Menteri-menteri Terjebak Kontroversi, Ini Kata Ombudsman RI
Menilik rentetan kontroversi para Menteri Anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala menyimpulkan dua kemungkinan penyebabnya. Pertama, bisa karena sang Menteri sudah paham betul wilayah kerjanya, sehinga "ngegas". Atau sebaliknya, tidak paham sama sekali, sehingga "asngom".
Para menteri hendaknya berhenti buang-buang energi terjebak dalam kontroversi. Itu kalau mau Kabinet Jokowi Jilid II nantinya berakhir husnul khatimah.
JAKARTA - Tentu, kontroversi yang paling menyita perhatian publik di awal kabinet Jokowi jilid II adalah wacana Menteri Agama Jenderal (Purn) Fachrul Razi melarang cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintah. Dia khawatir disusupi paham radikalisme.
"Apalagi kejadian Pak Wiranto yang lalu," kata Menag dalam Lokakarya Peningkatan Peran dan Fungsi Imam Tetap Masjid, di Hotel Best Western, Jakarta, Rabu (30/10) lalu.
Pernyataan itu langsung memantik reaksi publik. Paling mudah, dapat dilihat di linimassa. Perdebatan soal cadar dan celana cingkrang di sana memanas. Sejumlah tagar, seperti #CadarBukanRadikal dan #CadarDiurusiMirasGakPeduli trending di Twitter. Belum ditambah foto dan meme satir.
Tak hanya di tataran bawah, wacana Menag soal cadar dan celana cingkrang ini juga tidak mendapat dukungan di level elit. Kritikan tak hanya datang dari anggota DPR dari partai oposisi. Tapi juga dari koalisi. Baik di pusat, hingga ke daerah.
Menag juga kebanjiran nasehat dari sejumlah pemuka agama. Rata-rata, semua tidak sependapat jika cadar dan celana cingkrang menjadi terkesan identik dengan radikalisme.
"Ini kan sama juga dengan menggeneralisir. Kalau sudah menggeneralisir, apa-apa saja tuh jadi nggak bijak lagi, jadi nggak arif lagi. Itu kan berarti dibangun di atas ketakutan," kritik Ustaz Yusuf Mansur lewat Video yang diunggah ke Instagramnya belum lama ini.
Belakangan, mantan Wakil Panglima TNI itu mengklarifikasi pernyataannya. Dia bilang wacana itu masih dalam kajian. Jenderal purnawirawan ini juga membantah akan melarang cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintahan. "Saya enggak berhak dong," elak Menag, kemudian berkilah hanya akan memberikan rekomendasi.
Soal rekomendasi itu, Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid di Kantor Kemenag juga masih enggan menyebutkan kapan akan direalisasi. Alasannya, wacana itu masih harus dievaluasi. "Kami akan menyerap dari berbagai aspirasi," kata Zainut kemarin.
Wacana atau kebijakan kontroversial semacam ini bukan yang pertama kali terjadi di kalangan menteri-menteri Jokowi. Di periode sebelumnya, yakni era kabinet kerja, sejumlah wacana dan kebijakan juga kerap mengundang kegaduhan publik.
Contohnya rencana Mendikbud Muhadjir Effendy ketika hendak menerapkan full day school. Yakni sekolah dari pagi hingga sore yang memicu protes banyak orang tua murid. Karena banyak siswa mengeluh kelelahan. Meskipun hari sekolah dikurangi menjadi 5 hari. Sabtu libur.
Wacana itu juga mendapat protes dari sekolah diniyah. Tempat anak-anak menuntut ilmu agama. Biasanya selepas pulang sekolah. Jika wacana full dau school itu diterapkan, tentu leran mereka akan hilang. Karena waktu siswa dihabiskan sepanjang hari di sekolah formal.
Wacana yang sudah dituangkan dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah itu, akhirnya dibatalkan oleh Presiden Jokowi lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 di tahun yang sama tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Perpres itu membebaskan sekolah untuk memilih lima atau enam hari.
Wacana kontroversial lainnya juga pernah dilakukan Ignasius Jonan saat menjabat Menteri Perhubungan. Ketika itu, ia mengeluarkan larangan ojek maupun taksi yang berbasis daring (online) beroperasi di Indonesia. Tak pelak, penolakan sontak terjadi dimana-mana.
Rencana itu juga langsung dimentahkan oleh Presiden Jokowi. Ketika itu, Jokowi meminta agar tidak ada aturan yang mengekang inovasi dan merugikan masyarakat. "Kayak GO-JEK, itu kan aplikasi anak-anak muda yang ingin memperbaharui, inovasi sebuah ide, jadi jangan sampai juga mengekang inovasi," bela Jokowi, sehingga transportasi daring masih terus beroperasi hingga saat ini.
Di penghujung Kabinet Kerja, giliran Menpora Imam Nahrawi bikin aturan kontroversial. Ia menerbitkan surat imbauan No 1.30.1/Menpora/I/2019 yang meminta pengelola bioskop memutar dan menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum pertunjukan film dimulai. Setelah mendapat penolakan dan menimbulkan kegaduhan publik, lagi-lagi imbauan Menteri pun dicabut kembali.
Itulah sekelumit kisah kontroversial para menteri-menteri Jokowi. Kontra produktif dan buang-buang energi.
Menilik rentetan kontroversi para Menteri Anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala menyimpulkan dua kemungkinan penyebabnya. Pertama, bisa karena sang Menteri sudah paham betul wilayah kerjanya, sehinga "ngegas". Atau sebaliknya, tidak paham sama sekali, sehingga "asngom".
"Asngom atau asal ngomong saja padahal blm tahu medan," kata Adrianus ketika berbincang tadi malam.
Belajar dari pengalaman itu, ia menyarankan agar menteri-menteri konsentrasi, khususnya dalam penguasaan wilayah kerja. Agar kebijakannya tidak kontroversi.
"Cara terbaik untuk fokus adalah melalui bekerja dalam diam," saran petinggi lembaga yang punya kewenangan mengawasi penyelenggara negara itu.
Sejauh ini, dia melihat Presiden masih pada tahap mengamati menteri-menteri barunya itu. Belum sampai pada fase "ditertibkan".
"Kelihatannya belum. Biar menteri-menteri itu kerepotan sendiri akibat pernyataan atau kebijakan dan berusaha "memadamkan" sendiri. Biar presiden mengamati dulu," tandasnya.
Pengamat kebijakan publik Chazali H. Situmorang menilai wacana dan kebijakan kontroversial dari para menteri di periode kedua Jokowi ini jelas tidak produktif. Selain itu, kebijakan yang dikeluarkan juga tidak sesuai tugas dan fungsinya.
"Sehingga ada menteri yang over dosis men-deliver solusi radikalisme. Padahal sudah ada badan yang di bentuk untuk itu," kata Chazali tadi malam.
Soal radikalisme, Direktur Social Security Development Institute itu menilai pemerintah masih terjebak pada casing. Runyamnya, lanjut dia formulasi telunjuk pemerintah masih tidak jelas. Narasi larangan bercadar, celana cingkrang, hingga doa dalam bahasa indonesia masih rentan memicu resistensi publik.
Lalu bagaimana sebaiknya?
Ia menyarankan agar para menekuni menteri job desk-nya. Duduk bareng susun RPJM dan RKT Kementerian melakukan perumusan masalah terlebih dahulu. Kemudian masukkan kegiatan sektor dengan isu strategis sesuai arahan presiden.
"Tanpa harus banyak bicara di media. Tapi ajak media terkait sektor untuk beri masukan yang tentunya sudah punya sesuatu yang diinginkan masyarakat," usulnya.
Ia juga menyinggung pentingnya peran Menko. Menurutnya adalah kewajiban menko mengajak duduk bareng menteri untuk koordinasi. "Jika antar menteri sudah konek, menko tinggal memastikan deliverynya sudah sampai atau belum," pungkasnya. ***
|
"Apalagi kejadian Pak Wiranto yang lalu," kata Menag dalam Lokakarya Peningkatan Peran dan Fungsi Imam Tetap Masjid, di Hotel Best Western, Jakarta, Rabu (30/10) lalu.
Pernyataan itu langsung memantik reaksi publik. Paling mudah, dapat dilihat di linimassa. Perdebatan soal cadar dan celana cingkrang di sana memanas. Sejumlah tagar, seperti #CadarBukanRadikal dan #CadarDiurusiMirasGakPeduli trending di Twitter. Belum ditambah foto dan meme satir.
Tak hanya di tataran bawah, wacana Menag soal cadar dan celana cingkrang ini juga tidak mendapat dukungan di level elit. Kritikan tak hanya datang dari anggota DPR dari partai oposisi. Tapi juga dari koalisi. Baik di pusat, hingga ke daerah.
Menag juga kebanjiran nasehat dari sejumlah pemuka agama. Rata-rata, semua tidak sependapat jika cadar dan celana cingkrang menjadi terkesan identik dengan radikalisme.
"Ini kan sama juga dengan menggeneralisir. Kalau sudah menggeneralisir, apa-apa saja tuh jadi nggak bijak lagi, jadi nggak arif lagi. Itu kan berarti dibangun di atas ketakutan," kritik Ustaz Yusuf Mansur lewat Video yang diunggah ke Instagramnya belum lama ini.
Belakangan, mantan Wakil Panglima TNI itu mengklarifikasi pernyataannya. Dia bilang wacana itu masih dalam kajian. Jenderal purnawirawan ini juga membantah akan melarang cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintahan. "Saya enggak berhak dong," elak Menag, kemudian berkilah hanya akan memberikan rekomendasi.
Soal rekomendasi itu, Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid di Kantor Kemenag juga masih enggan menyebutkan kapan akan direalisasi. Alasannya, wacana itu masih harus dievaluasi. "Kami akan menyerap dari berbagai aspirasi," kata Zainut kemarin.
Wacana atau kebijakan kontroversial semacam ini bukan yang pertama kali terjadi di kalangan menteri-menteri Jokowi. Di periode sebelumnya, yakni era kabinet kerja, sejumlah wacana dan kebijakan juga kerap mengundang kegaduhan publik.
Contohnya rencana Mendikbud Muhadjir Effendy ketika hendak menerapkan full day school. Yakni sekolah dari pagi hingga sore yang memicu protes banyak orang tua murid. Karena banyak siswa mengeluh kelelahan. Meskipun hari sekolah dikurangi menjadi 5 hari. Sabtu libur.
Wacana itu juga mendapat protes dari sekolah diniyah. Tempat anak-anak menuntut ilmu agama. Biasanya selepas pulang sekolah. Jika wacana full dau school itu diterapkan, tentu leran mereka akan hilang. Karena waktu siswa dihabiskan sepanjang hari di sekolah formal.
Wacana yang sudah dituangkan dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah itu, akhirnya dibatalkan oleh Presiden Jokowi lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 di tahun yang sama tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Perpres itu membebaskan sekolah untuk memilih lima atau enam hari.
Wacana kontroversial lainnya juga pernah dilakukan Ignasius Jonan saat menjabat Menteri Perhubungan. Ketika itu, ia mengeluarkan larangan ojek maupun taksi yang berbasis daring (online) beroperasi di Indonesia. Tak pelak, penolakan sontak terjadi dimana-mana.
Rencana itu juga langsung dimentahkan oleh Presiden Jokowi. Ketika itu, Jokowi meminta agar tidak ada aturan yang mengekang inovasi dan merugikan masyarakat. "Kayak GO-JEK, itu kan aplikasi anak-anak muda yang ingin memperbaharui, inovasi sebuah ide, jadi jangan sampai juga mengekang inovasi," bela Jokowi, sehingga transportasi daring masih terus beroperasi hingga saat ini.
Di penghujung Kabinet Kerja, giliran Menpora Imam Nahrawi bikin aturan kontroversial. Ia menerbitkan surat imbauan No 1.30.1/Menpora/I/2019 yang meminta pengelola bioskop memutar dan menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum pertunjukan film dimulai. Setelah mendapat penolakan dan menimbulkan kegaduhan publik, lagi-lagi imbauan Menteri pun dicabut kembali.
Itulah sekelumit kisah kontroversial para menteri-menteri Jokowi. Kontra produktif dan buang-buang energi.
Menilik rentetan kontroversi para Menteri Anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala menyimpulkan dua kemungkinan penyebabnya. Pertama, bisa karena sang Menteri sudah paham betul wilayah kerjanya, sehinga "ngegas". Atau sebaliknya, tidak paham sama sekali, sehingga "asngom".
"Asngom atau asal ngomong saja padahal blm tahu medan," kata Adrianus ketika berbincang tadi malam.
Belajar dari pengalaman itu, ia menyarankan agar menteri-menteri konsentrasi, khususnya dalam penguasaan wilayah kerja. Agar kebijakannya tidak kontroversi.
"Cara terbaik untuk fokus adalah melalui bekerja dalam diam," saran petinggi lembaga yang punya kewenangan mengawasi penyelenggara negara itu.
Sejauh ini, dia melihat Presiden masih pada tahap mengamati menteri-menteri barunya itu. Belum sampai pada fase "ditertibkan".
"Kelihatannya belum. Biar menteri-menteri itu kerepotan sendiri akibat pernyataan atau kebijakan dan berusaha "memadamkan" sendiri. Biar presiden mengamati dulu," tandasnya.
Pengamat kebijakan publik Chazali H. Situmorang menilai wacana dan kebijakan kontroversial dari para menteri di periode kedua Jokowi ini jelas tidak produktif. Selain itu, kebijakan yang dikeluarkan juga tidak sesuai tugas dan fungsinya.
"Sehingga ada menteri yang over dosis men-deliver solusi radikalisme. Padahal sudah ada badan yang di bentuk untuk itu," kata Chazali tadi malam.
Soal radikalisme, Direktur Social Security Development Institute itu menilai pemerintah masih terjebak pada casing. Runyamnya, lanjut dia formulasi telunjuk pemerintah masih tidak jelas. Narasi larangan bercadar, celana cingkrang, hingga doa dalam bahasa indonesia masih rentan memicu resistensi publik.
Lalu bagaimana sebaiknya?
Ia menyarankan agar para menekuni menteri job desk-nya. Duduk bareng susun RPJM dan RKT Kementerian melakukan perumusan masalah terlebih dahulu. Kemudian masukkan kegiatan sektor dengan isu strategis sesuai arahan presiden.
"Tanpa harus banyak bicara di media. Tapi ajak media terkait sektor untuk beri masukan yang tentunya sudah punya sesuatu yang diinginkan masyarakat," usulnya.
Ia juga menyinggung pentingnya peran Menko. Menurutnya adalah kewajiban menko mengajak duduk bareng menteri untuk koordinasi. "Jika antar menteri sudah konek, menko tinggal memastikan deliverynya sudah sampai atau belum," pungkasnya. ***