Kementan Ekspor 200 Ton Gula Serbuk Kelapa Organik

Kementerian Pertanian secara simbolis melepas satu kontainer gula serbuk kelapa organik, pada Rabu (2/5/2018). Ekspor komoditi organik ini adalah yang perdana dilakukan dari Soropadan, Temanggung Jawa Tengah.

Satu kontainer pertama, yang berisikan 18,5 ton gula serbuk kelapa organik akan diekspor ke Polandia. Nilai ekspor ke negara tersebut mencapai Rp 518 juta. Selebihnya, sekitar 10 kontainer lain atau sebanyak 185 ton diekspor ke sejumlah negara Eropa antara lain Jerman, Polandia, Yunani, Inggris dan Australia, dengan nilai mencapai Rp5,18 milyar selama satu tahun.

Staf Ahli bidang Investasi Kementerian Pertanian Hari Priono mengatakan, gula semut kelapa organik ini merupakan salah satu komoditas yang lagi tren di pasar internasional. Untuk itu, selain membuka akses pasar, Ia juga meminta layanan standarisasi ditingkatkan dan dipermudah.





"Di pasar internasional, gula bukan hanya manis saja. Trennya adalah sehat. Konsumen sekarang sudah takut kena penyakit diabetes," kata Hari yang juga bekas Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian di sela-sela pelepasan satu kontainer gula semut kelapa organik ekspor di Purbalingga, Jawa Tengah Rabu (2/5/2018).

"Dari pasar, kita peroleh info gula semut ini punya peluang yang sangat baik. Layanan yang pemerintah berikan adalah standarisasi. Mulai dari pupuk, jangan gunakan bahan-bahan kimia yang dilarang. Memastikan kualitas komoditas ekspor. Jangan pasarnya sudah baik, kita ngasal. Nanti harganya jeblok lagi," lanjutnya.

Untuk menjamin kualitas kebutuhan ekspor tersebut, Hari turut menyerahkan bantuan peralatan dari Direktoran Jenderal Perkebunan berupa metal detector, pongkor, saringan nira dan ayakan gula. Adapun metal detector yang dilengkapi dengan elektromagnetic tersebut berguna untuk mencegah adanya campuran logam terkandung di dalam gula serbuk tersebut.

Menurut Hari, langkah ekspor oleh petani gula serbuk kelapa organik dengan pihak eksportir CV I-Trade Internasional patut diapresiasi, ditengah menipisnya devisa negara akibat masih tingginya nilai impor saat ini.

"Petani gula semut, adalah pahlawan yang dapat menambah devisa negeri ini. Di saat negara tengah menghadapi tantangan ekonomi yang tidak mudah, dolar Rp13.800, devisa negara yang menipis karena banyak impor. Impor yang tidak dibarengi ekspor akan membebankan pemerintah dan masyarakat, karena barang-barang makin mahal," imbuh Hari.

Sejauh ini, sebut Hari, sektor perkebunan ikut menjadi penyumbang devisa terbesar, mencapai Rp317 triliun per tahun, dengan Produk Domestik Bruto (PDB) menembus angka Rp420 triliun pertahun.

"Karena itu, dulu orang jauh-jauh dari Belanda ke sini untuk menguasai tanaman perkebunan kita. Tepatlah sekarang pemerintah kembali membangun perkebunan. Pemerintah saat ini terus menggenjot ekspor," terang Hari. 

Terpisah, Firly Istiyanti Savitri Chief Operating Officer (COO) TaniHood.com, portal market place ekspor komoditas pertanian ikut andil membuka akses antara petani dengan eksportir. Yang membedakan TaniHood.com dengan start-up market place lainnya terletak pada segmentasi pasarnya.

"Semua komoditas yang masuk merupakan komoditas terkurasi yang sudah terjamin kualitasnya dari para kelompok tani dan supplier yang terverifikasi. Kita fokus untuk kelas ekspor, bukan eceran," ujar Firly. 

"Tanihood menggunakan sistem pelacakan, dimulai dari saat panen sampai dengan pengiriman," pungkasnya. (*)