Kisah Percintaan Penuh Tantangan Peraih Perunggu APG II
Ternyata banyak kisah-kisah menarik yang dialami paralimpian Indonesia yang sedang menjalani pemusatan latihan di Solo, Jawa Tengah untuk menghadapi Asian Para Games (APG) III Jakarta, 6-13 Oktober mendatang.
Salah satunya kisah percintaan Abdul Halim Dalimunte yang penuh tantangan. Paralimpian yang masuk kategori T-11 ini dengan terbuka menceritakan kisah cintanya dengan istrinya, Komala yang kini sudah dikarunia dua anak lelaki.
"Istri saya itu normal. Dan, saya itu ketemu dengannya saat sekolah di SMA Luar Biasa di Bandung," kata Abdul Halim saat ditemui di lintasan atletik Stadion Sriwedari Solo, Jawa Tengah, pekan lalu.
Menurut Abdul Halim, perjuangan untuk melamar Komala naik ke pelaminan butuh proses dan tantangan. Sebab, pihak keluarga istrinya sempat khawatir dengan nasib anaknya yang memadu cinta dengan Abdul Halim.
"Saya anggap satu hal yang wajar jika orang tua memikirkan nasib anaknya dengan melihat kondisi saya. Tapi, saya tak pernah putus asa dan bisa meyakinkan bahwa kami berdua bisa mengarungi kehidupan dengan baik. Alhamdulillah, saya bisa membuktikan bahwa saya mampu membahagiakan anak dan istri melalui prestasi olahraga," ujar Halim yang mengaku telah memiliki rumah dan investasi tanah dari hasil bonusnya meraih emas baik di Peparnas maupun ASEAN Para Games.
Di Asian Para Games Myanmar 2013, Abdul Halim meraih emas nomor Lari 100 M dan 200 M. Di nomor bergengsi 100 M tersebut, dia mencatat waktu terbaik 11,54 detik.
Prestasi itu berlanjut tatkala dia tampil pada Asian Para Games II Incheon, Korsel 2014. Dia meraih medali perunggu di lari 100 M.
Pada Asian Para Games di Singapura 2015, Abdul Halim yang berpasangan dengan Ahmad Azlan kembali mengulangi prestasi meraih dua emas. Dan, dia kembali mempertahankan pada Asian Para Games Malaysia 2017 .
Kini, Abdul Halim tengah berkonsentrasi untuk bisa mengubah medali perunggu yabg digapainya di Incheon menjadi medali emas pada saat Indonesia menjadi tuan rumah Asian Para Games III/2018.
"Memang saingan terberat adalah pelari China, Tan Ze Than yang meraih emas di Incheon dengan catatan waktu 11,45 detik. Makanya, saya terus berlatih agar melampaui catatan waktunya sehingga saya menjadi yang terbaik," tegasnya.
Tadinya, pria asal Medan yang senang bercanda ini dilahirkan dengan memiliki mata normal. Namun, dia mengalami kebutaan secara pelahan akibat kecelakaan yang merusak syaraf retina matanya pada usia 16 tahun. Dia yang saat itu duduk di bangku kelas 2 SMA kemudian melanjutkan sekolah SMA Luar Biasa di Bandung.
"Sebelum penglihatan hilang total, saya sering melihat rekan-rekan tunanetra bermain bola di lapangan Sekolah SMA Luar Biasa Bandung. Semangat mereka itu lah yang mendorong saya menekuni dunia olahraga. Apalagi, saya kan memang senang main sepakbola semasa sekolah di Medan," ungkapnya. (*)