Satu Petani Kendeng Meninggal Dalam Aksi Tolak Pabrik Semen
Sejak Senin 13 Maret 2017, warga pedesaan di kawasan bentang alam karst Kendeng memulai aksi kolektif untuk memprotes pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menanggapi penolakan warga kawasan Kendeng terhadap rencana pendirian dan pengoperasian pabrik Semen milik PT Semen Indonesia di Rembang dan semen lainnya di pegunungan Kendeng.
Termasuk dalam ketidakbecusan tersebut antara lain adalah pengambilan keputusan dan tindakan yang mempermainkan hukum, termasuk mengecilkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang membatalkan izin Lingkungan dan mengganggu usaha warga untuk mendapatkan keadilan atau membiarkan berlangsungnya gangguan dari pihak lain.
Sejak awal, seluruh peserta aksi #DipasungSemen2 didampingi dan dimonitor selalu oleh tim dokter yang siaga di YLBHI dan di lokasi aksi. Aksi protes berlangsung setiap hari, dimulai dari siang sampai sore, dengan fasilitas sanitasi lapangan dan peneduh. Pada sore hari peserta aksi pulang ke tempat beristirahat dan menginap di YLBHI Jalan Diponegoro Jakarta.
Kamis, 16 Maret 2017, datang menyusul kurang-lebih 55 warga dari kabupaten Pati dan Rembang untuk bergabung melakukan aksi pengecoran kaki dengan semen. 20 dari yang datang mulai ikut mengecor kaki di hari Kamis tersebut. Bu Patmi adalah salah satu dari yang mengecor kaki dengan kesadaran tanggung jawab penuh. Beliau datang sekeluarga, dengan kakak dan adiknya, dengan seizin suaminya.
Senin sore, 20 Maret 2017, perwakilan warga diundang Kepala Kantor Staf Presiden, Teten Masduki untuk berdialog di dalam kantor KSP. Pada pokoknya, perwakilan menyatakan menolak skema penyelesaian konflik yang hendak digantungkan pada penerbitan hasil laporan KLHS yang sama tertutupnya dan bahkan sama sekali tidak menyertakan warga yang bersepakat menolak pendirian pabrik semen PT Semen Indonesia dan pabrik semen lainnya di Pegunungan Kendeng tersebut.
Senin 20 Maret 2017, pada malam hari, diputuskan untuk meneruskan aksi tetapi dengan mengubah cara. Sebagian besar warga akan pulang ke kampung halaman, sementara aksi akan terus dilakukan oleh 9 orang. (Alm) Bu Patmi (48) adalah salah satu yang akan pulang sehingga cor kakinya dibuka tadi malam, dan persiapan untuk pulang di pagi hari.
Bu Patmi sebelumnya dinyatakan sehat dan dalam keadaan baik oleh dokter. Kurang lebih pukul 02:30 dini hari (Selasa, 21 Maret 2017) setelah mandi, Bu Patmi mengeluh badannya tidak nyaman, lalu mengalami kejang-kejang dan muntah. Dokter yang sedang mendampingi dan bertugas segera membawa bu Patmi ke RS St. Carolus Salemba. Menjelang sampai di RS, dokter mendapati keadaan bahwa bu Patmi telah meninggal dunia. Pihak RS St. Carolus menyatakan bahwa bu Patmi meninggal mendadak pada sekitar Pukul 02.55 dengan dugaan jantung. Innalillahi wa inna lillahi roji'un.
Pagi ini jenazah almarhumah Bu Patmi dipulangkan ke desa Larangan, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati untuk dimakamkan di desanya. Dulur-dulur kendeng juga langsung pulang menuju Kendeng.
Kami segenap warga-negara Republik Indonesia yang ikut menolak pendirian pabrik semen di Pegunungan Kendeng berduka atas kematian bu Patmi dalam aksi protes penolakan di seberang Istana Presiden ini.
Kami juga ingin menegaskan kekecewaan kami yang mendalam terhadap tumpulnya kepekaan politik para pengurus negara, termasuk pengingkaran tanggung-jawab untuk menjamin keselamatan warga-negara dan keutuhan fungsi-fungsi ekologis dari bentang alam pulau Jawa, khususnya kawasan bentang alam karst Kendeng.
Sungguh ironis, bahwa di satu pihak pemerintah Republik Indonesia menggembar-gemborkan itikad dan tindakan untuk ikut menjadi resolusi sejati dari krisis perubahan iklim dan hilangnya keragaman hayati, menegakkan hukum dan melakukan pembangunan dari pinggiran.
Kematian Bu Patmi menjadi saksi bagi seluruh dunia, bahwa warga masyarakat Indonesia masih harus menyatakan sikapnya sendiri karena tidak adanya pembelaan sama-sekali dari pengurus kantor-kantor pemerintah yang seharusnya mengurus nasib warga negara.
Kami juga menyampaikan kepada kalangan berpendidikan tinggi yang justru memilih peran sebagai juru-sesat untuk mengaburkan duduk-perkara masalah yang tengah dilawan oleh warga kawasan bentang alam karst Kendeng, termasuk oleh sebagian pengurus media massa.
Koalisi Untuk Kendeng Lestari