Bahas Masa Depan Laut, Malaysia Minta Buah Pikiran Rokhmin
Rokhmin Dahuri, pagi ini secara khusus diundang oleh University Malaysia Terengganu, Malaysia untuk berbicara dan berdiskusi secara intens tentang masa depan kelautan antara Indonesia dan Malaysia.
Disambut tuan rumah, Prof. Dato. Dr. Nor Aieni binti Haji Mokhtar, Vice Chancellor University Malaysia Terengganu. Universitas ini adalah lembaga pendidikan tinggi yang mengkhususkan diri di bidang Kelautan, Pesisir dan pengelolaan sumber daya laut. Terletak di tepi Laut China Selatan, Kampus University Malaysia Terengganu adalah sebuah think tank bagi Malaysia dalam urusan Kelautan dan Sumber Daya Laut.
Baik Prof. Rokhmin Dahuri dan Prof. Nor Aieni menyampaikan bahwa kedua negara, baik Indonesia dan Malaysia adalah dua saudara yang saling belajar dan bekerjasama demi kemajuan bersama. University Malaysia Terengganu mengundang Prof. Rokhmin Dahuri untuk berdiskusi secata intens mengenali dan menggali potensi kelautan di kedua negara. Kampus ini memiliki semboyan Ocean of Discoveries for Global Sustainability, Merentasibdan Menemukan Sumber Daya Kelautan untuk Kesejahteraan Global. Dengan tagline seperti itulah, diskusi ini digelar.
Prof. Rokhmin Dahuri menyampaikan materi diskusi bahwa potensi kelautan memiliki kekuatan besar menjadi tulang punggung kesejahteraan dan sumber kehidupan bagi masyarakat global. Forum Group Discussion yang diikuti oleh sekitar 30 orang profesor dan doktor di bidang kelautan dan kepulauan dari Malaysia.
Diharapkan dari pertemuan dan diskusi ilmiah ini lahir sebuah perhatian bersama, antara Malaysia dan Indonesia tengtang agenda-agenda di bidang kelautan dan juga perikanan. Tentu saja juga disinggung tentang peristiwa-peristiwa illegal fishing atau tuduhan penangkapan ikan secara ilegal. Baik di Indonesia dan Malaysia, diakui bahwa penangkapan-penangkapan para nelayan ini kadang menjadi komoditas politik dan menjadi konsumsi media. Biasanya peristiwa-peristiwa penangkapan ini terjadi di wilayah grey area, tempat dan perbatasan yang masih memiliki dispute antara Indonesia dan Malaysia.
Ada sekitar 43 mahasiswa Indonesia yang belajar di University Malaysia Terangganu dan ada 11 intelektual Indonesia yang mengajar dan menjadi dosen di sini. Pertemuan ini juga membuka peluang beasiswa bagi pelajar-pelajara Indonesia yang ingin mendalami ilmu-ilmu kelautan dan perikanan di Malaysia. Prof. Rokhmin berusaha “mengibarkan” merah putih dalam pertemuan ini, bahwa Indonesia harus menjadi saudara baik bagi Malaysia. Begitu juga Malaysia bagi Indonesia.
![]() |
|
Disambut tuan rumah, Prof. Dato. Dr. Nor Aieni binti Haji Mokhtar, Vice Chancellor University Malaysia Terengganu. Universitas ini adalah lembaga pendidikan tinggi yang mengkhususkan diri di bidang Kelautan, Pesisir dan pengelolaan sumber daya laut. Terletak di tepi Laut China Selatan, Kampus University Malaysia Terengganu adalah sebuah think tank bagi Malaysia dalam urusan Kelautan dan Sumber Daya Laut.
Baik Prof. Rokhmin Dahuri dan Prof. Nor Aieni menyampaikan bahwa kedua negara, baik Indonesia dan Malaysia adalah dua saudara yang saling belajar dan bekerjasama demi kemajuan bersama. University Malaysia Terengganu mengundang Prof. Rokhmin Dahuri untuk berdiskusi secata intens mengenali dan menggali potensi kelautan di kedua negara. Kampus ini memiliki semboyan Ocean of Discoveries for Global Sustainability, Merentasibdan Menemukan Sumber Daya Kelautan untuk Kesejahteraan Global. Dengan tagline seperti itulah, diskusi ini digelar.
Prof. Rokhmin Dahuri menyampaikan materi diskusi bahwa potensi kelautan memiliki kekuatan besar menjadi tulang punggung kesejahteraan dan sumber kehidupan bagi masyarakat global. Forum Group Discussion yang diikuti oleh sekitar 30 orang profesor dan doktor di bidang kelautan dan kepulauan dari Malaysia.
Diharapkan dari pertemuan dan diskusi ilmiah ini lahir sebuah perhatian bersama, antara Malaysia dan Indonesia tengtang agenda-agenda di bidang kelautan dan juga perikanan. Tentu saja juga disinggung tentang peristiwa-peristiwa illegal fishing atau tuduhan penangkapan ikan secara ilegal. Baik di Indonesia dan Malaysia, diakui bahwa penangkapan-penangkapan para nelayan ini kadang menjadi komoditas politik dan menjadi konsumsi media. Biasanya peristiwa-peristiwa penangkapan ini terjadi di wilayah grey area, tempat dan perbatasan yang masih memiliki dispute antara Indonesia dan Malaysia.
Ada sekitar 43 mahasiswa Indonesia yang belajar di University Malaysia Terangganu dan ada 11 intelektual Indonesia yang mengajar dan menjadi dosen di sini. Pertemuan ini juga membuka peluang beasiswa bagi pelajar-pelajara Indonesia yang ingin mendalami ilmu-ilmu kelautan dan perikanan di Malaysia. Prof. Rokhmin berusaha “mengibarkan” merah putih dalam pertemuan ini, bahwa Indonesia harus menjadi saudara baik bagi Malaysia. Begitu juga Malaysia bagi Indonesia.