Sisi Lain di Balik Syukuran Kemenangan Prabowo-Sandi
Di balik hiruk-pikuk Syukuran Kemenangan Prabowo-Sandi
Di tengah gerimis, sesosok "emak-emak" mengenakan dress biru berjalan sendirian tergopoh-gopoh menuju gedung Padepokan Silat TMII. Lalu menghampiri saya saat hendak bergerak pulang. Di tangan kanannya menggenggam lembaran kertas yang dibalut kresek biru.
"Saya mau ngumpulin form C1, tempatnya dimana ya," tanya wanita berusia sekira 38 tahun yang enggan menyebutkan namanya ini. Namun ia mengaku datang dari Cijantung, Jakarta Timur. Dan di TPS-nya Prabowo menang.
Spontan saya menggeleng. Sebab sebelumnya, saya juga sempat menanyakan ke panitia dimana tempat pengumpulan C1. Karena di salah satu poin dari agenda "Syukuran Kemenangan Prabowo-Sandi" yang tertera di undangan yang beredar, adalah mengumpulkan softcopy dan hardcopy C1. Namun panitia menolak memberitahukannya.
"Wartawan ya. Nggak bisa, steril," tolak pria yang enggan menyebutkan namanya itu.
Akhirnya saya mengarahkan si ibu ke gedung tempat berkumpulnya pendukung dan tim sukses yang juga baru saja bubar. Di tempat itu, Calon Presiden Prabowo Subianto dan sejumlah petinggi Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan nomor urut dua baru saja mengadakan Syukuran Kemenangan Prabowo-Sandiaga, Rabu (24/4) sore.
Sekitar tujuh jam sebelumnya, sepanjang perjalanan menuju tempat acara, hujan mengguyur Jakarta. Saya yang baru tiba di Padepokan Silat TMII basah kedinginan. Lalu menepi di salah satu aula padepokan. Ketika itu acara belum dimulai.
"Bukan di sini pak, acara pak Prabowo di sana," tunjuk petugas cleaning service. "Di sini anak-anak sekolah lagi latihan," tambahnya.
Saat membalikkan badan, ternyata ada dua ibu-ibu di belakang saya ikut menguping pembicaraan kami. Mereka berseragam putih dengan pin garuda merah di dadanya.
"Saya tadi sempat salah masuk mas, kirain masuk ke komplek TMII-nya. Untung petugas jaganya baik. Jadi kami nggak usah bayar saat masuk gerbang untuk putar balik. Terus dia ngacung jari gini. Ternyata dia pendukung Prabowo-Sandi juga... He-he-he," ujar si Ibu, sambil menunjukkan dua jari khasnya pendukung Prabowo Sandi.
Si ibu yang belakangan mengenalkan namanya Sri Murdewi ini mengaku datang dari Bekasi. Di TPS dia mencoblos, jagoannya kalah.
Sesampai di dalam gedung, yel-yel Prabowo Presiden membahana. Kursi barisan depan tampak Amien Rais yang mengenakan topi pet hijau lumut sedang serius bicara dengan ketua BPN Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso.
Sementara selang satu kursi kosong di sebelah kanannya, ada Ustadz Bachtiar Nasir. Sesekali dia bangun, dan membalikkan badannya ke belakang menyapa hadirin dan meneriakkan yel-yel.
Di bagian belakang panggung, rombongan berseragam loreng FKPPI menaiki tangga menuju kursi tribun atas. Satu diantaranya lalu menembakkan dua jarinya ke arah saya.
"Masih ingat sama saya nggak," tanya dia terkekeh-kekeh. Sejenak saya coba mengingat-ngingat, tak lama langsung disambarnya sambil tertawa.
"Martin, koki masakan Manado," jelasnya, yang membuat saya langsung teringat pada warung masakan Manado: "Harga Kaki Lima, Rasa Bintang Lima" julukan yang kami berikan saat masih ngekos di Kebayoran Lama. Saya masih ingat, betapa nikmatnya sop ikan buatan Martin ini. Sebelum menikah dan pindah kostan, saya adalah salah satu pelanggan tetapnya.
Saya pikir warung mereka sudah lama tutup. Mengingat dulu, salah satu koki seniornya dari Papua meninggal dunia. Tenda mereka juga sudah lama tidak terlihat di pinggiran jalan raya Kebayoran Lama.
"Sekarang kami sudah pindah ke Cidodol. Di TPS kami Prabowo-Sandi menang bang... He-he-he," ujarnya, sambil memastikan bahwa tidak ada kecurangan di TPS nya.
Celananya basah kuyup. Martin mengaku nekat datang dari rumah menggunakan sepeda motor. "Kalau nggak hujan, mungkin ramai lagi ini," tuturnya penuh semangat.
Masih di belakang panggung, tiba-tiba pria berbaju polo shirt merah marun duduk di depan saya. Di punggungnya ada empat kata warna kuning dicetak tebal. "Militan Aceh Siap Mati" dengan di lengan kanan terpasang bendera merah putih, di lengan kirinya angka 02 menarik perhatian saya.
Saya langsung menyapa dan mengajak ngobrol dalam bahasa Aceh. Namanya Eka Masrial. Dia berasal dari Kabupaten Aceh Barat Daya.
Namun kini dia berdomisili di Depok Timur. Sehari-harinya Eka punya usaha pengolahan limbah. Ada alasan tersendiri kenapa dia mengenakan baju dengan kata-kata siap mati di punggungnya.
"Agama, ulama dan TNI dilecehkan. Kebetulan abang dari keluarga TNI/Polri," kata Eka, sambil merunut satu persatu anggota keluarganya dari Polri, TNI AD, Marinir, hingga yang masuk Akmil Paskhas TNI-AU.
"Jadi tergugah hati abang. Kali ini memang harus jihad. Pejuang-pejuang kita dulu memang nyawa taruhan untuk perjuangan indonesia ini," tuturnya.
Di tengah pembicaraan kami, sayup-sayup terdengar Amien Rais berorasi. Dalam acara syukuran kemenangan ini, beberapa kali dia menyentil kubu petahana soal perang total. Dia mengaku siap berada di barisan terdepan bersama rakyat jika terjadi total war.
"Bungkus dari perjuangan kita jangan jihad. Nanti orang-orang barat bilang: Wah ini negara Islam. Tapi bungkusnya perjuangan rakyat. People power. Ya Islam, Kristen, Budha dan Konghucu sama-sama melawan kezaliman ini," tegasnya.
Pemenang memang belum secara resmi diumumkan KPU. Tapi menurut Bachtiar Nasir dalam orasinya, secara 'de facto' Prabowo-Sandi adalah pemenangnya.
"Secara ‘de facto’ Pak Prabowo dan Bang Sandiaga resmi menjadi presiden dan wakil presiden di hati rakyat Indonesia, mari kita kawal sampai hal tersebut menjadi ‘de jure’," ajaknya.
Begitupun dengan Bactiar Chamsyah. Politisi PPP itu bahkan meminta daerah-daerah ikut melaksanakan "Syukuran Kemenangan" yang sama seperti yang dilakukan di Jakarta.
"Saya sangat setuju daerah-daerah kita yang menang, lakukan syukuran. Itu akan menunjukkan bahwa secara "de facto" adalah kita pemenang dalam pemilu ini," katanya.
"Jangan patah semangat melihat media yang memanipulasi suara, jangan percaya quick count," imbuh Menteri Sosial era Presiden Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono itu. "Kita punya data. Logika apa yang mengatakan kita kalah," lanjutnya.
Namun tak terlihat petinggi Partai Demokrat di sana. Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan menyampaikan dukungan terkait rekapitulasi suara atau real count Pemilu 2019 saat dicegat di KPU.
"Saya tadi diskusi dengan Pak Hasyim dan kami bertukar informasi. Sistem ini berjalan terus dan kita dukung penuh supaya berjalan lancar," kata Hinca.
Seisi gedung semakin riuh saat Ketua BPN Djoko Santoso naik ke panggung. Bahkan beberapa kali langit juga ikut bergemuruh saat Jenderal Purnawirawan TNI itu menyeru kata-kata "lawan".
"Untuk itu kita tidak perlu takut, untuk itu kita harus lawan. Kita harus lawan. 73 tahun yang lalu pernah melawan," Djoko Santoso di sambut tepuk tangan dan takbir para hadirin.
Ternyata Prabowo tiba. Dia memasuki gedung dari pintu sebelah kiri panggung. Namun tanpa ditemani Sandiaga Uno.
Tidak jelas kenapa Sandiaga absen di acara syukuran kemenangan ini. Namun sehari sebelumnya dia sempat memint semua pihak tidak berprasangka buruk atau suuzan terlebih dahulu soal kesalahan input data KPU terkait perolehan suara Pilpres 2019.
"Banyak sekali inputan-inputan yang salah dan lain sebagainya, tapi kita jangan suuzan. Kita kasih ruang ini untuk terus memperbaiki," ucap Sandi di rumahnya.
Ketika Prabowo menyusuri pintu masuk, salah seorang panitia mengambil alih pelantang suara. Si Panitia mengumumkan larangan memotret dan merekam video saat Prabowo berorasi. Tak terkecuali media.
“Jangan ada yang merekam, tolong pengamanan jika terlihat ada yang foto, video, merekam, ambil hp-nya, termasuk wartawan,” kata panitia di atas panggung.
Sontak beberapa hadirin yang bersiap-siap merekam video kedatangan Prabowo menonaktifkan kamera. Mereka menyakukan kembali ponselnya. Beberapa yang nekat langsung diteriakin massa. Situasi memanas.
"Hei matikan kameranya. Woi penyusup. Hati-hati kecebong itu. Hapus itu rekamannya," teriak pendukung Prabowo secara bergantian di tengah kerumunan massa, menunjuk beberapa orang yang masih menghidupkan kameranya. Nyaris tidak ada lagi kamera handphone yang membidik ke arah Prabowo.
Di tengah orasi Prabowo berlangsung, di sudut kiri atas tribun ternyata masih ada yang nekat. Dia langsung ditarik turun oleh panitia.
Dari kejauhan tidak jelas apakah wartawan atau bukan. Terlihat salah seorang yang terpancing emosi mendatangi pria tersebut lalu melepaskan beberapa pukulan. Sampai-sampai Prabowo dari atas panggung yang tengah berorasi melerainya.
“Hei.. jangan pukul-pukul,” lerai Prabowo ■
|
"Saya mau ngumpulin form C1, tempatnya dimana ya," tanya wanita berusia sekira 38 tahun yang enggan menyebutkan namanya ini. Namun ia mengaku datang dari Cijantung, Jakarta Timur. Dan di TPS-nya Prabowo menang.
Spontan saya menggeleng. Sebab sebelumnya, saya juga sempat menanyakan ke panitia dimana tempat pengumpulan C1. Karena di salah satu poin dari agenda "Syukuran Kemenangan Prabowo-Sandi" yang tertera di undangan yang beredar, adalah mengumpulkan softcopy dan hardcopy C1. Namun panitia menolak memberitahukannya.
"Wartawan ya. Nggak bisa, steril," tolak pria yang enggan menyebutkan namanya itu.
Akhirnya saya mengarahkan si ibu ke gedung tempat berkumpulnya pendukung dan tim sukses yang juga baru saja bubar. Di tempat itu, Calon Presiden Prabowo Subianto dan sejumlah petinggi Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan nomor urut dua baru saja mengadakan Syukuran Kemenangan Prabowo-Sandiaga, Rabu (24/4) sore.
Sekitar tujuh jam sebelumnya, sepanjang perjalanan menuju tempat acara, hujan mengguyur Jakarta. Saya yang baru tiba di Padepokan Silat TMII basah kedinginan. Lalu menepi di salah satu aula padepokan. Ketika itu acara belum dimulai.
"Bukan di sini pak, acara pak Prabowo di sana," tunjuk petugas cleaning service. "Di sini anak-anak sekolah lagi latihan," tambahnya.
Saat membalikkan badan, ternyata ada dua ibu-ibu di belakang saya ikut menguping pembicaraan kami. Mereka berseragam putih dengan pin garuda merah di dadanya.
"Saya tadi sempat salah masuk mas, kirain masuk ke komplek TMII-nya. Untung petugas jaganya baik. Jadi kami nggak usah bayar saat masuk gerbang untuk putar balik. Terus dia ngacung jari gini. Ternyata dia pendukung Prabowo-Sandi juga... He-he-he," ujar si Ibu, sambil menunjukkan dua jari khasnya pendukung Prabowo Sandi.
Si ibu yang belakangan mengenalkan namanya Sri Murdewi ini mengaku datang dari Bekasi. Di TPS dia mencoblos, jagoannya kalah.
Sesampai di dalam gedung, yel-yel Prabowo Presiden membahana. Kursi barisan depan tampak Amien Rais yang mengenakan topi pet hijau lumut sedang serius bicara dengan ketua BPN Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso.
Sementara selang satu kursi kosong di sebelah kanannya, ada Ustadz Bachtiar Nasir. Sesekali dia bangun, dan membalikkan badannya ke belakang menyapa hadirin dan meneriakkan yel-yel.
Di bagian belakang panggung, rombongan berseragam loreng FKPPI menaiki tangga menuju kursi tribun atas. Satu diantaranya lalu menembakkan dua jarinya ke arah saya.
"Masih ingat sama saya nggak," tanya dia terkekeh-kekeh. Sejenak saya coba mengingat-ngingat, tak lama langsung disambarnya sambil tertawa.
"Martin, koki masakan Manado," jelasnya, yang membuat saya langsung teringat pada warung masakan Manado: "Harga Kaki Lima, Rasa Bintang Lima" julukan yang kami berikan saat masih ngekos di Kebayoran Lama. Saya masih ingat, betapa nikmatnya sop ikan buatan Martin ini. Sebelum menikah dan pindah kostan, saya adalah salah satu pelanggan tetapnya.
Saya pikir warung mereka sudah lama tutup. Mengingat dulu, salah satu koki seniornya dari Papua meninggal dunia. Tenda mereka juga sudah lama tidak terlihat di pinggiran jalan raya Kebayoran Lama.
"Sekarang kami sudah pindah ke Cidodol. Di TPS kami Prabowo-Sandi menang bang... He-he-he," ujarnya, sambil memastikan bahwa tidak ada kecurangan di TPS nya.
Celananya basah kuyup. Martin mengaku nekat datang dari rumah menggunakan sepeda motor. "Kalau nggak hujan, mungkin ramai lagi ini," tuturnya penuh semangat.
Masih di belakang panggung, tiba-tiba pria berbaju polo shirt merah marun duduk di depan saya. Di punggungnya ada empat kata warna kuning dicetak tebal. "Militan Aceh Siap Mati" dengan di lengan kanan terpasang bendera merah putih, di lengan kirinya angka 02 menarik perhatian saya.
Saya langsung menyapa dan mengajak ngobrol dalam bahasa Aceh. Namanya Eka Masrial. Dia berasal dari Kabupaten Aceh Barat Daya.
Namun kini dia berdomisili di Depok Timur. Sehari-harinya Eka punya usaha pengolahan limbah. Ada alasan tersendiri kenapa dia mengenakan baju dengan kata-kata siap mati di punggungnya.
"Agama, ulama dan TNI dilecehkan. Kebetulan abang dari keluarga TNI/Polri," kata Eka, sambil merunut satu persatu anggota keluarganya dari Polri, TNI AD, Marinir, hingga yang masuk Akmil Paskhas TNI-AU.
"Jadi tergugah hati abang. Kali ini memang harus jihad. Pejuang-pejuang kita dulu memang nyawa taruhan untuk perjuangan indonesia ini," tuturnya.
Di tengah pembicaraan kami, sayup-sayup terdengar Amien Rais berorasi. Dalam acara syukuran kemenangan ini, beberapa kali dia menyentil kubu petahana soal perang total. Dia mengaku siap berada di barisan terdepan bersama rakyat jika terjadi total war.
"Bungkus dari perjuangan kita jangan jihad. Nanti orang-orang barat bilang: Wah ini negara Islam. Tapi bungkusnya perjuangan rakyat. People power. Ya Islam, Kristen, Budha dan Konghucu sama-sama melawan kezaliman ini," tegasnya.
Pemenang memang belum secara resmi diumumkan KPU. Tapi menurut Bachtiar Nasir dalam orasinya, secara 'de facto' Prabowo-Sandi adalah pemenangnya.
"Secara ‘de facto’ Pak Prabowo dan Bang Sandiaga resmi menjadi presiden dan wakil presiden di hati rakyat Indonesia, mari kita kawal sampai hal tersebut menjadi ‘de jure’," ajaknya.
Begitupun dengan Bactiar Chamsyah. Politisi PPP itu bahkan meminta daerah-daerah ikut melaksanakan "Syukuran Kemenangan" yang sama seperti yang dilakukan di Jakarta.
"Saya sangat setuju daerah-daerah kita yang menang, lakukan syukuran. Itu akan menunjukkan bahwa secara "de facto" adalah kita pemenang dalam pemilu ini," katanya.
"Jangan patah semangat melihat media yang memanipulasi suara, jangan percaya quick count," imbuh Menteri Sosial era Presiden Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono itu. "Kita punya data. Logika apa yang mengatakan kita kalah," lanjutnya.
Namun tak terlihat petinggi Partai Demokrat di sana. Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan menyampaikan dukungan terkait rekapitulasi suara atau real count Pemilu 2019 saat dicegat di KPU.
"Saya tadi diskusi dengan Pak Hasyim dan kami bertukar informasi. Sistem ini berjalan terus dan kita dukung penuh supaya berjalan lancar," kata Hinca.
Seisi gedung semakin riuh saat Ketua BPN Djoko Santoso naik ke panggung. Bahkan beberapa kali langit juga ikut bergemuruh saat Jenderal Purnawirawan TNI itu menyeru kata-kata "lawan".
"Untuk itu kita tidak perlu takut, untuk itu kita harus lawan. Kita harus lawan. 73 tahun yang lalu pernah melawan," Djoko Santoso di sambut tepuk tangan dan takbir para hadirin.
"Pernyataan Prabowo menang itu adalah titik yang enggak bisa kembali. Untuk itu kita harus siap berjuang. Ingat, tidak ada kompromi"
Djoko Santoso
Ketua BPN Prabowo-Sandi
Setelah orasi sang ketua, beberapa orator lainnya secara bergiliran naik panggung. Termasuk putri Amien Rais, yang mengaku mewakili pemilih millenial dan emak-emak muda. Ditengah orasinya, konsentrasi hadirin terpecah lalu meneriakkan yel-yel Prabowo Presiden.Ternyata Prabowo tiba. Dia memasuki gedung dari pintu sebelah kiri panggung. Namun tanpa ditemani Sandiaga Uno.
Tidak jelas kenapa Sandiaga absen di acara syukuran kemenangan ini. Namun sehari sebelumnya dia sempat memint semua pihak tidak berprasangka buruk atau suuzan terlebih dahulu soal kesalahan input data KPU terkait perolehan suara Pilpres 2019.
"Banyak sekali inputan-inputan yang salah dan lain sebagainya, tapi kita jangan suuzan. Kita kasih ruang ini untuk terus memperbaiki," ucap Sandi di rumahnya.
Ketika Prabowo menyusuri pintu masuk, salah seorang panitia mengambil alih pelantang suara. Si Panitia mengumumkan larangan memotret dan merekam video saat Prabowo berorasi. Tak terkecuali media.
“Jangan ada yang merekam, tolong pengamanan jika terlihat ada yang foto, video, merekam, ambil hp-nya, termasuk wartawan,” kata panitia di atas panggung.
Sontak beberapa hadirin yang bersiap-siap merekam video kedatangan Prabowo menonaktifkan kamera. Mereka menyakukan kembali ponselnya. Beberapa yang nekat langsung diteriakin massa. Situasi memanas.
"Hei matikan kameranya. Woi penyusup. Hati-hati kecebong itu. Hapus itu rekamannya," teriak pendukung Prabowo secara bergantian di tengah kerumunan massa, menunjuk beberapa orang yang masih menghidupkan kameranya. Nyaris tidak ada lagi kamera handphone yang membidik ke arah Prabowo.
Di tengah orasi Prabowo berlangsung, di sudut kiri atas tribun ternyata masih ada yang nekat. Dia langsung ditarik turun oleh panitia.
Dari kejauhan tidak jelas apakah wartawan atau bukan. Terlihat salah seorang yang terpancing emosi mendatangi pria tersebut lalu melepaskan beberapa pukulan. Sampai-sampai Prabowo dari atas panggung yang tengah berorasi melerainya.
“Hei.. jangan pukul-pukul,” lerai Prabowo ■