Bulog "Mandul" Jaga Kedaulatan Pangan

SUDAH sangat jelas, di awal tahun 2017 Presiden Jokowi memberikan arahan yang sangat keras kepada Bulog untuk menjaga kedaulatan pangan dengan menyerap gabah petani minimal 4 juta ton (setara beras) dalam waktu 6 bulan yakni Maret hingga Agustus 2017.

Tentunya, arahan ini merupakan cambuk bagi Bulog agar lari kencang mewujudkan kedaulatan pangan, khususnya menjaga dan makin mengokohkan stok atau cadangan beras nasional.

Selanjutnya, catatan yang tak kalah penting, arahan Presiden Jokowi ini dimaksudkan agar Bulog terus menjaga prestasi di tahun 2016 yakni Indonesia berhasil menyetop keran impor beras. Begitu pun di tahun 2017, pemerintah tetap menutup impor beras. Malah, dapat dipastikan, di tahun 2017 Presiden Jokowi menginginkan beras Indonesia mampu menguasai pasar dunia.

Akan tetapi harus diakui, arahan Presiden Jokowi ini bak peluru kosong. Tidak membuat Bulog untuk merespon secara serius dan kerja-kerja-kerja. Bulog milih kerja biasa-biasa saja atau asal-asalan.

Faktanya, kita buka dengan jelas data realisasi Serap Gabah (Sergab) tanggal 1 hingga 16 Mei 2017. Tercatat hingga per 16 Mei 2017, serapan gabah petani hanya sebesar 145.630 ton setara beras. 

Miris memang, kinerja Sergab Bulog tersebut sangat buruk karena jauh lebih rendah atau anjlok 50 persen dibandingkan bulan dan periode sebelumnya. Pada bulan Maret 2017 Bulog mampu menyerap gabah 425.555 ton dan April sebesar 424.065 ton setara beras. Demikian juga pada April tahun 2016, Bulog mampu menyerap gabah lebih banyak yakni mencapai 649.780 ton dan hingga 16 Mei 2016 mencapai 283.904 ton.

Tak heran, saat ini petani sedang menjerit karena sedang panen, harga anjlok di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Ini karena Bulog 'mati' tidak turun menyerap gabah petani. Para tengkulak dengan sewenang-wenangnya membeli gabah petani dengan harga yang murah. 

Mengutip berita yang dimuat pilarpertanian.com (19/5/2017), menyebutkan Udin Saefudin, petani di Kampung Koleberes, Kelurahan Dayeuhluhur, Kecamatan Warudoyong, Sukabumi mengungkapkan turunnya harga gabah memang sudah menjadi tren ketika musim panen. Harga gabah saat ini turun sampai Rp 1.000 per kilogram. Padahal, harga gabah sebelumnya Rp4.200 per kilogram, akan tetapi saat ini hanya Rp3.200 per kilogram. 
Demikina juga yang dialami Jufri, petani di Karawang, Jawa Barat mengeluhkan tidak hadirnya Bulog di tengah musim panen berlangsung. Padahal, turunya Bulog di lapangan sangat penting karena harga gabah sedang anjlok.

Buruknya kinerja Bulog membuat Pakar Pertanian pun ikut prihatin. Ketua Umum KTNA Nasional, Winarno Tohor mengatakan kinerja Bulog saat ini sangat ironis dan mencederai amanah Presiden Jokowi untuk menjaga kedaulatan pangan dengan menyerap gabah petani minimal 4 juta ton setara beras dalam waktu 6 bulan yakni Maret hingga Agustus 2017. Ia mengingatkan agar Bulog jangan main-main, karena ini menyangkut kedaulatan pangan dan ketahanan negara.

Padahal di sisi lain, Kementerian Pertanian telah lari kencang bak Kuda Pacuan Bima untuk meningkatkan produksi beras. Kementerian Pertanian telah menggelontorkan bantuan secara besar-besaran dan gratis kepada petani di seluruh Indonesia. Bantuan tersebut berupa alat mesin pertanian, benih unggul, pupuk, pompa air dan Kementerian Pertanian pun telah mulai menerapkan teknologi citra satelit untuk memantau perkembangan pertanaman di seluruh Indonesia. Teknologi mendorong pemerintah bergerak lebih cepat menyelesaikan permasalahan tanaman dan petani.

Selain itu, terobosan Kementerian Pertanian yang perlu diapreasisi juga yakni membangun lumbung pangan di perdesaan dan kawasan perbatasan. Akan hal ini, untuk menjamin peningkatan produksi di seluruh kawasan Indonesia, di tahun 2017 Kementerian Pertanian bekerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait membangun 30 ribu embung.

Ada Apa Dengan Bulog

Jika disimpulkan secara sederhana, tentunya wajar kekhawatiran publik dibalik dari apa yang ditorehkan Bulog saat ini. Pertanyaanya apa saja kekhawatiran itu?.

Pertama, jangan-jangan Bulog sengaja tidak optimal menyerap gabah petani agar bisa kembali mengimpor beras. Hal ini wajar, karena roh yang miliki Bulog saat ini setelah menjadi perusahan umum negara, dituntut untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Bulog tidak lagi sesuai dengan tujuan awal. Bulog sebagal satu-satunya lembaga negara yang bertugas menyediakan stok pangan nasional dan menjaga stabilitas harga.

Kedua, para tengkulak yang leluasa hadir di tengah petani membeli gabah dengan murah merupakan jaring laba-labanya Bulog. Ini merupakan fenomena klasik, agar Bulog tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga dan biaya sehingga dapat meraup keuntungan besar tanpa lelah.

Oleh karena itu, kinerja Bulog saat ini merupakan ancaman atau duri dalam daging bagi pemerintah yang begitu tinggi komitmennya mewujudkan kedaulatan pangan khususnya beras. Pemerintah harus cepat mengambil kebijakan afirmatif bahkan kebijakan yang dianggap keras tetapi sebagai faktor kunci untuk memperkokoh ketahanan beras nasional dan beras Indonesia bisa menjadi raja di pasar dunia.

Kebijakan tersebut yakni Presiden Jokowi tidak lagi memberikan kesempatan kepada para jajaran direksi saat ini untuk menahkodai Bulog. Presiden Jokowi langsung saja mencopot dengan menggantikannya dari orang-orang yang serius, ulet dan bekerja benar-benar demi merah putih. Bukan sosok yang sudah menjalin hubungan mesra atau kontrak dengan para mafia pangan.



Oleh Rico Simanjuntak
Alumni Sosial Ekonomi Pertanian IPB