Prof Yusni Sabi: Melawan Radikalisme dan Terorisme Adalah Ibadah
Badan Koordinasi Mahasiswa Islam (BADKO HMI) Aceh mengadakan diskusi publik dalam rangkaian peringatan 72 tahun kemerdekaan Indonesia dengan tema menjaga Kebhinnekaan dan Toleransi Indonesia. Selasa, 22 Agustus 2017.
Diskusi yang menfokuskan pada kajian Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas tersebut menghadirkan tiga narasumber, yaitu Prof. Drs Yusni Sabi Ph.D, Tgk H Faisal Ali, dan Kurniawan SH, L.MM.
Ketua Umum BADKO HMI Aceh, Mirza Fanzikri M.Si dalam sambutannya menyampaikan kegiatan ini selain dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Republik ini juga sebagai diskusi rutin yang sifatnya kegiatan dua bulanan. Tujuannya sebagai wadah aktualisasi kader dan mahasiswa dalam mengasah daya kritis dan intelektual mahasiswa.
"Diskusi ini kita adakan untuk merespon isu kebangsaan dan keummatan yang sedang marak menjadi perbincangan di tanah air. Apalagi terkait Perppu Ormas yang sudah menjadi landasan hukum dari pemerintah, kami merasa terpanggil untuk mendiskusikan guna memberi pencerdasan kepada kader dan masyarakat melalui materi yang disampaikan pemateri" ujar Mirza.
Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Aceh, Prof Drs Yusni Sabi Ph.D yang menyampaikan materi pertama berpendapat bahwa Perppu Ormas yang telah dikeluarkan pemerintah ini memiliki niat dan tujuan yang bagus demi ketertiban ormas yang sesuai dengan dasar negara. Guru Besar UIN Ar-Raniry ini mengajak masyarakat untuk menjaga solidaritas dan persatuan antar suku, agama, ormas dan kelompok demi kepentingan NKRI.
"Mencintai dan menjaga negara adalah tugas seorang muslim yang punya nilai ibadah, maka melawan radikalisme dan terorisme adalah ibadah," ujar Yusni Sabi yang juga alumni HMI.
Ketua PW Nahdatul Ulama (NU) Aceh, Tgk H Faisal Ali dalam penyampaian materinya mengatakan tidak ada yang salah dengan Perppu Ormas. Menurutnya perppu Ormas mengatur tentang batas-batas toleransi terhadap Ormas di Indonesia.
Wakil ketua MPU Aceh yang akrab disapa Lem Faisal itu mengumpamakan toleransi dalam negara seperti toleransi dalam ibadah shalat.
"Dalam shalat, ada perbedaan yang dibolehkan asal tidak mengurangi rukun dan syarat sahnya shalat. Begitu juga dengan Ormas, boleh saja berbeda asal tidak merongrong dasar negara yaitu UUD 1945 dan pancasila," jelasnya.
Kurniawan SH L.MM yang berbicara dalam kapasitas Ketua Laboratorium dan Klinis Hukum Fakultas Hukum Unsyiah berpendapat bahwa Perppu ini belum final, masih ada harapan untuk direvisi melalui mekanisme penetapan menjadi UU oleh DPR RI.
Menurut Kurniawan, "Ada beberapa hal yang dinilai Perppu Ormas ini lebih baik, yaitu dalam hal memberikan sanksi pidana kepada Ormas yang bertentangan dengan dasar negara," katanya
Namun demikian, ada juga yang keliru dengan Perppu tentang Ormas terkait dengan pengambilan keputusan dalam pembubaran ormas. Menurutnya, kewenangan pemerintah memberhentikan dan membubarkan Ormas tanpa melalui mekanisme pengadilan dianggap telah mengabaikan prinsip negara hukum.
"Pemerintah dan DPR RI harus mengkaji ulang aturan yang mengabaikan mekanisme peradilan dalam menentukan suatu Ormas bersalah atau tidak," kata Kurniawan.
Diskusi yang dimulai pukul 3 siang berakhir sampai jam 5 sore yang ditutup dengan acara penyerahan piagam penghargaan kepada pemateri dan foto bersama.
Najmi