Hukum Jual Beli Saham Menurut Hukum Islam
Bagaimana pandangan Ahli Syari'at tentang jual beli saham yang ditulis oleh DR. Yusuf Al Subaily, Dosen Pasca Sarjana Universitas Islam Muhammad Saud, Riyadh yang dikutip dari bukunya yang berjudul Fiqh Perbankan Syariah, Pengantar fiqh muamalat dan aplikasinya dalam ekonomi modern.
JAKARTA, Bagus - Saham yaitu surat bukti kepemilikian modal yang diterbitkan
oleh Syarikah musahimah dan dapat
diedarkan (diperjual belikan)
Nominal sahamnya sama dan tidak
boleh menerbitkan saham biasa dari
sebuah perusahaan dengan nominal yang berbeda. Dapat diedarkan dengan cara menjual belikannya.
Tanggung jawab pemegang saham
terbatas, jika perusahaan bangkrut maka
pemegang saham tidak bertanggung jawab
terhadap hutang perusahaan kecuali sebesar saham yang ia miliki.
Nilai saham
Setiap saham memiliki 3 nilai :
1. Nilai nominal, yaitu: nilai saham yang
ditentukan dalam anggaran dasar perusahaan.
2. Nilai buku, yaitu: nilai saham berberdasarkan nilai aset perusahaan
yang tertera pada catatan perakunan.
3. Nilai pasar, yaitu: nilai saham saat dijual di pasar saham.
Misalnya:
Sebuah perusahaan mengedarkan
sahamnya untuk dijualbelikan.
Modal perusahaan tersebut
100 milyar rupiah dibagi dalam I juta lembar saham.
Setelah 1 tahun usaha perusahaan
berkembang dan nilai asetnya di akhir
tahun pertama mencapai 200 milyar.
Nilai selembar saham dijual dengan harga 500 ribu rupiah
Jika nilai nominal selembar saham 100 ribu rupiah, tetap dan tidak berubah.
Nilai buku selembar saham di akhir tahun
pertama 200 ribu rupiah, nilai ini berubah
setiap kali perusahaan mengumumkan daftar keuangan setiap triwulan.
Nilai ini dipengaruhi oleh nilai fisik aset perusahaan.
Nilai pasar selembar saham di akhir tahun
pertama 500 ribu rupiah, nilai ini berubah setiap saat yang dipengaruhi oleh
penawaran dan permintaan terhadap saham.
Saham terbagi menjadi :
1. Saham biasa,
yaitu: para pemegang saham
memiliki hak yang sama; hak suara, hak deviden, semuanya berdasarkan jumlah saham yang dimiliki masing - masing.
2. Saham istimewa,
yaitu: pemegang saham jenis ini memiliki hak istimewa.
Maka hukum saham istimewa tergantung
jenis keistimewaan yang dimiliki oleh pemegangnya.
Di antara hak istimewa yang hukumnya mubah adalah hak suara dan hak deviden yang lebih besar dari pemegang saham biasa.
Hal ini dibolehkan karena pembagian laba dalam sebuah Syarikah berdasarkan kesepakatan.
Di antara hak istimewa yang diharamkan, adalah prioritas mendapatkan deviden saat perusahaan dilikuidasi, atau perusahaan menjamin modal dan ratio laba pemegang
saham istimewa.
Apabila saham istimewa memiliki hak-hak di atas maka hukumnya haram karena bertentangan dengan ketentuan umum Syarikah dalam syariah, yaitu besarnya rugi sebanding dengan besarnya modal.
Maka kerugiaan perusahaan dibagi per
anggota berdasarkan saham yang mereka miliki dan tidak boleh sebagian pemegang saham tidak dikenakan kerugian.
Hukum saham berbeda, tergantung jenis usaha perusahaan penerbit saham.
Ada 2 jenis perusahaan yang diharamkan:
1. Perusahaan yang usahanya diharamkan.
Misalnya; bank konvensional atau riba,
asuransi komersial, dan perusahaan yang
menjualbelikan khamar, rokok, atau media
masa yang merusak dll.
2. Perusahaan yang usahanya mubah,
seperti perusahaan yang bergerak di
bidang pertanian, industri, atau perdagangan tetapi sebagian transaksinya merupakan transaksi yang haram.
Misalnya Mendapatkan kredit berbunga dari bank atau menyimpan dana tunai perusahaan di bank riba.
Ulama kontemporer berbeda pendapat
tentang hukum perusahaan ini, sebagian
ulama menfatwakan haram membeli
sahamnya karena melakukan transaksi
yang diharamkan, dan sebagian lagi membolehkan karena asal usahanya mubah dengan catatan pemegang saham harus mengeluarkan aset perusahaan yang haram dari saham yang dia miliki.
3. Perusahaan mubah atau yang diperbolehkan :
Yaitu perusahaan yang usahanya halal dan tidak melakukan transaksi haram, maka
boleh menjualbelikan saham perusahaan ini.
Untuk Zakat Saham berbeda antara
pemegang saham yang investor dan spekulan. Investor yaitu orang yang membeli saham dengan tujuan mendapat laba tahunan perusahaan.
Jika perusahaan tersebut mengeluarkan zakat maka dia tidak perlu lagi mengeluarkan zakat karena zakat perusahaan adalah zakat dia.
Namun jika perusahaan tidak mengeluarkan zakat maka dia tetap wajib
wajib mengeluarkan zakat dengan
cara mengeluarkan 2,5% dari nilai buku.
Spekulan yaitu orang yang menjual belikan saham, maka dia mengeluarkan zakat saham seperti zakat harta perniagaan.
Bila jatuh tempo pembayaran
zakat dan saham berada dalam kepemilikannya maka dia wajib mengeluarkan 2,5% dari nilai pasar.
Misalnya:
Dikenakan pembayaran zakat harta apabila Pak Shaleh telah memiliki 10 lembar saham sebuah perusahaan.
Nilai buku selembar saham 200 ribu
rupiah, sedangkan nilai pasar 500 ribu rupiah.
Jika Pak Saleh sebagi investor maka zakat sahamnya: 2,5 % dari 2 juta rupiah = 50 ribu rupiah. Jika dia seorang spekulan maka zakatnya: 2,5% dari 5 juta rupiah = 125 ribu rupiah.
Pembiayaan pembelian saham
Sejumlah bank memberikan pembiayaan kepada investor untuk membeli saham melebihi dana yang mereka miliki di Bank
tersebut.
Pembiayaan tersebut antara lain :
1. Pembiayaan secara kredit
Yaitu bank memberikan kredit kepada nasabah untuk membeli saham.
Transaksi ini hukumnya haram karena
hakikatnya adalah kredit berbunga.
2. Pembiayaan secara Murabahah
Yaitu bank membeli saham kemudian menjualnya kepada nasabah dengan
cara tidak tunai ditambah laba.
Ini hukumnya mubah karena termasuk
bai' Murabahah .
Sebagian perusahaan terutama
perusahaan yang baru berdiri, menentukan batas maksimal jumlah saham yang boleh dimiliki oleh setiap orang maka sebagian
orang mencari cara lain dengan menggunakan nama orang lain untuk membeli saham perusahaan tersebut dengan tujuan mendapatkan sebanyak
mungkin saham perusahaan tersebut.
Hal ini hukumnya haram, baik dengan cara memberikan imbalan kepada pemilik nama ataupun tidak, karena hal ini merupakan dusta dan pengelabuan serta
melanggar peraturan dan menganiaya orang yang taat peraturan.
Solusi problem ini secara syariah,
hendaknya ia melakukan musyarakah.
Orang yang tidak punya dana untuk membeli saham sebuah perusahaan, dia dapat membuat akad musyarakah dengan pemilik dana atas namanya, berarti dia sebagai pekerja dan pihak kedua sebagai pemilik modal.
Keuntungan yang didapat dibagi berdasarkan kesepakatan, dengan syarat deviden tidak tertentu, misalnya mengatakan,
"Aku mendapat 20% dari laba dan 80% untuk anda".
Adapun jika deviden ditentukan seperti dia
mengatakan, " 1 juta rupiah laba untukku dan sisanya untukmu", maka tidak dibolehkan.
![]() |
Foto: Instagram
|
JAKARTA, Bagus - Saham yaitu surat bukti kepemilikian modal yang diterbitkan
oleh Syarikah musahimah dan dapat
diedarkan (diperjual belikan)
Nominal sahamnya sama dan tidak
boleh menerbitkan saham biasa dari
sebuah perusahaan dengan nominal yang berbeda. Dapat diedarkan dengan cara menjual belikannya.
Tanggung jawab pemegang saham
terbatas, jika perusahaan bangkrut maka
pemegang saham tidak bertanggung jawab
terhadap hutang perusahaan kecuali sebesar saham yang ia miliki.
Nilai saham
Setiap saham memiliki 3 nilai :
1. Nilai nominal, yaitu: nilai saham yang
ditentukan dalam anggaran dasar perusahaan.
2. Nilai buku, yaitu: nilai saham berberdasarkan nilai aset perusahaan
yang tertera pada catatan perakunan.
3. Nilai pasar, yaitu: nilai saham saat dijual di pasar saham.
Misalnya:
Sebuah perusahaan mengedarkan
sahamnya untuk dijualbelikan.
Modal perusahaan tersebut
100 milyar rupiah dibagi dalam I juta lembar saham.
Setelah 1 tahun usaha perusahaan
berkembang dan nilai asetnya di akhir
tahun pertama mencapai 200 milyar.
Nilai selembar saham dijual dengan harga 500 ribu rupiah
Jika nilai nominal selembar saham 100 ribu rupiah, tetap dan tidak berubah.
Nilai buku selembar saham di akhir tahun
pertama 200 ribu rupiah, nilai ini berubah
setiap kali perusahaan mengumumkan daftar keuangan setiap triwulan.
Nilai ini dipengaruhi oleh nilai fisik aset perusahaan.
Nilai pasar selembar saham di akhir tahun
pertama 500 ribu rupiah, nilai ini berubah setiap saat yang dipengaruhi oleh
penawaran dan permintaan terhadap saham.
Saham terbagi menjadi :
1. Saham biasa,
yaitu: para pemegang saham
memiliki hak yang sama; hak suara, hak deviden, semuanya berdasarkan jumlah saham yang dimiliki masing - masing.
2. Saham istimewa,
yaitu: pemegang saham jenis ini memiliki hak istimewa.
Maka hukum saham istimewa tergantung
jenis keistimewaan yang dimiliki oleh pemegangnya.
Di antara hak istimewa yang hukumnya mubah adalah hak suara dan hak deviden yang lebih besar dari pemegang saham biasa.
Hal ini dibolehkan karena pembagian laba dalam sebuah Syarikah berdasarkan kesepakatan.
Di antara hak istimewa yang diharamkan, adalah prioritas mendapatkan deviden saat perusahaan dilikuidasi, atau perusahaan menjamin modal dan ratio laba pemegang
saham istimewa.
Apabila saham istimewa memiliki hak-hak di atas maka hukumnya haram karena bertentangan dengan ketentuan umum Syarikah dalam syariah, yaitu besarnya rugi sebanding dengan besarnya modal.
Maka kerugiaan perusahaan dibagi per
anggota berdasarkan saham yang mereka miliki dan tidak boleh sebagian pemegang saham tidak dikenakan kerugian.
Hukum saham berbeda, tergantung jenis usaha perusahaan penerbit saham.
Ada 2 jenis perusahaan yang diharamkan:
1. Perusahaan yang usahanya diharamkan.
Misalnya; bank konvensional atau riba,
asuransi komersial, dan perusahaan yang
menjualbelikan khamar, rokok, atau media
masa yang merusak dll.
2. Perusahaan yang usahanya mubah,
seperti perusahaan yang bergerak di
bidang pertanian, industri, atau perdagangan tetapi sebagian transaksinya merupakan transaksi yang haram.
Misalnya Mendapatkan kredit berbunga dari bank atau menyimpan dana tunai perusahaan di bank riba.
Ulama kontemporer berbeda pendapat
tentang hukum perusahaan ini, sebagian
ulama menfatwakan haram membeli
sahamnya karena melakukan transaksi
yang diharamkan, dan sebagian lagi membolehkan karena asal usahanya mubah dengan catatan pemegang saham harus mengeluarkan aset perusahaan yang haram dari saham yang dia miliki.
3. Perusahaan mubah atau yang diperbolehkan :
Yaitu perusahaan yang usahanya halal dan tidak melakukan transaksi haram, maka
boleh menjualbelikan saham perusahaan ini.
Untuk Zakat Saham berbeda antara
pemegang saham yang investor dan spekulan. Investor yaitu orang yang membeli saham dengan tujuan mendapat laba tahunan perusahaan.
Jika perusahaan tersebut mengeluarkan zakat maka dia tidak perlu lagi mengeluarkan zakat karena zakat perusahaan adalah zakat dia.
Namun jika perusahaan tidak mengeluarkan zakat maka dia tetap wajib
wajib mengeluarkan zakat dengan
cara mengeluarkan 2,5% dari nilai buku.
Spekulan yaitu orang yang menjual belikan saham, maka dia mengeluarkan zakat saham seperti zakat harta perniagaan.
Bila jatuh tempo pembayaran
zakat dan saham berada dalam kepemilikannya maka dia wajib mengeluarkan 2,5% dari nilai pasar.
Misalnya:
Dikenakan pembayaran zakat harta apabila Pak Shaleh telah memiliki 10 lembar saham sebuah perusahaan.
Nilai buku selembar saham 200 ribu
rupiah, sedangkan nilai pasar 500 ribu rupiah.
Jika Pak Saleh sebagi investor maka zakat sahamnya: 2,5 % dari 2 juta rupiah = 50 ribu rupiah. Jika dia seorang spekulan maka zakatnya: 2,5% dari 5 juta rupiah = 125 ribu rupiah.
Pembiayaan pembelian saham
Sejumlah bank memberikan pembiayaan kepada investor untuk membeli saham melebihi dana yang mereka miliki di Bank
tersebut.
Pembiayaan tersebut antara lain :
1. Pembiayaan secara kredit
Yaitu bank memberikan kredit kepada nasabah untuk membeli saham.
Transaksi ini hukumnya haram karena
hakikatnya adalah kredit berbunga.
2. Pembiayaan secara Murabahah
Yaitu bank membeli saham kemudian menjualnya kepada nasabah dengan
cara tidak tunai ditambah laba.
Ini hukumnya mubah karena termasuk
bai' Murabahah .
Sebagian perusahaan terutama
perusahaan yang baru berdiri, menentukan batas maksimal jumlah saham yang boleh dimiliki oleh setiap orang maka sebagian
orang mencari cara lain dengan menggunakan nama orang lain untuk membeli saham perusahaan tersebut dengan tujuan mendapatkan sebanyak
mungkin saham perusahaan tersebut.
Hal ini hukumnya haram, baik dengan cara memberikan imbalan kepada pemilik nama ataupun tidak, karena hal ini merupakan dusta dan pengelabuan serta
melanggar peraturan dan menganiaya orang yang taat peraturan.
Solusi problem ini secara syariah,
hendaknya ia melakukan musyarakah.
Orang yang tidak punya dana untuk membeli saham sebuah perusahaan, dia dapat membuat akad musyarakah dengan pemilik dana atas namanya, berarti dia sebagai pekerja dan pihak kedua sebagai pemilik modal.
Keuntungan yang didapat dibagi berdasarkan kesepakatan, dengan syarat deviden tidak tertentu, misalnya mengatakan,
"Aku mendapat 20% dari laba dan 80% untuk anda".
Adapun jika deviden ditentukan seperti dia
mengatakan, " 1 juta rupiah laba untukku dan sisanya untukmu", maka tidak dibolehkan.