Kasihan, Anak-anak Palestina Tumbuh Sebatang Kara



Namanya Ahmad Yusup Zain. Biasa disapa Zain. Dengan mata berbinar bocah lima tahun itu berceloteh di hadapan tim ACT Kalsel, di pekan pertama Juli kemarin.

"Ini ya Om tolong belikan mainan buat teman-temanku di Palestina," ucapnya dengan suara sedikit cadel sembari meletakkan lembaran-lembaran rupiah di atas meja. Zain bertandang ke kantor ACT Kalsel bersama ibunya membawa donasi untuk Palestina.

"Ini teman-teman Zain semua. Nanti Zain mau ke sana. Main bareng mereka. Tunggu Zain ya teman-teman," celotehnya sembari menunjuk foto anak-anak Palestina yang terpampang di sebuah banner ACT.

Sungguh siang itu tim ACT Kalsel terharu dengan celoteh Zain. Omongannya tak biasa. Celotehnya penuh asa.

Benar saja, rupanya hasrat Zain untuk bermain bersama anak-anak Palestina bukanlah cita yang muncul begitu saja, tapi lahir dari sebuah nasehat penuh arti. Nasehat dari sang Ibu, seorang hamba Allah di Kota Banjarmasin.

Sang Ibu menuturkan awal Zain mulai ingin berbagi untuk anak-anak Palestina adalah setelah beliau memperlihatkan fotonya bersama anak-anak Palestina di Hebron. "Alhamdulillah waktu itu, sekitar bulan April, Saya umroh ikut paket yang ke Al Aqsa. Masya Allah sedih lihat anak-anak di sana, dan Saya ceritakan ke anak-anak," kisahnya kepada tim ACT Kalsel.

Tak jarang Ibunda Zain bercerita sampai menangis yang membuat Zain ikut bersedih. "Kasihan teman-teman Zain di Palestina, nggak ada mama dan ayahnya. Nggak ada makanan, nggak ada mainan. Nanti Zain mau berbagi, Zain mau kasih mainan," demikian Zain bertutur kepada ibunya.

Sejak tau tentang nasib anak-anak Palestina, Zain rupanya menjadi lebih pemurah. Padahal, menurut ibunya, dulu sangat sulit diajak berbagi. "Jangankan ngasih, mainannya dipegang sama temennya aja nggak boleh," ungkap ibunya lagi.

Sang ibu tak hanya bercerita soal kondisi Palestina, tapi beliau juga menanamkan motivasi tentang sedekah. "Saya bilang kalau mau berbagi atau berinfak nanti Allah tambah sayang sama Zain dan akan di beri lagi mainan yang baik. Spontan saat itu Zain ngajak bagi-bagi mainan," ucap sang Ibu penuh haru.

Menariknya, mainan pertama yang Zain berikan untuk temannya adalah mobil-mobilan yang baru saja Ia beli. Hal itu membuat Ibunya makin bahagia. "Semoga komitmen ini melekat pada Zain sampai Ia dewasa kelak," harapnya.

Ocehan Zain tentang Kurban di Palestina

Dalam waktu yang berbeda, Tim ACT Kalsel kembali singgah ke rumah Zain.  Kata Ibundanya, Zain ingin kurban di Palestina.

“Zain mau kurban, potong kambing aja maunya. Nggak mau potong sapi soalnya sapinya lari-lari. Nanti daging kambingnya dikasih ke teman-teman Zain di Palestina,” ocehannya kembali membuat Tim ACT Kalsel tersenyum riang.

Kata Zain, Ia mau berkurban di Palestina minta dipotong (disembelih) kurbannya sama ayah sama mama Zain. “Di Palestina ada kambing nggak yah? Nanti Zain coba lihat ya,” kembali ia berceloteh lugu.

Sore itu, sembari memegang mainannya di teras rumah, angan Zain terbang sampai ke Palestina. “Pokoknya zain mau malam takbiran di Palestina. Zain mau bawa teman-teman Palestina jalan ke Masjid. Suruh di azan sama takbiran. Takbirannya harus nyaring,” ungkap Zain sekali lagi dalam kepolosan yang membuat hati bergetar mendengarnya.

Dalam benak Zain, tak ada rasa takut sama sekali. Ia terus mengucap tentang kurban kambing, dan teman-temannya di Palestina yang tidak punya rumah dan mainan.

“Zain mau ke Palestina nggak takut. Soalnya di sana banyak teman-teman, tapi di sana nggak ada mainan. Rumah teman-teman Zain di Palestina juga sudah hancur. Kasihan. Nanti Zain ganti sama rumahnya yang baru. Nanti dicat bagus kayak rumah Zain ini,” ungkapnya. Kalimatnya begitu polos, namun menjadi doa yang luar biasa.

Mungkin saat ini Zain hanya menitip asa pada langit untuk bertemu dan bermain bersama anak-anak Palestina. Tetapi, tak ada yang pernah tau kehendak Ilahi atas sebuah mimpi.

Setidaknya, kisah Zain dan celotehnya mampu mengetuk hati-hati kita untuk bisa menjadi manusia yang kian menguatkan ikhtiar dalam mengukir kebaikan yang purna.