4 Miliar Warga Dunia Dilanda Kemiskinan, Prof Rokhmin Diminta Korsel Beri Solusi

  • Prof Rokhmin Dahuri saat memaparkan materi bertajuk "The Application of Industry 4.0-Based Technologies and Circular Economy in Developing a Prosperous, Peaceful and Sustainable World: a Lesson Learned from Indonesia" di Leaders Round Table Discussion 2019 di Hotel Maison Glad, Jeju Island, Korea Selatan, Selasa (18/6/2019).

Rokhmin Dahuri, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan diundang menyampaikan konsep pembangunannya di Leaders Round Table Discussion 2019 di Hotel Maison Glad, Jeju Island, Korea Selatan, Selasa (18/6/2019) lalu.

Dalam paparannya yang bertajuk "The Application of Industry 4.0-Based Technologies and Circular Economy in Developing a Prosperous, Peaceful and Sustainable World: a Lesson Learned from Indonesia", Rokhmin mengatakan manusia yang hidup di planet bumi perlu memperbaiki cara membangun perekonomian baik dalam tataran paradigmatik maupun praksis atau teknis operasional.

"Inti dari pidato konsep saya adalah bahwa untuk mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals), yakni dunia yg sejahtera (prosperous), aman (peaceful), dan berkelanjutan (sustaianable)," kata Rokhmin dalam keterangannya kepada Bagus.co kemarin.

Sebab, jelas Rokhmin, kapitalisme yang dianut bangsa-bangsa dunia sejak tahun 1800-an lalu telah menimbulkan sejumlah permasalahan yang telah mengancam kelestarian (sustainability, red) ekosistem planet bumi ini.

"Juga mengancam eksistensi peradaban manusia itu sendiri," terangnya.

Meskipun, Duta Besar Kehormatan Jeju Island dan Busan Metropolitan City Korea Selatan itu mengakui kapitalisme telah mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dunia (Gross World Product) yang sangat signifikan. Yakni rata-rata mencapai 3,5 persen per tahun sejak revolusi industri pertama sejak 1750 sampai 2015.

"Pada 1750 GWP hanya USD 0,45 trilyun, pada 2015 menjadi USD 90, melonjak 200 kali lipat. Kemajuan IPTEK yang didorong oleh kerakusan dan rasa ingin tahu mahzab Kapitalisme juga telah membuat kehidupan manusia lebih sehat, mudah, cepat dan nyaman," akunya.

Selain itu, kata dia, gelombang kemajuan IPTEK yang terkelompokan ke dalam empat era revolusi industri juga telah membuat ekonomi dunia semakin produktif dan efisien.

Namun, Rokhmin mengatakan kapitalisme juga telah menimbulkan banyak permasalahan sosial-ekonomi, lingkungan, dan sosial-budaya yang sangat kompleks dan serius.

Di bidang ekonomi, lanjutnya, saat ini tercacat sekitar 1 milyar warga dunia hidup dalam kemiskinan absolut (ekstrem poverty) dengan pengeluaran kurang dari USD 1,25 per hari. Selebihnya hampir 3 milyar orang masih hidup miskin dengan pengeluaran kurang dari USD 2 per hari.

"Yang lebih mencemaskan, ketimpangan ekonomi baik dalam satu negara maupun antar negara semakin melebar," jelasnya.

Selain itu, di bidang lingkungan, ia memaparkan semakin mengkhawatirkannya pencemaran, pengikisan biodiversity dan kepunahan spesies, perusakan fisik ekosistem alam, dan pemanasan global. Kondisi itu, kata Rokhmin telah mencapai tingkat yang mengancam kelestarian bumi dan kehidupan manusia.

Kapitalisme juga berdampak pada bidang sosial- budaya, terutama di daerah perkotaan. "Hidup semakin stress, narkoba, HIV/AIDS, frustasi, perampokan, bunuh diri, perzinahan, kemunafikan, hoax, dan penyakit sosial lainnya merebak masif. Distrust society dan post truth mendominasi kehidupan masyarakat," ungkap Rokhmin.

Karena itu, Rokhmin menyarankan agar paradigma kapitalisme diganti dengan paradigma kehidupan yang menuntun manusia.

"Bahwa manusia itu bukan hanya terdiri dari fisik (lahiriah), tetapi juga rohani, ruh, dan jiwa," ujarnya.

Kebahagian, imbuh politisi PDI Perjuangan itu tidak mungkin bisa dipuaskan oleh harta, tahta, popularitas dan hal-hal duniawi lainnya. Tapi, mesti dengan kedamaian hati dan jiwa.

"Bahwa sumber daya alam dan kekayaan itu bukan milik manusia, tetapi hanya titipan dari Tuhan. Yang diperoleh melalui ikhtiar dan doa manusia," jelas dia.

Sebab itu, menurut Menteri era Presiden Megawati Soekarno Putri itu, kekayaan tidak boleh terkonsentrasi oleh segelintir orang. "Karena kehidupan di dunia ini hanya sementara, kehidupan yang hakiki dan abadi adalah di akhirat," pungkasnya.