KSPI Tolak Perppu Pembubaran Ormas



Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak terbitnya disahkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas). Sebab keberadaan Perppu ini mengancam kebebasan berserikat bagi masyarakat sipil.

Tidak hanya itu, keberadaan Perppu ini juga dinilai bisa menjadi pintu masuk kembalinya rezim otoriter. Demikian disampaikan Presiden KSPI Said Iqbal di Jakarta, hari ini.

Lebih lanjut, Iqbal menegaskan, bahwa keberadaan Perppu ini akan menghambat gerakan sipil – termasuk gerakan buruh -- dalam meperjuangan hak-haknya. Hal ini, karena, dengan adanya Perppu Ormas ini, Pemerintah akan dengan mudah bisa membubarkan Ormas yang dianggap tidak sejalan dengan kepentingan dan kemauan pemerintah.  "Wewenang pemerintah untuk membubarkan ormas secara sepihak bertentangan dengan prinsip negara hukum," katanya.

Iqbal menilai, tidak menutup kemungkinan Pemerintah juga membubarkan serikat buruh tanpa melalui proses pengadilan. Lebih lanjut pria yang juga menjadi Governing Body ILO ini menegaskan, arogansi kekuasaan tercium sangat kuat dalam Perppu Ormas ini.

Sekedar mengingatkan, saat masih berupa RUU, KSPI dan buruh Indonesia sudah ikut mengawal pembahasan RUU Ormas. Saat itu buruh berpendapat, RUU Ormas kala itu menutup kebebasan masyarakat sipil karena yang mendapat represi adalah kelompok buruh dan rakyat adat, sebab bisa jadi setiap tuntutan mereka akan disebut sebagai ancaman keamanan nasional. Karena itulah, kata Said Iqbal, ketika kemudian diterbitkan Perppu Ormas yang berpotensi mengekang kebebasan berserikat dan berekspresi, maka KSPI akan bergerak kembali.

KSPI mendukung upaya pemerintah memberantas paham radikalisme, terorisme, dan segala hal yang bertentangan dengan idiologi Pancasila. Tetapi tidak dengan menerbitkan Perppu Ormas. Karena tuduhan seperti itu harus dibuktikan terlebih dahulu di pengadilan.

KSPI juga menilai bahwa keberadaan Perppu Ormas tidak tepat. “Pemerintah seperti kurang kerjaan dengan menerbitkan Perppu Ormas. Ditengah kelesuan ekonomi dan menurunnya daya beli masyarakat akibat upah murah (dikarenakan terbitnya PP 78/2015), sehingga mengancam PHK besar-besaran di sektor ritel seperti 7-eleven dan Hypermart, dan tidak menutup kemungkinan potensi PHK pekerja ritel di Hero, Ramayana, hingga Giant,” jelas Iqbal.

Alih-alih mencari solusi penyelesaian, Pemerintah malah mengeluarkan Perppu Ormas yang tidak bermanfaat bagi masyarakat untuk saat ini. “Di tengah menumpuknya hutang pemerintah yang semakin menggunung dan kelesuan ekonomi, seharusnya pemerintah fokus pada masalah ini. Bukan malah melakukan pengalihan isu, dengan mengeluarkan Perppu Ormas.”

Sementara itu, banyaknya perusahaan yang melakukan PHK dan tidak membayar THR seperti PT Smelting di Gresik dan PT Freeport di Papua. Terkait kasus ini pun tidak ada penyelesaian oleh Menteri Ketenagakerjaan. Termasuk pengusiran terhadap TKI di Malaysia, dan mahalmya gas industri di sektor keramik yang berdampak pada PHK besar-besaran di industri keramik. “Seharusnya permasalahan inilah yang dikedepankan pemerintah, ketimbang mengeluarkan Perppu Ormas,” tegas Iqbal.

“Buruh dan rakyat kecil tidak butuh Perppu Ormas, yang dibutuhkan adalah jangan menaikan tarif listrik 900 Va, jangan menaikkan harga gas industri, jangan menaikkan harga BBM, cabut PP 78/2015 dan naikkan daya beli agar industri ritel tidak kolaps,” pungkasnya.

Lahirnya Perppu berkaitan dengan pembubaran ormas ini menjadi bukti jika pemerintahan Jokowi gagal mewujudkan kesejahteraan rakyat dan kemudian menjadi panik dan paranoid, takut dikritik oleh rakyatnya sendiri.