BEKRAF Ikut Andil di Ajang Seni Rupa Tertua Dunia
Indonesia kembali berpartisipasi dalam ajang seni rupa tertua dan terbesar di dunia, Venice Biennale atau La Biennale di Venezia. Paviliun Indonesia mengangkat tema “Lost Verses: Akal Tak Sekali Datang, Runding Tak Sekali Tiba”.
Hasil karya ini merupakan kolaborasi tim artistik terpilih, yang terdiri dari Asmujo Jono Irianto (kurator), Yacobus Ari Respati (ko-kurator), Syagini Ratna Wulan dan Handiwirman Saputra (seniman).
Paviliun tersebut secara resmi dibuka pada Rabu (8/5) oleh Kepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia, Triawan Munaf. Di hadapan para undangan, Triawan menyampaikan kebanggaannya akan kehadiran wacana seni rupa kontemporer Indonesia termutakhir melalui Paviliun Indonesia di Venice Biennale yang ke-58 ini.
“Paviliun ini merupakan representasi dari ciri khas bangsa Indonesia yang mengutamakan kebersamaan dalam keragaman—bhinneka tunggal ika," kata Triawan dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi.
"Paviliun tidak lagi menonjolkan sosok individu sebagaimana partisipasi kami sebelumnya, melainkan merupakan akumulasi dari buah pikir banyak kepala di dalam satu kelompok kerja yang bernegosiasi di tengah kebhinekaan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Kepala BEKRAF ini menuturkan bahwa Akal tak sekali datang, runding tak sekali tiba” merupakan sebuah peribahasa asal Minang yang diadaptasikan oleh tim artistik menjadi serangkaian instalasi yang terdiri dari lima komponen karya, yakni Meja Runding, Buaian, Susunan Kabinet, Ruang Merokok, dan Mesin Narasi.
Kelima komponen karya ini, lanjutnya mengisi area seluas 500 m2 di Ruang 340, Isolotto, The Arsenale—yakni area pameran yang merupakan bekas gudang persenjataan tertua di Venesia.
Para pengunjung Paviliun Indonesia diundang untuk menikmati karya yang hadir layaknya permainan atau labirin pemikiran melalui obyek-obyek yang ditampilkan. Representasi tim artistik akan merepresentasikan makna menjadi Indonesia dan persilangannya dengan seni rupa kontemporer dunia.
"Hal ini selaras dengan tema besar Venice Biennale 2019, yakni “May You Live in Interesting Time," imbuh Triawan.
Penyelenggaraan Paviliun Indonesia ini merupakan satu dari ragam bentuk upaya BEKRAF untuk mendorong keberlangsungan ekosistem ekonomi kreatif, salah satunya subsektor seni rupa, di Indonesia.
Selain itu, kehadiran Paviliun tersebut juga sejalan dengan spirit diplomasi Indonesia dengan Italia yang memasuki usia ke-70, dengan Ekonomi Kreatif sebagai salah satu tema yang diangkat.
“Paviliun Indonesia ini tidak hanya hadir sebagai ekspresi untuk membicarakan respons terhadap keadaan di masyarakat, melainkan sebuah ruang dialog antarbangsa di tengah kondisi global saat ini,” tutur Triawan.
Untuk diketahui, Paviliun Indonesia di Venice Biennale 2019 ini diselenggarakan oleh BEKRAF bersama Yayasan Design+Art Indonesia, dan terbuka untuk publik mulai 11 Mei 2019 hingga 24 November 2019.
|
Hasil karya ini merupakan kolaborasi tim artistik terpilih, yang terdiri dari Asmujo Jono Irianto (kurator), Yacobus Ari Respati (ko-kurator), Syagini Ratna Wulan dan Handiwirman Saputra (seniman).
Paviliun tersebut secara resmi dibuka pada Rabu (8/5) oleh Kepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia, Triawan Munaf. Di hadapan para undangan, Triawan menyampaikan kebanggaannya akan kehadiran wacana seni rupa kontemporer Indonesia termutakhir melalui Paviliun Indonesia di Venice Biennale yang ke-58 ini.
“Paviliun ini merupakan representasi dari ciri khas bangsa Indonesia yang mengutamakan kebersamaan dalam keragaman—bhinneka tunggal ika," kata Triawan dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi.
"Paviliun tidak lagi menonjolkan sosok individu sebagaimana partisipasi kami sebelumnya, melainkan merupakan akumulasi dari buah pikir banyak kepala di dalam satu kelompok kerja yang bernegosiasi di tengah kebhinekaan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Kepala BEKRAF ini menuturkan bahwa Akal tak sekali datang, runding tak sekali tiba” merupakan sebuah peribahasa asal Minang yang diadaptasikan oleh tim artistik menjadi serangkaian instalasi yang terdiri dari lima komponen karya, yakni Meja Runding, Buaian, Susunan Kabinet, Ruang Merokok, dan Mesin Narasi.
Kelima komponen karya ini, lanjutnya mengisi area seluas 500 m2 di Ruang 340, Isolotto, The Arsenale—yakni area pameran yang merupakan bekas gudang persenjataan tertua di Venesia.
Para pengunjung Paviliun Indonesia diundang untuk menikmati karya yang hadir layaknya permainan atau labirin pemikiran melalui obyek-obyek yang ditampilkan. Representasi tim artistik akan merepresentasikan makna menjadi Indonesia dan persilangannya dengan seni rupa kontemporer dunia.
"Hal ini selaras dengan tema besar Venice Biennale 2019, yakni “May You Live in Interesting Time," imbuh Triawan.
Penyelenggaraan Paviliun Indonesia ini merupakan satu dari ragam bentuk upaya BEKRAF untuk mendorong keberlangsungan ekosistem ekonomi kreatif, salah satunya subsektor seni rupa, di Indonesia.
Selain itu, kehadiran Paviliun tersebut juga sejalan dengan spirit diplomasi Indonesia dengan Italia yang memasuki usia ke-70, dengan Ekonomi Kreatif sebagai salah satu tema yang diangkat.
“Paviliun Indonesia ini tidak hanya hadir sebagai ekspresi untuk membicarakan respons terhadap keadaan di masyarakat, melainkan sebuah ruang dialog antarbangsa di tengah kondisi global saat ini,” tutur Triawan.
Untuk diketahui, Paviliun Indonesia di Venice Biennale 2019 ini diselenggarakan oleh BEKRAF bersama Yayasan Design+Art Indonesia, dan terbuka untuk publik mulai 11 Mei 2019 hingga 24 November 2019.