ICW Mengaku Sudah 3 Kali Balas Somasi Moeldoko & Minta Maaf, Tapi…
Kuasa hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Erwin Natosmal Oemar mengatakan pihaknya sudah 3 kali mengirimkan surat jawaban atas somasi yang dilayangkan Moeldoko melalui kuasa hukumnya Otto Hasibuan. Nah, kok masih ruwet ya urusannya?
Kuasa Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Erwin Natosmal Oemar |
JAKARTA - Erwin menjelaskan bahwa ICW sudah berulang kali menjelaskan, hasil penelitian ICW tidak menuding pihak tertentu manapun, apalagi menyebut Moeldoko mencari keuntungan melalui peredaran Ivermectin.
“Hal itu telah pula kami sampaikan dalam tiga surat Jawaban somasi kepada Moeldoko melalui kuasa hukumnya, Otto Hasibuan,” kata kuasa hukum ICW ini dalam keterangannya, Selasa (31/8) malam.
Sebab, terang dia, jika dicermati lebih lanjut, siaran pers yang berjudul “Polemik Ivermectin: Berburu Rente di Tengah Krisis” selalu menggunakan kata “indikasi” dan “dugaan”.
Nah Moeldoko, sebutnya, salah melihat konteks penelitian tersebut. Karena yang digambarkan ICW adalah indikasi konflik kepentingan antara pejabat publik dengan pihak swasta, bukan sebagai personal atau individu.
Akui Salah Soal Ekspor Beras
Erwin menyayangkan pihak Moeldoko yang terus mendaur ulang soal isu ekspor beras. Padahal, kata dia, dalam berbagai kesempatan pihaknya sudah tegas menyampaikan bahwa pernyataan itu adalah mis-informasi.
“Karena yang benar adalah mengirimkan kader HKTI atau petani ke Thailand untuk mengikuti program pelatihan. Selain itu, khusus untuk ekspor beras ini, ICW juga telah meminta maaf atas kekeliruan pernyataan tersebut,” akunya.
Namun demikian, mis-informasi ini bukan hal utama, sebab sebutnya. poin krusial yang harus dijelaskan oleh Moeldoko adalah motivasinya bertemu atau berkomunikasi dengan Sofia Koswara soal pengurusan surat izin edar Ivermectin.
“Apa karena kedekatan Sofia Koswara dengan anaknya karena tergabung dalam perusahaan yang sama?” tanya dia.
Bagi ICW, terang Erwin, pelaporan atau pengaduan ke pihak kepolisian adalah hak setiap warga negara secara personal atau individu. Ia mempersilahkan Moeldoko ingin meneruskan persoalan tersebut ke penegak hukum.
Namun, ia menyayangkan langkah itu. Sebab, hasil penelitian ICW semata-mata ditujukan untuk memastikan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, terlebih di tengah pandemi Covid-19.
“Tentu Moeldoko dengan posisinya yang berada di lingkar dalam Istana Negara mestinya bijak dalam menanggapi kritik, bukan justru langsung menempuh jalur hukum tanpa ada argumentasi ilmiah tentang indikasi konflik kepentingan dalam penelitian ICW,” sentilnya.
Ia juga mengingatkan bahwa Indikasi persoalan Moeldoko sebenarnya tidak hanya terkait dugaan konflik kepentingan dalam peredaran Ivermectin. Namun juga saat Moeldoko sempat membagi-bagikan obat Ivermectin melalui organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) yang bekerjasama dengan PT Harsen Laboratories di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
“Bukankah membagi-bagikan produk farmasi yang belum jelas uji kliniknya - apalagi secara bebas ke masyarakat - merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 196 UU Kesehatan?” pungkasnya.