Alat ini Perkuat Pengawasan Illegal Fishing
Penangkapan ikan secara ilegal atau Illegal fishing merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh banyak negara di dunia termasuk Indonesia. Illegal fishing menyebabkan banyak kerugian baik dari aspek ekonomi, lingkungan, maupun sosial. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mengatasi permasalahan illegal fishing.
Salah satunya adalah dengan diperkuat oleh perangkat teknologi canggih yang dikenal dengan Vessel Monitoring System (VMS) atau Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP).
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan VMS merupakan salah satu sistem pengawasan kapal perikanan yang dimiliki pemerintah saat ini, untuk memantau pergerakan dan aktifitas kapal perikanan berbasis satelit. "Pergerakan kapal perikanan yang telah terpasang alat VMS akan dimonitor secara terus menerus, sehingga akan terdeteksi apabila ada pelanggaran penangkapan yang tidak sesuai ijin," ungkapnya.
Penggunaan VMS juga merupakan bentuk komitmen Indonesia memenuhi ketentuan internasional, regional, maupun nasional dalam hal konservasi dan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Sejak tahun 2003, VMS telah diterapkan dengan memasang alat pemancar atau transmiter pada kapal-kapal perikanan berukuran di atas 30 GT. Selain untuk mengetahui pergerakan kapal-kapal perikanan, VMS juga memastikan kepatuhan (compliance) kapal perikanan terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Untuk itu, berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42/PERMEN-KP/2015 tentang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan disebutkan bahwa setiap kapal perikanan berukuran lebih dari 30 GT yang beroperasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) dan di laut lepas wajib memasang transmiter VMS. Hal ini sangat penting diterapkan untuk mendukung terwujudnya kelestarian sumber daya perikanan, sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat.
Penyelenggaraan VMS di Indonesia melibatkan 3 (tiga) pihak, yakni pemerintah, dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) KKP, sebagai penyelenggara dan hanya menyediakan sistem saja, dan tidak menyediakan transmiter dan layanan jasa satelit, Pelaku Usaha/Pemilik kapal perikanan, selaku Pengguna, dan Penyedia, yaitu perusahaan yang menyediakan transmiter VMS dan layanan jasa satelit. Transaksi pembelian transmiter VMS dan pembayaran jasa layanan satelit berupa airtime dilakukan langsung antara pihak Pengguna dengan pihak Penyedia.
Pihak Pengguna dapat memilih Penyedia sesuai dengan keinginannya. Penyelenggara hanya merekomendasikan para Penyedia yang dapat dipilih, yang telah memenuhi persyaratan administrasi dan teknis untuk melayani penyediaan tansmiter VMS dan pembayaran airtime.
Adapun pemasangan transmiter VMS dilakukan oleh Penyedia atau Pengguna, karena secara teknis relatif mudah dilakukan. Pengawas Perikanan akan menerbitkan Surat Keterangan Pemasangan Transmiter (SKAT) VMS, bagi kapal-kapal perikanan yang telah memasang/dipasang transmiter VMS.
Selain itu, VMS juga bermanfaat bagi perusahaan perikanan/pemilik kapal. Diantaranya untuk mengetahui posisi, pergerakan dan aktivitas armada kapal perikanan, meningkatkan efisiensi dalam melakukan usaha penangkapan ikan, menjamin kelangsungan usaha penangkapan ikan yang kondusif, serta penyelamatan (save and rescue) terhadap kapal perikanan yang menghadapi masalah di laut.
Untuk itu, perusahaan perikanan/pemilik kapal berhak memperoleh layanan akses pemantauan kapal perikanan miliknya dan/atau yang menjadi tanggungjawabnya melalui laman website VMS atau melalui pesan singkat. Selain itu, pengguna VMS juga berhak memperoleh informasi atas keberadaan kapal perikanan miliknya. Melalui akses yang diperoleh pengguna VMS dapat mengetahui keberadaan lokasi kapal pada saat keadaan force majeure, mengetahui perilaku curang nakhoda dengan menjual ikan dilaut tanpa diketahui pemiliknya, dan pemilik kapal dapat mengingatkan nakhoda apabila melakukan pelanggaran.
Data yang dihasilkan dari VMS juga dapat digunakan untuk kepentingan penelitian dan pengawasan yang dilakukan oleh stakeholder, diantaranya Regional Fisheries Management Organization (RFMO), Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut, Kepolisian RI (Polair), dan Badan Keamanan Laut (BAKAMLA). Ke depan, KKP akan terus berupaya memperkuat sistem pemantauan baik melalui teknologi informasi maupun bersinergi dengan instansi terkait lainnya, guna mendukung pemerintah dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. (*)