Diskusi dengan IPA, Menteri Jonan: Tidak ada yang dapat Memperkirakan Harga Minyak

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan didampingi Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, hari Senin (10/4) malam, mengadakan pertemuan dengan anggota Indonesian Petroleum Association (IPA) untuk mendiskusikan perkembangan usaha minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia. Pertemuan ini difasilitasi dan dilaksanakan di Kementerian ESDM dalam rangka untuk penyampaian upaya-upaya telah dilakukan oleh Pemerintah untuk meningkatkan iklim investasi migas.

Saat memulai diskusi, Menteri Jonan menyampaikan bahwa iklim investasi migas juga dipengaruhi oleh harga minyak dunia. Padahal harga minyak dunia sangat bergantung oleh faktor eksternal, tidak ada orang maupun organisasi yang dapat mengendalikannya. "Tidak ada satu orang pun yang hadir dalam pertemuan ini dapat memperkirakan harga minyak dunia," tegas Menteri Jonan.

Untuk mengantisipasi ketidakpastian harga minyak, maka sudah menjadi keniscayaan bahwa industri hulu migas harus efisien dan kompetitif dalam melaksanakan kegiatan operasinya.

 "Untuk mengantisipasi ketidakpastian, industri hulu migas harus melakukan efisiensi besar-besaran agar kompetitif. Ini adalah semangat kami juga kontraktor tentunya. Kami terjemahkan itu dalam kebijakan gross split, prinsip fairness," imbuh Menteri Jonan. 

Senada dengan Menteri ESDM, Wamen Arcandra menambahkan bahwa kebijakan gross split mengedepankan prinsip fairness dan manajemen resiko dari industri hulu migas. Skema gross split juga meminimalisir resiko ketidakpastian harga minyak.

"Resiko terbesar industri migas salah satunya adalah harga minyak. Kalau harga minyak lebih rendah dari yang diharapkan maka akan ada tambahan split bagi kontraktor higga 7,5%, begitu pula sebaliknya jika harga minyak lebih tinggi, maka Pemerintah yang akan mendapatkan tambahan split. Artinya Pemerintah dan Kontraktor mempunyai resiko yang sama. Share the pain, share the gain," jelas Wamen Arcandra.

PSC gross split membuat proses procurement dan eksekusi proyek di lapangan lebih cepat dan efisien. "Penghematan atau efisiensi waktu proyek bisa mencapai 25%. Ada suatu proyek migas, dengan PSC cost recovery akan memakan waktu selama 105 bulan, tapi jika menggunakan PSC gross split hanya butuh 83 bulan. Bagaimana bisa demikian, karena dalam PSC cost recovery, proses Pre-FEED bisa 20 bulan, dengan dual FEED bisa mencapai 40 bulan termasuk Pra Qualification (PQ), lalu ada proses Authorization For Expenditure (AFE) oleh SKK Migas, evaluasi FEED untuk dual FEED, dan Engineering Procurement Construction (EPC) yang memakan banyak waktu. Dengan skema gross split, banyak proses yang bisa dihilangkan. Proses FEED dan EPC bisa dilakukan dalam satu kali tender. Akan jauh menghemat waktu," ungkap Wamen Arcandra.

"Untuk contoh rill proyek lainnya, jika menggunakan skema gross split, dan menghapus proses lelang pengadaan Pre-FEED hingga FEED, atau FEED hingga EPC. Proses tersebut dapat menghemat 30 bulan, hampir 3 tahun. Berapa biaya yang dapat dihemat atas efisiensi proses tersebut," tambah Arcandra.

Untuk menjaga keberlangsungan investasi pada wilayah kerja yang akan habis masa berlakunya, Menteri Jonan menerangkan bahwa Kementerian ESDM telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 tahun 2017 tentang Mekanisme Pengembalian Investasi pada Kegiatan Usaha hulu Migas. "Saya (pada saat itu) mendorong keras agar peraturan ini segera selesai, agar investasi terus berlangsung dan operasi migas tetap berjalan optimal," ungkap Jonan.

Dengan kepastian tersebut maka, keberlangsungan investasi oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tetap berjalan optimal. Kegiatan usaha penunjang juga dapat terus berlanjut, sehingga iklim investasi tetap terjaga.

Wakil Kepala SKK Migas, Zikrullah menambahkan, dengan skema gross split, aturan mengenai proses procurement otomatis menjadi lebih sederhana, meskipun tetap ada aturan dari Pemerintah yang harus diikuti seperti misalnya Peraturan Menteri ESDM terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

"Ada beberapa keleluasaan pada KKKS, tentunya pengadaan menjadi bagian yang harus dilakukan KKKS itu sendiri. Walaupun juga tidak berarti tidak ada aturan sama sekali, tetap ada guide, tapi minim sekali. Karena memang nanti dengan gross split tentunya sebagian besar pengadaan akan dilakukan oleh KKKS bahkan tidak perlu persetujuan ke SKK Migas. Terkait TKDN kan ada ketentuan Peraturan Menteri juga tentunya peraturan-peraturan harus tetap dijalankan walaupun nanti sebetulnya mungkin tidak dalam bentuk PTK (Pedoman Tata Kerja) SKK Migas lagi. PTK diberlakukan bagi yang masih menggunakan ketentuan cost recovery," jelas Zikrullah.

Pemerintah terus membuat iklim investasi lebih menarik. "Kami menjawab competitivines yang merupakan keraguan para peserta diskusi, banyak peraturan yang kita coba untuk pangkas dan mengabungkannya. Dari 104 perizinan migas yang kita miliki menjadi 6 perizinan di tahun 2017 dengan menerbitkan Peraturan Menteri. Kita akan mendorong competitiveness dan membantu dunia usaha dengan penyederhaaan perizinan," jelas Wamen Arcandra.

Mengakhiri acara diskusi ini, Menteri Jonan mengharapkan kepada seluruh peserta agar bisnis migas ini menjadi lebih baik dan efisien dalam berbagai prosesnya. "Kita mengharapkan bisnis migas ini terus tumbuh, kita bersama-sama menghadapi situasi dunia migas ini agar lebih baik. Industri migas harus lebih kompetitif," tutup Jonan. (*)

Sumber: Humas ESDM
Foto: Courtesy Google