Raja Swedia Beri Penghargaan untuk Shinta

Pemerintah Swedia memberikan penghargaan kepada CEO Sintesa Group, Shinta Widjaja Kamdani, berupa Commander of The Polar Star. Penghargaan ini disematkan langsung oleh Tuan Baginda Raja Carl XVI Gustaf dari Swedia, pada Selasa, 23 Mei 2017. 

Penghargaan ini merupakan bentuk apresiasi dari Raja Swedia, karena keberhasilan Shinta dalam membangun dan memperkuat kerjasama berkelanjutan dengan pemerintah dan pengusaha dari kedua negara Indonesia-Swedia.
"Selama ini saya lakukan peran sebagai penghubung kerjasama antar kedua negara, yaitu Indonesia-Swedia, karena saya melihat banyak sekali yang bisa kita ambil dengan mempererat hubungan dengan mereka. Selain itu, ini merupakan salah satu amanah yang saya emban di KADIN Indonesia. Penghargaan Commander of The Polar Star ini, menjadi sebuah kehormatan dan pengakuan bagi saya, yang artinya, program Link & Match harus terus saya lakukan, baik dengan pemerintah dan pengusaha Swedia, maupun dengan pemerintah dan pengusaha dari negara lain" jelas Shinta.
Kedatangan Raja Swedia beserta Ratu Silvia ke Indonesia, dengan membawa sebanyak 35 pimpinan perusahaan asal Swedia, yang berminat berinvestasi di Indonesia. Melalui Forum Eksekutif Indonesia-Swedia yang juga diadakan pada hari yang sama, ada empat sektor khusus yang menjadi perhatian pelaku bisnis kedua negara, yaitu : sektor digital, infrastruktur, kesehatan dan pengembangan ketrampilan generasi muda.
Shinta menjelaskan, hubungan bilateral Indonesia-Swedia dimulai sejak tahun 1950. Berdasarkan catatan KADIN Indonesia, perdagangan Indonesia-Swedia menunjukkan tren yang menurun. Pada tahun 2013 lalu, nilai perdagangan tercatat sebesar USD 987,9 juta, dan turun menjadi USD 838 juta di 2015. Angka ini kembali turun menjadi USD 670,8 juta pada tahun 2016. Saat ini Swedia merupakan mitra dagang terbesar ke-38 di Indonesia. 
Terbalik dengan nilai perdagangan, realisasi investasi Swedia di Indonesia, justru terus meningkat, dari USD 0.7 juta pada tahun 2013, naik menjadi USD 4.5 juta pada tahun 2016. Bahkan, pada kuartal pertama 2017, nilai investasi Swedia ke Indonesia sudah mencapai USD 8.7 juta. Swedia merupakan investor terbesar ke-41 pada 2016, dengan nilai USD 4.5 juta, dimana sektor investasi terbesarnya adalah sektor perdagangan dan kertas.
Saat ini sektor yang paling ingin dikembangkan Swedia di Indonesia, adalah sektor infrastruktur, khususnya transportasi. Kerjasama Bombardier-INKA untuk pembuatan gerbong kereta api, merupakan salah satu contoh kerjasama yang saling menguntungkan, dimana Indonesia mendapatkan alih teknologi tinggi dan Swedia mendapatkan keuntungan nilai produksi yang kompetitif untuk bisnisnya. 

Khusus terkait dengan isu lingkungan, pemerintah Swedia telah berjanji akan terus mendorong penggunaan teknologi yang ramah lingkungan, melalui organisasi yang ada di Indonesia, yaitu Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Sedangkan di bidang bisnis, kerjasama dilakukan melalui KADIN dengan Business Sweden (Swedish Trade & Invest Council) dan beberapa pengusaha asal Swedia. 

Shinta yang juga menjabat sebagai President Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) menjelaskan, IBCSD bertujuan untuk mempercepat komitmen perusahaan di bidang kehutanan untuk menghilangkan deforestasi dari rantai pasokan mereka, dengan berperan sebagai organisasi host regional untuk Tropical Forest Alliance 2020 untuk Asia Tenggara, sejak 2016.
Sementara untuk kerjasama di bidang energi, pada bulan Februari 2017 lalu, Inisiatif Union untuk Solusi Energi Berkelanjutan Indonesia-Swedia (INSIST) telah berhasil diluncurkan. Tujuan kerjasama ini adalah untuk meningkatkan kerjasama inovasi teknologi untuk pengembangan energi terbarukan. 
Shinta berharap, dengan penghargaan yang diterimanya dari pemerintah Swedia, akan membuat awal kebangkitan baru bagi peningkatan kerjasama Indonesia-Swedia ke depan. "Saya ingin, setelah selesainya pertemuan bilateral dan forum bisnis ini, segala hambatan perdagangan yang masih terjadi di kedua negara, akan bisa diselesaikan lebih cepat, mengingat dalam beberapa tahun terakhir, perdagangan Indonesia-Swedia terus mengalami penurunan," tutup Shinta.  (*)