Makam Teungku Syiah Kuala, Jadi Destinasi Wisata Religi di Banda Aceh

Ketika sampai di gerbang kompleks Makam Teungku Syiah Kuala, wisatawan akan melihat sebuah kalimat pribahasa.
 
Teungku Syiah Kuala, Foto: Times.id

BANDA ACEH – Kalimat itu tertulis Adat bak Poteu Meureuhom Hukom bak Syiah Kuala, yang memiliki arti Adat di tangan Po Teumeureuhom Hukum di tangan Syiah Kuala.

Teungku Syiah Kuala adalah salah satu ulama besar yang memiliki nama asli Syekh Abdurrauf As-Singkili. Ulama ini juga pernah menjabat sebagai Mufti Agung di Kesultanan Aceh Darussalam.

Kalimat pribahasa di atas adalah penggalan dari hadih maja yang merupakan tatanan hidup masyarakat Aceh pada masa Kesultanan Aceh Darussalam, setelah Sultan Iskandar Muda mangkat.

Adapun bunyi lengkap dari hadih maja tersebut adalah, Adat bak Poteu Meureuhom, Hukom bak Syiah Kuala, Kanun bak Putroe Phang, Reusam bak Laksamana.

Baca Juga: Danau Laut Tawar, Jadi Destinasi Wisata dan Tempat Healing Terbaik di Takengon Aceh Tengah 

Kalimat Adat bak Poteu Merureuhom dipahami bahwa kekuasaan yang mengatur hidup masyarakat Aceh, baik norma maupun kearifan, berada pada Poteu Meureuhom. Poteu Meureuhom ini memiliki makna raja-raja Aceh yang pada masa itu menjabat.

Namun, beberapa sejarawan Aceh berpendapat bahwa Poteu Meureuhom yang terdadapat dalam hadih maja tersebut dinisbatkan kepada Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam, yaitu salah satu sultan yang memimpin Kesultanan Aceh Darussalam (1607-1636.)

Kalimat Hukom bak Syiah Kuala yang terdapat dalam hadih maja ini memiliki makna untuk menunjukkan bahwa pentingnya kedudukan Teungku Syiah Kuala yang merupakan ulama sekaligus Mufti Agung Kerajaan Aceh Darussalam ketika zaman Sulthanan Safiatuddin Tajul Alam (1641-1675 M).

Kemudian kalimat Kanun bak Putroe Phang menujukkan betapa pentingnya posisi Putroe Phang dalam memutuskan suatu peraturan. Putroe Phang merupakan permaisuri kedua Sultan Iskandar Muda yang berasal dari Pahang, Malaysia dan memiliki nama asli yaitu Putri Kamaliah.

Sedangkan kalimat Reusam bak Laksamana yang dimaksudkan dalam hadih maja ini dimaksudkan untuk menggambarkan tingginya adab seorang laksamana dan pejabat tinggi di lingkungan Kerajaan Aceh.

Itulah asal muasal kalimat yang tertulis di depan kompleks Makam Teungku Syiah Kuala yang merupakan ulama besar dan kharismatik Aceh.

Baca Juga: Benteng Indra Patra, Peninggalan Kerajaan Hindu yang Jadi Destinasi Wisata Sejarah di Aceh 

Saat wisatawan masuk ke dalam kompleks makam, maka akan dijumpai beberapa balai serta terdapat mushola. Selain itu ada juga sebuah gedung yang berisikan makam-makam dengan nisan yang terukir dalam tulisan arab. Makam tersebut merupakan pusara para ulama, salah satunya Makam Teungku Syiah Kuala.

Di kompleks ini, orang selalu datang silih berganti dari berbagai daerah, baik lokal maupun macanegara seperti Malaysia dan Brunei. Wisatawan yang datang bertujuan untuk melakukan ziarah kubur dan mengenang bahwa dulu pernah ada ulama besar yang hidup di Aceh.

Syekh Abdurrauf as-Singkili adalah seorang ulama yang sudah berjasa dalam penyebaran agama Islam di Nusantara, lebih tepatnya di Sumatera. Ulama ini lahir di Singkil pada 1615 M dan wafat di Banda Aceh 1693 M

Teungku Syiah Kuala dikebumikan di dekat muara (kuala) Krueng Aceh. Di tempat itu pula dulunya ia mendirikan sebuah dayah (lembaga pendidikan yang setingkat perguruan tinggi) sehingga mendapatkan julukan Syekh di Kuala.

Selain sebagai ulama, ia juga seorang negarawan, ahli hukum, dan pengarang yang handal. Ia juga merupakan pelopor pendidikan di Aceh dan terbukti dengan mendirikan lembaga pendidikan yang dinamakan dayah.

Ulama ini pula dengan fatwanya memperkuat kedudukan seorang wanita bisa menjadi pemimpin rakyat di Aceh, yaitu Sultanah Tajul Alam Sri Ratu Safiatuddin hingga Sultanah Sri Ratu Keumalat Syiah.

Makam Teungku Syiah Kuala terletak di pinggir laut, lebih tepatnya di Gampong Deah Raya, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. Karena makam ini berada di pinggir laut, banyak cerita yang beredar bahwa makam ini keramat sebab tidak dilumat oleh air Tsunami pada tahun 2004 silam.

Benar tidaknya cerita itu, sosok Syekh Abdurrauf as-Singkili atau Teungku Syiah Kuala tetap merupakan seorang ulama besar yang sudah berjasa dalam perkembangan agama Islam dan pendidikan di Aceh.