Dituduh Punya Agenda Gulingkan Presiden, Wapres Negara ini Dipolisikan
Dituduh punya rencana menggulingkan Presiden Rodrigo Duterte, sejumlah politisi di Filipina diproses Hukum. Termasuk Wakil Presiden Leni Robredo, dia ikut disikat oleh Duterte.
Wapres berusia 54 tahun itu dituding berkomplot dengan seorang pria bernama Peter John Advincula. Pria yang muncul di serial video daring itu menyebut Duterte punya keterkaitan dengan sindikat narkoba.
Belakangan, Advincula menyebut apa yang disampaikannya di video hanyalah karangan belaka untuk merusak pemerintahan Duterte. Dia mengaku segala perkataan yang diucapkan diarahkan oleh lawan-lawan politik presiden.
Selain Wapres, total ada 35 orang lain yang menjadi target kepolisian setempat. Termasuk senator, pejabat Katolik, hingga oposan pemerintah yang mengkritik kebijakan Duterte. Mereka digugat dengan pasal pencemaran nama baik.
Tak ayal, politik Filiphina mendidih. Gugatan yang diajukan pada Jumat pekan lalu itu semakin meningkatkan tekanan Duterte terhadap pengkritik.
Juru bicara Duterte, Salvador Panelo, mengatakan bahwa pemerintah menyambut baik gugatan tersebut. Meskipun turut menyasar wakil presiden dan sekutu politiknya.
"Sudah waktunya untuk mengetahui kebenaran tentang video ini," kata Panelo, Jumat (19/7) lalu. "Sejauh yang kami ketahui, biarkan proses pengadilan melakukan tugasnya," sambungnya.
Hubungan antara Duterte dengan Robredo dikabarkan tidak harmonis. Karena, di Filipina pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan secara terpisah.
Selain itu, keduanya juga memimpin dua partai yang berbeda. Duterte memimpin koalisi partai berkuasa PDP-Laban sedangkan Robredo berasal dari Partai Liberal yang beroposisi terhadap pemerintahan Duterte.
Dalam menjalankan tugas pemerintahan maupun fungsi kenegaraan, Presiden berusia 74 tahun itu diberitakan kerap mengabaikan Wapresnya.
Bahkan Presiden berjuluk The Punisher itu tidak sungkan-sungkan ketika membeberkan rasa tidak sukanya terhadap wapres yang pernah menjabat sebagai anggota DPR Filipina itu. Duterte pernah berkali-kali menyebut bahwa dia mendukung Ferdinand Marcos Junior yang kalah tipis dari Robredo di pemilu 2016 lalu.
Ketidakcocokan Presiden dan Wapres ini turut dilatarbelakangi oleh perbedaan pandangan politik. Kedua juga pemimpin partai politik yang berbeda.
Duterte memimpin koalisi partai berkuasa PDP-Laban sedangkan Robredo berasal dari Partai Liberal yang beroposisi terhadap pemerintahan Duterte. Presiden berusia 74 tahun itu diberitakan kerap mengabaikan Robredo dalam tugas pemerintahan maupun fungsi kenegaraan.
Bahkan, dia tidak sungkan untuk membeberkan rasa tidak sukanya terhadap wapres yang pernah menjabat sebagai anggota DPR Filipina itu. Duterte telah berkali-kali menyebut bahwa dia mendukung Ferdinand Marcos Junior yang kalah tipis dari Robredo di pemilu 2016 lalu.
Begitupun dengan Wapresnya. Robredo kerap melancarkan kritik pedas terhadap pemerintahan Duterte, terutama dalam hal perang narkoba. Dia bahkan mendukung resolusi Komisi Hak Asasi Manusia PBB untuk menginvestigasi dugaan pelanggaran HAM dalam perang narkoba tersebut.
Sang Wapres juga kerap menyindir kebijakan Duterte, yang dinilainya semakin otoriter dan represif terhadap oposisi serta lawan politiknya.
Dalam gugatan kali ini, Robredo menyebut sebagai bagian dari upaya untuk membungkamnya. Sejauh ini polisi belum menahan Robredo dan nama-nama lainnya. Jika terbukti bersalah, hukuman penjara 6 hingga 12 tahun menanti.
Kelompok-kelompok HAM mempertanyakan waktu pengajuan gugatan ini. Sebab terjadi hanya empat hari sebelum Duterte akan menyampaikan pidato kenegaraan tahunannya ke Kongres, pada hari Senin hari ini.
Dilaporkan, banyak kelompok, termasuk mereka yang didukung oleh Gereja Katolik Roma yang berpengaruh, diperkirakan akan melakukan protes di jalan-jalan untuk menentang pidato tersebut.
|
Wapres berusia 54 tahun itu dituding berkomplot dengan seorang pria bernama Peter John Advincula. Pria yang muncul di serial video daring itu menyebut Duterte punya keterkaitan dengan sindikat narkoba.
Belakangan, Advincula menyebut apa yang disampaikannya di video hanyalah karangan belaka untuk merusak pemerintahan Duterte. Dia mengaku segala perkataan yang diucapkan diarahkan oleh lawan-lawan politik presiden.
Selain Wapres, total ada 35 orang lain yang menjadi target kepolisian setempat. Termasuk senator, pejabat Katolik, hingga oposan pemerintah yang mengkritik kebijakan Duterte. Mereka digugat dengan pasal pencemaran nama baik.
Tak ayal, politik Filiphina mendidih. Gugatan yang diajukan pada Jumat pekan lalu itu semakin meningkatkan tekanan Duterte terhadap pengkritik.
Juru bicara Duterte, Salvador Panelo, mengatakan bahwa pemerintah menyambut baik gugatan tersebut. Meskipun turut menyasar wakil presiden dan sekutu politiknya.
"Sudah waktunya untuk mengetahui kebenaran tentang video ini," kata Panelo, Jumat (19/7) lalu. "Sejauh yang kami ketahui, biarkan proses pengadilan melakukan tugasnya," sambungnya.
Hubungan antara Duterte dengan Robredo dikabarkan tidak harmonis. Karena, di Filipina pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan secara terpisah.
Selain itu, keduanya juga memimpin dua partai yang berbeda. Duterte memimpin koalisi partai berkuasa PDP-Laban sedangkan Robredo berasal dari Partai Liberal yang beroposisi terhadap pemerintahan Duterte.
Dalam menjalankan tugas pemerintahan maupun fungsi kenegaraan, Presiden berusia 74 tahun itu diberitakan kerap mengabaikan Wapresnya.
Bahkan Presiden berjuluk The Punisher itu tidak sungkan-sungkan ketika membeberkan rasa tidak sukanya terhadap wapres yang pernah menjabat sebagai anggota DPR Filipina itu. Duterte pernah berkali-kali menyebut bahwa dia mendukung Ferdinand Marcos Junior yang kalah tipis dari Robredo di pemilu 2016 lalu.
Ketidakcocokan Presiden dan Wapres ini turut dilatarbelakangi oleh perbedaan pandangan politik. Kedua juga pemimpin partai politik yang berbeda.
Duterte memimpin koalisi partai berkuasa PDP-Laban sedangkan Robredo berasal dari Partai Liberal yang beroposisi terhadap pemerintahan Duterte. Presiden berusia 74 tahun itu diberitakan kerap mengabaikan Robredo dalam tugas pemerintahan maupun fungsi kenegaraan.
Bahkan, dia tidak sungkan untuk membeberkan rasa tidak sukanya terhadap wapres yang pernah menjabat sebagai anggota DPR Filipina itu. Duterte telah berkali-kali menyebut bahwa dia mendukung Ferdinand Marcos Junior yang kalah tipis dari Robredo di pemilu 2016 lalu.
Begitupun dengan Wapresnya. Robredo kerap melancarkan kritik pedas terhadap pemerintahan Duterte, terutama dalam hal perang narkoba. Dia bahkan mendukung resolusi Komisi Hak Asasi Manusia PBB untuk menginvestigasi dugaan pelanggaran HAM dalam perang narkoba tersebut.
Sang Wapres juga kerap menyindir kebijakan Duterte, yang dinilainya semakin otoriter dan represif terhadap oposisi serta lawan politiknya.
Dalam gugatan kali ini, Robredo menyebut sebagai bagian dari upaya untuk membungkamnya. Sejauh ini polisi belum menahan Robredo dan nama-nama lainnya. Jika terbukti bersalah, hukuman penjara 6 hingga 12 tahun menanti.
Kelompok-kelompok HAM mempertanyakan waktu pengajuan gugatan ini. Sebab terjadi hanya empat hari sebelum Duterte akan menyampaikan pidato kenegaraan tahunannya ke Kongres, pada hari Senin hari ini.
Dilaporkan, banyak kelompok, termasuk mereka yang didukung oleh Gereja Katolik Roma yang berpengaruh, diperkirakan akan melakukan protes di jalan-jalan untuk menentang pidato tersebut.