Pemuda Muhammadiyah Abdya Kecam Kebijakan Bobby Nasution Larang Truk Aceh
Pemuda Muhammadiyah Abdya kecam kebijakan Bobby Nasution larang truk Aceh, dinilai diskriminatif dan ancam persatuan bangsa
Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Aceh Barat Daya (Abdya) Ikhsan Jufri, S.Pd., melalui Ketua Bidang Ketahanan Nasional, Ade Alkausar, menyampaikan kecaman keras terhadap kebijakan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, yang melarang truk berplat BL (Aceh) melintas di wilayah Sumut.
![]() |
Ketua Bidang Ketahanan Nasional, Ade Alkausar. Foto: Ist |
ABDYA - Menurut Ade, kebijakan tersebut bukan hanya menyulitkan rakyat, tetapi juga berpotensi mengganggu stabilitas ketahanan nasional. Ia menegaskan, hubungan ekonomi, sosial, dan budaya antara Aceh dan Sumut sejak lama menjadi urat nadi persaudaraan serta bagian tak terpisahkan dari integrasi bangsa dalam bingkai NKRI.
Dalam pernyataannya, Pemuda Muhammadiyah Abdya menilai kebijakan itu gegabah dan diskriminatif. Jalan publik, kata Ade, tidak boleh diperlakukan eksklusif berdasarkan asal kendaraan. Hal tersebut dinilai bertentangan dengan prinsip kebangsaan dan semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Selain itu, larangan tersebut dinilai mengganggu ketahanan ekonomi karena berpotensi memutus jalur logistik Aceh–Sumut yang strategis. Akibatnya, harga kebutuhan pokok bisa naik, distribusi barang tersendat, dan aktivitas dagang rakyat lumpuh.
Ade juga menyebut kebijakan itu mengancam stabilitas sosial-politik. “Kebijakan sepihak dapat memicu keresahan, memperlebar sekat antar-daerah, dan menumbuhkan sentimen negatif yang berbahaya bagi persatuan nasional,” ungkapnya di Blangpidie, 29 September 2025.
Pemuda Muhammadiyah Abdya menilai keputusan itu tidak mencerminkan jiwa kenegarawanan. Seorang pemimpin daerah, kata Ade, seharusnya hadir sebagai perekat bangsa, bukan menciptakan blokade yang merugikan rakyat dan mengikis kepercayaan publik.
Desakan Kepada Pemerintah
Dalam sikap resminya, Pemuda Muhammadiyah Abdya mendesak Gubernur Sumatera Utara segera mencabut larangan truk plat BL dan menggantinya dengan solusi berkeadilan yang berpihak pada kepentingan rakyat.
Selain itu, juga meminta Pemerintah Pusat, khususnya Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Perhubungan, segera turun tangan meluruskan kebijakan daerah agar tetap sejalan dengan konstitusi dan tidak merusak kohesi bangsa.
Pemuda Muhammadiyah Abdya turut mengajak masyarakat di Aceh maupun Sumut untuk menempuh jalur dialog, bukan konfrontasi, demi menjaga harmoni, solidaritas, dan integrasi nasional.
Ia juga mengingatkan bahwa ketahanan nasional bukan hanya soal pertahanan militer, tetapi juga stabilitas ekonomi, sosial, dan politik. “Kebijakan diskriminatif seperti ini adalah ancaman nyata terhadap fondasi persatuan bangsa,” tegas Ade.
Ade menutup pernyataannya dengan menekankan pentingnya kepemimpinan yang merangkul.
“Pemimpin sejati adalah perekat, bukan pemecah. Jangan biarkan jalan raya berubah menjadi tembok pemisah antar-daerah. Rakyat membutuhkan kepastian, keadilan, dan jaminan persatuan—bukan kebijakan emosional yang diskriminatif,” pungkas Ade.
Dalam pernyataannya, Pemuda Muhammadiyah Abdya menilai kebijakan itu gegabah dan diskriminatif. Jalan publik, kata Ade, tidak boleh diperlakukan eksklusif berdasarkan asal kendaraan. Hal tersebut dinilai bertentangan dengan prinsip kebangsaan dan semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Selain itu, larangan tersebut dinilai mengganggu ketahanan ekonomi karena berpotensi memutus jalur logistik Aceh–Sumut yang strategis. Akibatnya, harga kebutuhan pokok bisa naik, distribusi barang tersendat, dan aktivitas dagang rakyat lumpuh.
Ade juga menyebut kebijakan itu mengancam stabilitas sosial-politik. “Kebijakan sepihak dapat memicu keresahan, memperlebar sekat antar-daerah, dan menumbuhkan sentimen negatif yang berbahaya bagi persatuan nasional,” ungkapnya di Blangpidie, 29 September 2025.
Pemuda Muhammadiyah Abdya menilai keputusan itu tidak mencerminkan jiwa kenegarawanan. Seorang pemimpin daerah, kata Ade, seharusnya hadir sebagai perekat bangsa, bukan menciptakan blokade yang merugikan rakyat dan mengikis kepercayaan publik.
Desakan Kepada Pemerintah
Dalam sikap resminya, Pemuda Muhammadiyah Abdya mendesak Gubernur Sumatera Utara segera mencabut larangan truk plat BL dan menggantinya dengan solusi berkeadilan yang berpihak pada kepentingan rakyat.
Selain itu, juga meminta Pemerintah Pusat, khususnya Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Perhubungan, segera turun tangan meluruskan kebijakan daerah agar tetap sejalan dengan konstitusi dan tidak merusak kohesi bangsa.
Pemuda Muhammadiyah Abdya turut mengajak masyarakat di Aceh maupun Sumut untuk menempuh jalur dialog, bukan konfrontasi, demi menjaga harmoni, solidaritas, dan integrasi nasional.
Ia juga mengingatkan bahwa ketahanan nasional bukan hanya soal pertahanan militer, tetapi juga stabilitas ekonomi, sosial, dan politik. “Kebijakan diskriminatif seperti ini adalah ancaman nyata terhadap fondasi persatuan bangsa,” tegas Ade.
Ade menutup pernyataannya dengan menekankan pentingnya kepemimpinan yang merangkul.
“Pemimpin sejati adalah perekat, bukan pemecah. Jangan biarkan jalan raya berubah menjadi tembok pemisah antar-daerah. Rakyat membutuhkan kepastian, keadilan, dan jaminan persatuan—bukan kebijakan emosional yang diskriminatif,” pungkas Ade.
Posting Komentar