Putusan MA Bolehkan Eks Koruptor Nyaleg, Abaikan Standar Etika Publik
Terkait dengan keputusan MA tentang PKPU pelarang Caleg mantan koruptor. Saya kira MA abai pertimbangan etika publik yang menghendaki input demokrasi yang bersih.
Keinginan publik yang mau menyeleksi sejak awal caleg-caleg yang pernah tersangkut kasus korupsi untuk mencegah kambuhnya praktik korupsi di legislatif kita.
Karena bagi saya koruptor cenderung berpeluang mengulangi perbuatannya, dan untuk membantu mereka (mantan napi korupsi) menjauhi kemungkinan itu terjadi, aturan pelarangan koruptor tersebut justru sebenarnya menyelamatkan mereka, dan tentunya yang utama menyelamatkan publik.
Nah, keputusan ini bagi saya sangat disayangkan karena mengabaikan etika publik yang sejatinya diatas hukum (ethics is beyond the law), upaya KPU dan kita semua untuk menempatkan standar etika publik dan Integritas publik meningkat diabaikan oleh MA. Tapi, apa pun keputusan tersebut, tentu saya menghormati keputusan hukum tersebut.
Dan setelah langkah aturan hukum melalui PKPU untuk meninggikan standar etika publik dan integritas bangsa gagal tidak bisa membendung para mantan napi koruptor.
Agaknya perlu kita mengingatkan sikap etik Partai-partai politik, untuk menunjukkan komitmen moralnya, dengan cara menarik saja caleg-caleg mantan koruptor itu, karena partai-partai tersebut sudah menandatangani pakta integritas terkait hal tersebut sebelumnya bersama KPU dan Bawaslu.
Bila menggunakan Logika MA dan Bawaslu terkait hak hukum caleg mantan koruptor maka sejatinya syarat-syarat mencari kerja seperti SKCK dari kepolisian, syarat-syarat tidak pernah dipidana pada recruitment pejabat publik seperti KPK, BPK dll tidak perlu lagi, dan dihapuskan. Maka, makin jatuh dititik terendah standar etika bangsa kita.
Bila menggunakan Logika MA dan Bawaslu terkait hak hukum caleg mantan koruptor maka sejatinya syarat-syarat mencari kerja seperti SKCK dari kepolisian, syarat-syarat tidak pernah dipidana pada recruitment pejabat publik seperti KPK, BPK dll tidak perlu lagi, dan dihapuskan. Maka, makin jatuh dititik terendah standar etika bangsa kita.
Dahnil Anzar Simanjuntak
Pendiri Madrasah Antikorupsi/Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah