Genjot Bisnis Kopi Gayo, Gubernur Aceh Promosi Hingga Turki
Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, mempromosikan kopi gayo pada Istanbul Coffee Festival (ICF) dan Istanbul-Aceh Business Investment Forum di Istanbul, Turki, 21-24 September 2017. Hal tersebut dilakukan untuk mengembangkan kopi jenis arabika yang ditanam di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah tersebut.
Sebab, kata Kepala Biro Humas dan Protokol Aceh, Mulyadi Nurdin, ICF yang digelar di Kucukciftlik Park, Istanbul, merupakan forum pertemuan para pengusaha dan produsen kopi internasional. Di situ, turut mempertemukan pembeli potensial, penjual, dan rekan bisnis.
"Lokasi Istanbul yang merupakan pintu masuk utama ke pasar Turki untuk kegiatan internasional, letaknya yang stategis dan merupakan hub perdagangan ke wilayah Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Sehingga, produk kopi dari Aceh bisa masuk wilayah tersebut," katanya di Aceh, Senin (9/10/2017).
Strategis ICF juga tercermin dari transaksi impor kopi di Turki sebesar US$130,5 juta per tahun dan penghasilan US$10.500 per kapita. "Sangat berpotensi untuk meningkatkan transaksi impor dari Aceh sebagai penghasil kopi Arabika terbesar di Indonesia," katanya.
Di sela acara, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh yang dimotori Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMTSP) bersama pengusaha kopi gayo membuka booth pameran serta memperkenalkan green bean cofffee arabica, tester kopi, dan lainnya. Difasilitasi Hemin Hetay Group, DPMTSP bersama pengusaha Turki pun mengadakan pertemuan Istanbul-Aceh Business Investment Forum di Hotel Hilton Boshporus.
Sedangkan Gubernur Irwandi, berkesempatan memberikan pemaparan kopi gayo sela pembukaan ICF. Dalam paparannya, Gubernur Irwandi turut menguraikan profil investasi Aceh di hadapan 100 pengusaha Turki dengan fokus prospek pada sektor Infrastrukur dan energi, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe, agroindustri, ekspor kopi, serta pariwisata.
Sementara itu, aktivis Aceh Green Comumnity, Surya, meminta pemprov segera menertibkan alih fungsi hutan lindung untuk pembalakan liar dan dan pembukaan lahan perkebunan selain kopi di Aceh Tengah dan Bener Meriah. Pasalnya, aktivitas tersebut berdampak buruk terhadap eksistensi kopi gayo yang telah diekspor ke beberapa negara, seperti Amerika, Jepang, dan Korea Selatan.
"Jika pembukaan lahan tidak segera dihentikan, suhu udara di wilayah tengah Aceh akan semakin panas dan akan berpengaruh pada kopi," jelasnya. Salah satu dampak buruk tersebut ialah naiknya suhu di lokasi dan sekarang mencapai 22 derajat celcius, sebagaimana hasil penelitian International Coffee Organization (ICO).
Kala suhu udara kian panas, kualitas kopi akan turun dan batangnya akan kering. "Jika suhu terus naik hingga 25 derajat, dapat dipastikan cita rasa kopi akan menurun," tegasnya mengingatkan.
Hal tersebut pun diyakini bakal mempengaruhi kesejahteraan masyarakat setempat. Sebab, 90 persen warga Aceh Tengah dan Bener Meriah di dataran tinggi Gayo menopangkan perekonomiannya dari kopi, mulai dari petani, buruh kebun, pekerja pabrik, sampai pedagang. Apalagi, luas lahan perkebunan kopi sisa 120 ribu hektare. (*)