Era Hamdan, Keluarga Besar Syarikat Islam Berkumpul
Syarikat Islam (SI) sebagai organisasi pergerakan tertua pada Jum'at (16/5) di bilangan Menteng, Jakarta Pusat menggelar buka puasa bersama dan Peringatan 101 tahun Pidato HOS Tjokroaminoto tentang Zelf Bestuur (pemerintahan sendiri--red).
Pada acara itu tampak pula hadir keturunan tokoh-tokoh sentral SI, di antaranya Aulia Tahkim cicit HOS Tjokroaminoto (cucu Anwar Tjokroaminoto--red), Agus Tanzil Sjahroezah cucu H. Agus Salim, artis Titi Qadarsih putri Mohammad Sarjan.
Selain membacakan puisi kebangsaan, mereka dalam sambutannya mengapresiasi bangkitnya pergerakan SI di tengah situasi memudarnya nilai persatuan kebangsaan Indonesia yang sekarang di komandoi oleh Hamdan Zoelva mantan Ketua Mahkamah Konstitusi.
Tampak hadir dalam acara tersebut Penasehat SI Sumatera Selatan yang juga mantan Kabareskrim Komjen Pol (Purn) Susno Duadji, mantan Aster Panglima TNI Mayjen TNI (Purn) Suprapto yang menjabat Ketua SI DKI Jakarta, mantan Anggota DPR Sjafruddin Harahap, budayawan Syamsuddin CH. Haesy dan Valina Sinka eks anggota KPU.
Pada puncak acara ditutup dengan pidato Ketua Umum SI Hamdan Zoelva yang mengajak seluruh kaum SI untuk merefleksikan pidato HOS Tjokroaminoto 101 tahun yang lalu mengenai arti pentingnya pemerintahan sendiri (zelf bestuur) yang disampaikan dalam Kongres Nasional SI di Bandung.
Menurut HOS Tjokroaminoto: "Betapa pentingnya cita-cita persatuan dari seluruh nusantara, kita ciptakan suatu jenjang yang akan dinaiki guna mewujudkan suatu "natie". Dengan perkataan nasional, kita bermaksud bahwa SI menuju ke arah persatuan yang tegas dari semua golongan bangsa Indonesia yang harus dibawa setinggi "natie".
Lambat laun dengan jalan evolusi, berjuang mencapai pemerintahan sendiri (zelf bestuur) sekurang-kurangnya memperjuangkan agar bangsa Indonesia dapat ikut serta dalam urusan pemerintahan di tanah airnya".
Hamdan Zoelva menekankan, bagi kaum SI nasionalisme merupakan bagian penting dari tuntutan dan perjuangan SI sejak awal berdirinya hingga sekarang dan ke depan. Nasionalisme yang diyakini oleh SI adalah nasionalisme bukan berdasarkan prinsip-prinsip materialisme, bukan pula nasionalisme yang sempit (chauvinistic) dan membabi buta.
Nasionalisme yang dibangun yang berlandaskan nilai-nilai religiusitas sebagai manifestasi prinsip ketuhanan. Selain itu, nasionalisme yang SI bangun menerima keberagaman sebagai sunatullah yang selalu ada dan tidak bisa dihapuskan.
"Justru dengan keberagaman itu, kita dituntut untuk saling kenal mengenal, saling menghormati satu sama lain yang akan memperkuat persatuan kita guna mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, cinta tanah air, musyawarah, dan keadilan sosial," tutur Hamdan.