Penipuan Lewat Telepon oleh WNA Marak, ini Penjelasan Kabareskrim Ari

Kejahatan lintas negara atau Transnational Crime merupakan kejahatan yang tak boleh dipandang sebelah mata. Terlebih lagi saat dunia kini sudah mulai lebih serius memasuki masa pengolahan 'Big Data'. Dengan komputerisasi dan tentu saja terkoneksi dengan dunia maya alias internet, sindikat kejahatan lintas negara tambah merajalela, ditopang data-data yang terlanjur berserakan bernama 'Big Data' yang salah satunya tersimpan di dunia maya.

"Ini merupakan tantangan bagi seluruh masyarakat dunia, tak terkecuali bangsa Indonesia," kata Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Pol. Ari Dono Sukmanto dalam keterangan persnya, Minggu (30/07/2017).

Ari melanjutkan, kejahatan yang melibatkan Warga Negara Asing yang terungkap oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu (DitTipidTer) Bareskrim Polri membuktikan bahwa dunia tengah tertantang untuk memberantas kejahatan lintas negara ini hingga ke akarnya.

"Kasus penipuan melalui telepon atau phone fraud yang melibatkan WNA jadi bukti bahwa percepatan untuk mengantisipasi kejahatan lintas negara yang salah satunya melibatkan tekhnologi informatika itu mesti segera terwujud. Sebabnya, lokasi kejahatan modern sejenis itu tidak lagi mengenal batas negara. Terlebih lagi jika para sindikat itu melihat celah potensi melakukan aksinya karena negara tersebut masih kurang up to date regulasinya terkait transnational crime. Terlebih lagi jika ada perspektif yang memandang bahwa kejahatan ini sekedar tindak pidana remeh," papar Ari.

"Selain itu, otoritas-otoritas yang berkepentingan dengan kepemilikan data di Indonesia mesti kembali mengetatkan regulasi penyimpanan data milik mereka. Provider telepon, misalnya, yang secara regulasi mewajibkan pemilik SIM Card telepon genggam untuk mengisi identitas. Atau juga bank hingga leasing yang pastinya selalu bersentuhan dengan data nasabah," lanjut Ari.

Berdasarkan data, Indonesia sudah memiliki perangkat antisipasi bagi masyarakat yang merasa hendak ditipu melalui telepon. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), misalnya, mempersilahkan masyarakat untuk melaporkan dengan menghubungi layanan FCC (Financial Customer Care) OJK di nomor telepon 1-500-655 atau kirim screen capture SMS palsu tersebut via email ke alamat: konsumen@ojk.go.id.

Di sisi ini, Ari melihat, sebenarnya tindak pidana penipuan melalui telepon ini sangat serius juga kerap terjadi di Indonesia. 

"Artinya, kejahatan yang kerap dianggap remeh itu sebenarnya sangat serius. Buktinya sindikat itu mau mengeluarkan modal untuk melakukan kejahatannya dengan pindah lokasi di negara lain. Tentunya agar tak langsung terdeteksi. Meski saat telah tertangkap, Indonesia pasti mendeportasi mereka agar menghadapi jerat hukum yang tegas di negaranya masing-masing," ujar Ari.

"Beruntung, sudah banyak masyarakat Indonesia tak lagi mudah tertipu dengan jebakan penipuan sejenis ini. Bahkan kalau menelusuri di dunia maya, saat ini justru masyarakat Indonesia sudah mampu melawan sindikat ini. Beberapa juga malah melawan balik para pelakunya. Mungkin masyarakat negara-negara lain mesti belajar pada kita dalam menghadapi kejahatan sejenis ini," tambah Ari.

Seperti diketahui, Tim Gabungan Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri baru saja mengungkap kejahatan penipuan melalui telepon atau phone fraud. Empat lokasi di Indonesia menjadi titik mereka melakukan kejahatannya yaitu Surabaya, Jakarta, Bali, Batam.

Sindikat ini berasal dari China dan Taiwan. Modusnya, dengan menggunakan data-data nasabah bank di China dan Taiwan, sindikat itu menghubungi para korban. Lalu mereka menyamar seolah-olah dari instansi penegak hukum di Taiwan. 

Para sindikat itu ada yang berperan sebagai polisi, jaksa atau petugas bamk. Kemudian para pelaku ini mengatakan kepada korban bahwa si korban sedang diselidiki karena terkait kasus pidana. Setelah para korban ketakutan, maka para sindikat ini meminta sejumlah uang agar dikirimkan kepada mereka. Tujuannya untuk menghentikan kasus pidana yang seolah-olah sedang mereka lakukan. (**)