Terima Kuasa dari Sejumlah Warga Aceh, YARA Ingin Pertahankan UU Pemilu ke MK
Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh Safaruddin mengaku telah mengantongi kuasa dari sejumlah warga Aceh yang akan maju sebagai pihak terkait untuk mempertahan kan pasal 571 ayat (4) UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Ia beralasan, kajian YARA keberadaan pasal tersebut justru menguntungkan Negara dan daerah dalam hal penganggaran.
"Dalam kajian kami keberadaan pasal tersebut justru menguntungkan Negara dan daerah dalam masalah penganggaran, seperti pencabutan pasal 57 (1) UUPA disebutkan kalau anggota KIP 7 (tujuh) orang maka dalam UU Pemilu hanya 5 (lima) orang," terangnya.
Pantauan YARA hanya Kabupaten Aceh Timur, Aceh Utara, dan Pidie yang selama ini mendapat jatah lima komisioner. Sedangkan kabupaten lainnya menjadi 3 (tiga) orang komisioner saja sebagaimana dalam pasal 10 ayat (1) huruf a,b,c dan d. Ketentuan ini berlaku serempak di seluruh Indonesia. Keuntungannya dapat menghemat anggaran pilkada.
"Justru dengan banyaknya komisioner kan menghabiskan banyak anggaran dan banyak masalah nantinya," tandasnya
Lebih lanjut, Safar juga menyoal pasal 60 ayat (1), (2), (3) dan (4) UUPA terhadap keberadaan Bawaslu, akan menggunakan ketentuan dalam pasal Pasal 124, 125, 126, 127, 128, 129 dam 130 UU Pemilu yang mengatur tentang mekanisme rekruitmen Bawaslu.
Pasal ini menurutnya justru menguntungkan jika dilihat dari bunyi pasal 92 (13) UU Pemilu. Disebutkan, masa jabatan keanggotaan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota adalah selama 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan pada tingkatan yang sama. Begitu juga dengan komposisi anggota Bawaslu akan mengikuti jumlah komisioner KIP Provinsi dan Kabupaten Kota.
"Dari perspektif hak konstitusional warga Negara tidak ada yang di rugikan, malah menghemat anggaran Pemilu," pungkas Safar. (*)
Pasal dalam UUPA yang di cabut dengan UU Pemilu.
1. Pasal 57 (1) Anggota KIP Aceh berjumlah 7 (tujuh) orang dan anggota KIP kabupaten/kota berjumlah 5 (lima) orang yang berasal dari unsur masyarakat. (2) Masa kerja anggota KIP adalah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.
2. Pasal 60
(1) Panitia Pengawas Pemilihan Aceh dan kabupaten/kota dibentuk oleh panitia pengawas tingkat nasional dan bersifat ad hoc.
(2) Pembentukan Panitia Pengawas Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah Undang-Undang ini diundangkan
(3) Anggota Panitia Pengawas Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), masing-masing sebanyak 5 (lima) orang yang diusulkan oleh DPRA/DPRK.
(4) Masa kerja Panitia Pengawas Pemilihan berakhir 3 (tiga) bulan setelah pelantikan Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota.
Dengan berlakunya ketentuan UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
Pasal 571
d. Pasal 57 dan Pasal 6O ayat (1), ayat (2), serta ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan kmbaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Maka akan berlaku ketentuan untuk Aceh sebagaimana:
Pasal 10
(1) Jumlah anggota:
a. KPU sebanyak 7 (tujuh) orang;
b. KPU Provinsi sebanyak 5 (lima) atau 7 (tujuh) orang; dan
c. KPU Kabupaten/Kota sebanyak 3 (tiga) atau 5 (lima) orang
Pasal 92
(13) Masa jabatan keanggotaan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota adalah selama 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan pada tingkatan yang sama.