Mau Bertaruh Nyawa di Lini Depan Bencana, Tagana Dibayar Berapa?

Kepekaan masyarakat untuk terpanggil terjun langsung membantu sesama di lokasi bencana terus meningkat. Sebagian diantara mereka melembagakan diri dalam Taruna Siaga Bencana (Tagana). 

Taruna ini berada di bawah koordinasi Kementerian Sosial. Berdasarkan data registrasi terakhir, per-Januari tahun ini, tercatat 35.024 orang diterima bergabung dalam kelompok ini. Tidak semua yang mendaftar diterima, ada standar dan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi.

Lembaga yang terbentuk pasca-bencana tsunami melanda Aceh tahun 2004 lalu itu dituntut berada di lini paling depan di setiap penanganan bencana yang terjadi di seluruh pelosok Indonesia. 



"Begitu ada bencana, Tagana itu paling lambat hadir kurang dari satu jam," tutur Adhi Karyono Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA) yang juga pentolan Taruna Siaga Bencana (Tagana) di sela-sela acara Jambore dan Bakti Sosial Tagana 2017, di Tondano, Sulawesi Utara, Selasa (24/10).

"Begitu ada bencana, banjir di DKI Jakarta misalnya. Saat air di Bendung Katulampa sudah naik sekian, kami sudah siap di front liner," tambahnya.

Acara yang mengundang secara resmi 1.300 Tagana dari seluruh Indonesia dan peserta dari negara Asean dan luar Asean antara lain Jepang, Kamboja, Malaysia, dan Filiphina itu gunanya untuk melakukan konsolidasi secara nasional dan mengukur kemampuan Tagana dari setiap daerah di seluruh Indonesia melalui lomba-lomba dan pembinaam di lapangan. Selain juga saling berbagi ide dan pengalaman dengan negara-negara tetangga.




"Penanggulangan bencana berbasis masyarakat menjadi tujuan Asean menjadi penurunan resiko yang lebih efektif," imbuhnya.

Animo anggota Tagana untuk mengikuti event tahunan tersebut kata Adhi cukup tinggi. Itu terlihat dari jumlah peserta yang hadir melebihi kapasitas undangan yang ditentukan.

"Namun kita tidak bisa melarang, karena mereka menggunakan biaya sendiri," ujarnya.

"Yang dibiayai secara resmi sebetulnya 1.300 orang. Kalau tidak kita batasi bisa lebih dua kali lipat dari itu. Hari ini saja yang masuk hampir 2.000 orang. Banyak peserta penggembiranya," tambah Adhi.

Namun, Adhi mengaku tidak terlalu ambil pusing memikirkan kelebihan jumlah peserta Tagana. Sebab anggota Tagana tidak meminta fasilitas kamar hotel dan katering.




"Mereka cukup dengan tidur di tenda dan makanan yang mereka siapkan sendiri," tambahnya.

Kendati demikian, jika menilik jumlah daerah rawan bencana, yang mencapai 323 kabupaten, jumlah anggota Tagana saat ini masih kurang.

"Paling tidak kita butuh 120 ribu orang. Makanya kita bentuk Sahabat Tagana, itu biayanya lebih murah. Sekarang  sudah tiga tahun ini berjalan, sejak masa ibu Menteri," terang Adhi.

Jadi berapa sebenarnya anggota Tagana inj dibayar untuk menangani bencana?

"Ada insentif Rp250 ribu perbulan. Tapi tidak semua mau menerima insentif, ada 5.000 sekian anggota berasal dari kalangan yang sudah mapan, seperti dari kalangan dokter, pengusaha dan lain-lain. Mereka hanya minta diberikan seragam. Banyak komunitas seperti itu," ungkap Adhi.




Karena itu, Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat, pada pembukaan Jambore dan Bhakti Sosial Tagana mengatakan Indonesia patut berbangga punya relawan Tagana yang begitu hebat, khususnya kepada para Bupati/Walikota, para Gubernur seluruh Indonesia dan juga para Kepala Dinas Sosial.

"Kita harus bisa membayangkan apa yang terjadi kalau tidak ada Tagana di frontliner itu, kalau kita hanya mengandalkan petugas dari Dinas Sosial, saya yakin kita tidak berdaya dan berapa korban di setiap kejadian," kata Harry. (Foto: Seskab/ google image)