JK: Taliban Sekarang Sudah Lebih Moderat
Setelah beberapa kali ketemu, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla yakin cara pandang taliban saat ini lebih moderat dari tahun 1996 atau tahun-tahun 2000-an lalu. Jika sikap terbuka dan bersahabat dengan negara lain bisa dibangun, bukan tidak mungkin negara di dunia akan mengakui pemerintahan Afghanistan yang mulai dikuasai taliban.
Wakil Presiden Ke 10 dan 12 Jusuf Kalla. Foto: KEMLU |
"Sama dengan kita Indonesia, kedutaan kita ada di situ. Tapi hanya dengan personil terbatas, sambil menunggu apa yang terjadi lagi," kata JK dalam konferensi pers virtual, Senin (16/8).
Mediator perundingan antara taliban dengan Afganistan ini meyakini taliban tidak seperti dulu lagi. Dimana dahulu cara pandangnya konservatif dan cenderung keras.
"Kalau tindakannya seperti dulu, maka kedutaan-keduataan negara-negara tidak mengakui pemerintahan itu. Dia mengakui negaranya tapi tidak berhubungan dengan pemerintahannya," sambungnya.
Secara pribadi, JK mengaku belum tahu persis bagaimana sikap Indonesia terhadap apa yang terjadi di Afghanistan saat ini. Namun ia berkeyakinan, pemerintah Indonesia juga sama dengan negara lain, yakni masih wait and see. Tapi hubungan secara kenegaraan belum putus.
Yang jelas setelah sering berhubungan dengan kelompok taliban, banyak perubahan yang terlibat. Taliban, sebutnya sekarang sudah jauh lebih moderat.
"Bapak percaya thaliban lebih moderat?" tanya wartawan. "Ya saya percaya," tegas JK.
Justru, JK pernah mengundang para taliban ke Indonesia untuk melihat Islam dari dekat di negara Islam terbesar di dunia. JK membawa para taliban ke pesantren, masjid dan kelompok-kelompok perempuan di Indonesia.
"Sekarang ada kemajuan diantara mereka," sebut Wapres dua periode ini.
"Ulama-ulama Afganistan justru meminta ulama Indonesia datang untuk memberikan pandangan. Itu saya bawa, untuk berbicara di kalangan ulama perempuan di sana. Bahwa perempuan juga bisa menjadi pemimpin agama," pungkasnya.
Di luar dugaan, kelompok militan taliban berhasil dengan cepat memasuki Ibu Kota Kabul dan menguasai Istana Kepresidenan. Presiden Afghanistan Ashraf Ghani meninggalkan negara itu dengan alasan untuk menghindari pertumpahan darah. Saat ini, Afghanistan tengan mempersiapkan peralihan kekuasaan ke pemerintahan transisi.