Ekonomi Tumbuh 7,07% Belum Tentu Berkualitas
Dunia usaha merespon positif pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) yang telah menyampaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2021 melejit tajam sebesar 7,07% dari kuartal I-2021 yang masih terkontraksi minus 0,74%.
Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang |
Tapi dalam kondisi ekonomi seperti ini, memang kerap terjadi. Dimana ketika pertumbuhan ekonomi satu Negara dalam satu tahun terkontraksi alias minus. Maka dalam tahun berikutnya ketika ada kondisi tertentu ekonomi membaik.
Konsumsi rumah tangga dan aktivitas ekonomi bisa langsung bergairah dan cepat melejit. Tapi kualitas pertumbuhannya tidak sama saat normal.
Hal ini terjadi juga di Amerika dan Tiongkok. Dimana pertumbunan ekonomi Amerika tahun 2020 minus 3,5% dan Tiongkok kuartal I-2020 terkontraksi tajam minus 6,8%, pertumbuhan tahunan 2,3% tapi di kuartal II-2021 pertumbuhan ekonomi Amerika naik tajam sebesar 12,20% dan kuartal I-2021 ekonomi Tiongkok melejit sampai 18,3%.
Pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021 ini dipacu geliat ekonomi menjelang lebaran yang sudah sempat bergairah, serta komitmen pengusaha yang membayar THR secara penuh memberikan andil yang besar atas pencapaian ini.
Dimana konsumsi rumah tangga sempat tumbuh positif, dan kembali terkontraksi ketika pasca lebaran. Kasus Covid naik tajam, yang memaksa pemerintah memberlakukan PPKM Darurat. Hingga membuat berbagai aktivitas ekonomi stagnan.
Kita akui sekalipun pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021 ini naik signifikan, yang membawa kita keluar dari zona resesi. Tapi kualitas pertumbuhannya tidak sama dikala kita dalam situasi normal.
Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, indikatornya juga jelas yaitu setiap pertumbuhan ekonomi 1% akan mampu menyediakan lapangan pekerjaan di kisaran 250ribu-500ribu. Kemudian indikator yang kedua adalah mampu mengurangi angka kemiskinan.
Dengan memperhatikan realitas yang ada, dimana saat ini berdasarkan data BPS angka pengangguran hampir menembus angka 9,77juta atau sekitar 7,07%. Angka kemiskinan juga demikian.
Bahwa dengan bertambahnya angka pengangguran, memicu naiknya jumlah penduduk miskin yang mencapai 10,19%, namun dengan naiknya pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021 tidak berpengaruh terhadap penciptaan lapangan pekerjaan dan menurunnya angka kemiskinan.
Pelaku usaha tentu tentu berharap agar kedepan kita ingin mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Yang mampu mempengaruhi beberapa indikator tadi. Termasuk indeks kepuasaan masyarakat.
Namun pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021 ini minimal memberikan efek psikologis kepada pelaku usaha. Bahwa kita sudah mampu keluar dari resesi ekonomi. Punya rasa optimisme bahwa ekonomi akan cepat pulih dan akan bangkit kembali menuju pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas.
Sarman Simanjorang
Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta