Diduga Mark-up dan "Pinjam Bendera", Kontraktor ini Halangi Kerja Dittipidkor Mabes Polri
Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Mabes Polri temukan adanya dugaan mark-up serta praktik "pinjam bendera" dengan memberikan fee pada tim pelaksana dari pembangunan turat atau sheet pile. Bukan hanya itu, ditemukan juga tindak pidana korupsi lain yaitu pelaksana pekerjaan yang berlokasi di Sesayap dan Sesayap Hilir, Kalimantan Timur itu ternyata pengerjaannya justru bukan oleh pemenang tender yakni PT. Luhribu Naga Jaya.
"Ini berdasarkan LP No: LP/31/I/2017/Bareskrim tanggal 10 Januari 2017 lalu kami tingkatkan menjadi penyidikan," kata Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Pol. Akhmad Wiyagus.
Wiyagus memaparkan, kasus ini berawal saat tender proyek pembangunan sheet pile di Sesayap dan Sesayap Hilir dibuka oleh pemilik pekerjaan Dinas PU dan Perhubungan. Ini merupakan proyek dengan nilai sesuai kontrak sebesar Rp. 169 Miliar untuk di kawasan Sesayap dan Rp. 168 Miliar untuk di kawasan Sesayap Hilir. Total uang negara yang dikeluarkan sebesar Rp. 337 Miliar.
"Kontraktor pelaksana untuk kawasan Sesayap adalah PT Waskita-Luhribu KSO. Sementara untuk kawasan Sesayap Hilir adalah PT. Dharma Perdana Muda (DPM). Tapi kemudian, oleh kontraktor di kawasan Sesayap, justru pelaksananya bukan oleh PT pemenang tender," papar Wiyagus.
Dari titik itu, Dittipidkor Mabes Polri akhirnya juga mengindikasikan adanya dugaan mark-up serta praktik "pinjam bendera" dengan memberikan fee pada tim pelaksana dari pembangunan turat atau sheet pile tersebut.
"Lebih mencurigakan lagi, pada saat penggeledahan Selasa (18/07/2017) di tiga PT yaitu PT. Luhribu Naga Jaya di Samarinda dan PT Super Teknik Consulindo yang disebut sebagai konsultan oerencana serta PT Mitra Jasa Bina Pratama yang disebut sebagai konsultan pengawas di Tarakan, dokumen yang disita hanya dokumen terkait dengan perencanaan dan pengawasan saja. Sementara dokumen terkait, telah disembunyikan oleh Komisaris. Kinerja dan kerja petugas terhalangi oleh mereka," ujar Wiyagus.
"Padahal pada Kamis (20/07/2017), penggeledahan yang dilakukan di kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan Dinas Perhubungan Kalimantan Timur, tak ada yang menghalangi. Pihak dinas sangat kooperatif dan terbuka. Bahkan saat penggeledahan ini, kami telah menyita dokumen terkait rencana pengadaan, konsultansi rencana dan pengawasan, kontrak, BUD dari Keuangan Daerah (BPKAD) dan dokumen-dokumen pembayaran-pembayaran," tambahnya.
Meski demikian, Wiyagus akan tetap melanjutkan kasus ini.
"Apapun alasan dan rintangannya, kasus ini bakal terus berlanjut karena ada kerugian negara. Kini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga telah bekerjasama untuk menghitung nilai kerugian negara itu," pungkasnya. *