Syarikat Islam: Hilangkan Ego Individual, Sektoral dan Temporal


Seabad lebih setahun pidato pemuka Syarikat Islam HOS Tjokroaminoto dikumandangkan dan telah menjadi dokumen penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa ini, saat ini tetap terasa relevansinya. 

Jelang National Congress Cometee Centraal Sarekat Islam, 16 Juni 1916, di Bandung, HOS Tjokroaminoto menyampaikan pesan tentang mendesaknya kaum pribumi Hindia Timur menuntut sebuah pemerintahan sendiri (Zelfbestuur). Zelfbestuur adalah suatu konsep otonomi yang menjadi
pijakan dan titik tolak bergulirnya misi diplomatik perjuangan kemerdekaan Indonesia di kemudian hari.

Saat itu negeri yang masih berada dalam pemerintahan kolonial ini mengalami puncak penderitaan akibat diskriminasi sosial, politik, dan ekonomi. Syarikat Islam saat itu hadir menyampaikan dua hal
sekaligus; gugatan dan panduan. Gugatan terhadap ketidakadilan dalam sistem politik kolonial, sedangkan panduan diberikan kepada rakyat dalam upaya menuntut penghapusan diskriminasi terutama di sektor politik dan ekonomi.

Usai pidato HOS Tjokroaminoto tersebut, pemerintah Hindia Belanda semakin memperhitungkan kekuatan diplomatik para tokoh bangsa Indonesia. Perlawanan politik para pejuang bangsa tersebut berhasil mendesak pemerintah kolonial untuk memberi tempat kepada kaum pribumi untuk berpartisipasi dalam sebagian proses pengambilan kebijakan publik.

Namun yang terpenting dari semua itu adalah munculnya semangat persatuan yang mampu mengesampingkan segala perbedaan serta meletakkan kepentingan sektoral demi sebuah kepentingan
bersama, Indonesia Merdeka! Bukan tidak banyak perbedaan pendapat di kalangan tokoh pergerakan saat itu, namun bersatu untuk sebuah tekad merdeka menjadi modal sosial paling berharga yang tidak dapat disetarakan dengan modal apapun. Modal inilah yang bergulir kencang hingga bangsa ini terhantar hingga pintu gerbang kemerdekaannya.

Zelfbestuur sebagai tuntutan yang telah berlalu 101 tahun itu kini hendak diuji lagi. Suasana kebangsaandi alam demokrasi saat ini kian dinamis. Pergesekan antar elemen sosial kian nyata dan tak dapat ditutupi. Pada saat inilah kekuatan-kekuatan politik dan kemasyarakatan perlu menjawab pertanyaan, “Apakah tekad bersatu dan semangat kebangsaan Indonesia masih ada di dalam platform gerakan sosial, politik, dan ekonomi kita?”

Pertanyaan ini amat penting terjawab melalui bukti nyata dalam tiap- tiap tampilan praktik politik kebangsaan Indonesia sekarang ini dan di masa mendatang sebab bangsa ini sedang menghadapi sebuah tantangan yang tak jauh berbeda dengan persoalan kebangsaan Indonesia di masa kolonial. Persoalan tersebut, bernama ketidakadilan dan ketimpangan sosial.

Menjawab tantangan bangsa sudah seyogyanya dilakukan dengan mengajukan modal perjuangan yang kompatibel. Oleh sebab itu persatuan dan semangat kebangsaan yang kokoh perlu dirajut kembali sebagai modal perjuangan untuk mencapai kemandirian rakyat dan bangsa Indonesia secara hakiki.

Kegagalan dalam merajut persatuan dalam semangat kebangsaan yang kokoh adalah jalan untuk menarik mundur bangsa ini ke era penjajahan. Inspirasi persatuan dan kebangsaan Indonesia yang lahir dari penyataan tuntutan Zelfbestuur itu adalah
keberhasilan mengurai prinsip-prinsip nasionalisme dan keislaman. Pergerakan yang dibangun Syarikat Islam berhasil menyatupadukan konsep keislaman dengan semangat kebangsaan atau nasionalisme.

Nasionalisme sebagai sebuah konsep yang diyakini dapat menjadi alat melawan kolonialisme, maka semangat keislaman ditampilkan sebagai driving forces yang efektif. Tak ada pertentangan antara cita-
cita Islam dengan kebangkitan rakyat dalam sebuah bingkai nasionalisme Indonesia.
Dengan demikian, pada momentum peringatan 101 tahun pernyataan Zelfbestuur tersebut, DPP Syarikat
Islam merasa terpanggil untuk mengingatkan kembali bangsa ini akan pentingnya penguatan modal kebangsaan yang dulu telah secara gemilang berhasil mengakhiri penjajahan klasik.

Kini penjajahan modern harus dihadapi secara tepat dengan kembali menguatkan persatuan dan merajut semangat
kebangsaan dengan cara mengesampingkan kepentingan-kepentingan individual, sektoral, lokal,
temporal, menjadi sebuah kebersamaan yang tangguh dalam kepentingan nasional yang satu.

Penulis:
Aulia Tahkim Tjokroaminoto
DPP Syarikat Islam