Jokowi Sindir Yang Impor Cangkul: Uangnya Pemerintah Lagi, Kebangetan Banget
Jokowi juga mengingatkan agar LKPP berhati-hati terhadap akal bulus penyedia barang dan jasa. Capnya produk buatan dalam negeri, tapi kenyataannya barang impor juga. "Hanya dicap saja. Ngecap saja untungnya enak banget, tapi barang kita enggak bisa masuk ke e-catalog, kalah bersaing," warning Jokowi.
Jokowi juga mengingatkan agar LKPP berhati-hati terhadap akal bulus penyedia barang dan jasa. Capnya produk buatan dalam negeri, tapi kenyataannya barang impor juga.
JAKARTA - Data BPS per September 2019 mencatatkan bahwa neraca perdagangan defisit. Ekspor turun, sedangkan impor naik. Hobi impor itu bikin Presiden Joko Widodo marah. Warganet geram. Masak cangkul dan pacul saja masih impor. Belinya pakai uang negara pula. Kebangetan banget, kata Presiden.
Kemarahan Presiden Jokowi itu dilontarkan saat membuka Rakornas Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Tahun 2019, kemarin. Dengan nada geram, ia mempertanyakan apakah benar negara sebesar ini masih harus mengimpor pacul.
Dalam pidatonya itu, Jokowi meminta Menteri PPN/Kepala Bappenas untuk mendesain strategi industri UKM. Agar angka impor tidak terus naik.
"Misalnya urusan cangkul, pacul," kata Jokowi di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, kemarin dengan nada kesal. Ia sempat menjeda beberapa saat pidatonya, sambil menatap hadiri.
"Masak masih impor. Apakah tidak bisa industri UKM kita; kamu buat pacul, tahun depan saya beli? Lho ini puluhan ribu, ratusan ribu cangkul, pacul yang dibutuhkan," tegas Jokowi lagi.
Cangkul, yang disebut Jokowi masih satu item. Masih ribuan item barang lain, kata Jokowi masih diimpor dari negara lain.
Eks Gubernur DKI Jakarta itu menyadari bahwa impor lebih mudah. Harganya juga lebih murah daripada buatan lokal. Tapi impor yang terlalu berlebihan justru akan berdampak biruk. Karena membuat defisit neraca perdagangan Indonesia membengkak.
Menilik data BPS, neraca perdagangan pada September 2019 defisit sebesar USD 160 juta. Memburuk dibanding bulan sebelumnya yang mencatatkan surplus USD 85 juta. Defisit ini terjadi karena kinerja ekspor turun, sedangkan impor meningkat.
Sementara jika menilik data defisit transaksi berjalan (CAD) dari Bank Indonesia, per kuartal II 2019 mencapai USD 8,4 miliar atau 3 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). CAD itu membengkak 21 persen dibandingkan kuartal I 2019 yang sebesar USD6,97 miliar.
Dampak buruk lain, kata Jokowi, besarnya impor dapat melumpuhkan industri dalam negeri. Efeknya bisa merambat pada semakin minimnya penyediaan lapangan kerja.
Jika merujuk pada dua dampak buruk itu, sudah seharusnya ada batasan agar untuk penyediaan barang dan jasa pemerintah harus dipasok dari dalam negeri. "Kok kita masih hobi impor ya, uangnya pemerintah lagi, kebangetan banget," sentil Jokowi.
Untuk menekan impor barang dan jasa, Jokowi meminta LKPP dan Bappenas mendesain proses pengadaan barang dan jasa yang memprioritaskan produk usaha kecil dan menengah (UKM) dalam negeri. Dampaknya diharapkan bisa mendorong pengembangan UKM di Indonesia.
"Saya minta Kepala LKPP memprioritaskan produk dengan komponen lokal yang sangat tinggi, agar didahulukan. Persulit barang impar impor itu. Impar impor senangnya kita. Setoplah," perintah Jokowi.
Bahkan, Jokowi meminta agar LKPP memberikan privilege kepada produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa. Misalnya dengan mempermudah persyaratan bagi produk UKM, hingga menurunkan standar kualitasnya.
Termasuk memberikan insentif khusus bagi produk-produk UKM, jasa pendampingan dan konsultasi bagi UKM yang ingin mengikuti proses pengadaan barang dan jasa.
Jokowi juga mengingatkan agar LKPP berhati-hati terhadap akal bulus penyedia barang dan jasa. Capnya produk buatan dalam negeri, tapi kenyataannya barang impor juga. "Hanya dicap saja. Ngecap saja untungnya enak banget, tapi barang kita enggak bisa masuk ke e-catalog, kalah bersaing," warning Jokowi.
Di linimassa, soal impar-impor selalu jadi topik hangat. Apalagi jika Presiden Jokowi angkat bicara. Sebab, pengrajin UKM dalam negeri sudah lama menjerit.
"Pengrajin lokal sudah lama menjerit. Sayang Bapak baru ramaikan sekarang... tapi tak apa pak, lebih baik terlambat daripada tidak," cuit @irvanrach. "Petugas2 dibawah masih banyak yg main2," nilai @pikpikpikmiup. "Harusnya minta data apa saja barang yang dimpor. Jadi tahu yang sebenarnya dan gak usah dibikin kaget," saran @Deva29408196.
Akun @atoptopwow kemudian memberi bocoran. Menurutnya beberapa perusahaan papan atas yang menyediakan perkakas dan peralatan rumah tangga, mayoritas produknya adalah impor. "Di AC* hampir semua perkakas yang dijual juga impor tuh. Dari pisau, gergaji, golok, obeng, tong sampah, bohlam, sampai lap pel, mayoritas buatan china. Di INFOR** juga," bebernya. "Pak, timnya harus sering sering ngecek. Kalau cangkul saja import, apalagi yang lain! Padahal bisa buka lapangan kerja buat pandai besi kita," saran @andarias_barus.
Berbeda, akun@Weje09667293 malah tidak anti impor. Sebab, menurutnya itu adalah konsekwensi ketika barang dalam negeri kalah saing. "Kalau harga bikinan lokal lebih mahal berlipat-lipat daripada bikinan luar, lebih baik impor," ketusnya. "Yang impor siapa? Yang memberi izin impor siapa? Kebangetan banget!?," sentil @ovan_ghozali. "Tidak usah heran harusnya... cangkul kan barangnya agak besar. Lah jarum pentul aja yang barangnya kecil kita masih impor koq..," tandas @infomitigasi.
|
JAKARTA - Data BPS per September 2019 mencatatkan bahwa neraca perdagangan defisit. Ekspor turun, sedangkan impor naik. Hobi impor itu bikin Presiden Joko Widodo marah. Warganet geram. Masak cangkul dan pacul saja masih impor. Belinya pakai uang negara pula. Kebangetan banget, kata Presiden.
Kemarahan Presiden Jokowi itu dilontarkan saat membuka Rakornas Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Tahun 2019, kemarin. Dengan nada geram, ia mempertanyakan apakah benar negara sebesar ini masih harus mengimpor pacul.
Dalam pidatonya itu, Jokowi meminta Menteri PPN/Kepala Bappenas untuk mendesain strategi industri UKM. Agar angka impor tidak terus naik.
"Misalnya urusan cangkul, pacul," kata Jokowi di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, kemarin dengan nada kesal. Ia sempat menjeda beberapa saat pidatonya, sambil menatap hadiri.
"Masak masih impor. Apakah tidak bisa industri UKM kita; kamu buat pacul, tahun depan saya beli? Lho ini puluhan ribu, ratusan ribu cangkul, pacul yang dibutuhkan," tegas Jokowi lagi.
Cangkul, yang disebut Jokowi masih satu item. Masih ribuan item barang lain, kata Jokowi masih diimpor dari negara lain.
Eks Gubernur DKI Jakarta itu menyadari bahwa impor lebih mudah. Harganya juga lebih murah daripada buatan lokal. Tapi impor yang terlalu berlebihan justru akan berdampak biruk. Karena membuat defisit neraca perdagangan Indonesia membengkak.
Menilik data BPS, neraca perdagangan pada September 2019 defisit sebesar USD 160 juta. Memburuk dibanding bulan sebelumnya yang mencatatkan surplus USD 85 juta. Defisit ini terjadi karena kinerja ekspor turun, sedangkan impor meningkat.
Sementara jika menilik data defisit transaksi berjalan (CAD) dari Bank Indonesia, per kuartal II 2019 mencapai USD 8,4 miliar atau 3 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). CAD itu membengkak 21 persen dibandingkan kuartal I 2019 yang sebesar USD6,97 miliar.
Dampak buruk lain, kata Jokowi, besarnya impor dapat melumpuhkan industri dalam negeri. Efeknya bisa merambat pada semakin minimnya penyediaan lapangan kerja.
Jika merujuk pada dua dampak buruk itu, sudah seharusnya ada batasan agar untuk penyediaan barang dan jasa pemerintah harus dipasok dari dalam negeri. "Kok kita masih hobi impor ya, uangnya pemerintah lagi, kebangetan banget," sentil Jokowi.
Untuk menekan impor barang dan jasa, Jokowi meminta LKPP dan Bappenas mendesain proses pengadaan barang dan jasa yang memprioritaskan produk usaha kecil dan menengah (UKM) dalam negeri. Dampaknya diharapkan bisa mendorong pengembangan UKM di Indonesia.
"Saya minta Kepala LKPP memprioritaskan produk dengan komponen lokal yang sangat tinggi, agar didahulukan. Persulit barang impar impor itu. Impar impor senangnya kita. Setoplah," perintah Jokowi.
Bahkan, Jokowi meminta agar LKPP memberikan privilege kepada produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa. Misalnya dengan mempermudah persyaratan bagi produk UKM, hingga menurunkan standar kualitasnya.
Termasuk memberikan insentif khusus bagi produk-produk UKM, jasa pendampingan dan konsultasi bagi UKM yang ingin mengikuti proses pengadaan barang dan jasa.
Jokowi juga mengingatkan agar LKPP berhati-hati terhadap akal bulus penyedia barang dan jasa. Capnya produk buatan dalam negeri, tapi kenyataannya barang impor juga. "Hanya dicap saja. Ngecap saja untungnya enak banget, tapi barang kita enggak bisa masuk ke e-catalog, kalah bersaing," warning Jokowi.
Di linimassa, soal impar-impor selalu jadi topik hangat. Apalagi jika Presiden Jokowi angkat bicara. Sebab, pengrajin UKM dalam negeri sudah lama menjerit.
"Pengrajin lokal sudah lama menjerit. Sayang Bapak baru ramaikan sekarang... tapi tak apa pak, lebih baik terlambat daripada tidak," cuit @irvanrach. "Petugas2 dibawah masih banyak yg main2," nilai @pikpikpikmiup. "Harusnya minta data apa saja barang yang dimpor. Jadi tahu yang sebenarnya dan gak usah dibikin kaget," saran @Deva29408196.
Akun @atoptopwow kemudian memberi bocoran. Menurutnya beberapa perusahaan papan atas yang menyediakan perkakas dan peralatan rumah tangga, mayoritas produknya adalah impor. "Di AC* hampir semua perkakas yang dijual juga impor tuh. Dari pisau, gergaji, golok, obeng, tong sampah, bohlam, sampai lap pel, mayoritas buatan china. Di INFOR** juga," bebernya. "Pak, timnya harus sering sering ngecek. Kalau cangkul saja import, apalagi yang lain! Padahal bisa buka lapangan kerja buat pandai besi kita," saran @andarias_barus.
Berbeda, akun@Weje09667293 malah tidak anti impor. Sebab, menurutnya itu adalah konsekwensi ketika barang dalam negeri kalah saing. "Kalau harga bikinan lokal lebih mahal berlipat-lipat daripada bikinan luar, lebih baik impor," ketusnya. "Yang impor siapa? Yang memberi izin impor siapa? Kebangetan banget!?," sentil @ovan_ghozali. "Tidak usah heran harusnya... cangkul kan barangnya agak besar. Lah jarum pentul aja yang barangnya kecil kita masih impor koq..," tandas @infomitigasi.