelang 4613218, E-Lelang Itemized Pembuatan Kapal Perikanan 30 GT, Lelang sudah selesai, Instansi Kementerian Kelautan Dan Perikanan, Anggaran tahun 2016 – APBN senilai Rp 49.381.325.63 7,00 sebanyak 30 unit kapal.

Tahap Lelang saat Ini sudah selesai, Satuan Kerja; Direktorat kapal Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan Ditjen Perikanan Tangkap, Kategori; Pekerjaan Konstruksi, Metode Pengadaan; e-Lelang Umum, Metode Kualifikasi; Pasca kualifikasi, Metode Dokumen; Satu File, Metode Evaluasi; Sistem Gugur, nilai HPS paket Rp 0,00. Jenis kontrak dan cara pembayaran bersifat Lump Sum, dengan pembebanan tahun anggaran yakni tahun tunggal sebagai sumber dana. Pengadaan bersifat tunggal.

Kualifikasi usaha termasuk perusahaan kecil dan nonkecil. Syarat Kualifikasi peserta tender adalah 1). Telah melunasi kewajiban pajak tahun terakhir (SPT/PPh); 2). Telah melunasi kewajiban pajak tahun terakhir (SPT Tahun 2014 atau 2015; 3). Memiliki workshop/galangan dan fasilitas pendukung yang sesuai dengan persyaratan teknis pembangunan kapal fiber dengan melampirkan bukti surat keterangan domisili; 4). Memiliki pengalaman pekerjaan dan/atau bagian pembangunan kapal yang diutamakan berbahan fiberglaas; 5). Memiliki dukungan bank sebesar 10% dari HPS per item kapal; 6). Perusaha-an dan manajemennya tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak bangkrut dan tidak sedang dihentikan kegiatan usahanya; 7). Tidak diizinkan untuk melakukan konsorsium.

Semua bersumber dari APBN. Apabila tender ini yang dimaksud gagal selama 3 kali, maka pertanyaanya, kemanakah pagu anggaran yang telah ditetapkan itu?Dipakai untuk apa saja?

Apalagi sesuai keterangan beberapa dirjend yang ada bahwa anggaran telah dipotong dan alih fungsikan ke program lainnya. Jawabannya adalah menunggu transparansi, akuntabilitas, penyelidikan dan investigasi pihak-pihak yang patut bertanggung-jawab atas persoalan tersebut.

Ini penting, untuk dibuka dan di jelaskan kepada rakyat dan nelayan karena mengingat itu uang rakyat yang dikelola oleh Negara. Bukan untuk bisnis semata.

Yang lebih-lebih tambah bingung, ketika PT. PAL Indonesia melakukan pendampingan kepada nelayan dalam penentuan standard operation procedure (SOP) mengenai operasional kapal. Padahal ini merupakan tugas manajemen KKP bersama dengan nelayan di masing-masing pos. PT. PAL Indonesia, memang punya satgas, relawan, petugas, dan lainnya untuk lakukan sosialisasi? Kepada nelayan siapa ? kapan dilakukan ? Ini adalah misteri yang belum terjawab sama sekali. Termasuk pemberian kapal oleh KKP kepada nelayan yang membutuhkan waktu lama.

Harusnya KKP belajar dari kegagalan INKA MINA dalam MoU nya sebanyak 1000 kapal dengan ukuran 30 GT. Tetapi, kurun waktu tahun 2010 – 2014 hanya terrealisasi sekitar 800 kapal. Ini adalah fakta kegagalan KKP dan 200 kapal sisa yang tidak terbangun itu kemana arahnya ? Apakah dana tersisa itu dikembalikan kepada APBN ataukah malah di korup? (Bersambung)

Rusdianto Samawa
Divisi Advokasi Buruh & Nelayan, MPM PP Muhammadiyah



Foto: KKP