4 Organisasi Petani Sawit Dukung PSR, Bantuan Diusul Naik Jadi Rp45 Juta/Hektar
Empat organisasi petani kelapa sawit mendukung program peningkatan produktivitas melalui peremajaan sawit rakyat (PSR). Empat organisasi tersebut yaitu Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR (ASPEK-PIR), dan Asosiasi Sawit Masa Depanku (SAMADE).
Dukungan ini disampaikan dalam Seminar Nasional dengan tema “Seriuskah Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR)? Dengan topik “Peremajaan sawit rakyat sebagai solusi peningkatan produktivitas nasional, yang di inisiasi oleh Media Perkebunan di Jakarta.
Sebagaimana diketahui, program peremajaan sawit rakyat menjadi program prioritas pemerintah untuk sawit nasional untuk meningkatkan produktivitas perkebunan rakyat.
Dukungan pemerintah tersebut direalisasikan melalui dukungan pendanaan yang dikumpulkan melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS).
Dukungan dana bagi PSR ini sebesar Rp 25 juta rupiah per hektar dengan Batasan empat hektar per petani.
Sebagaimana diketahui, pungutan ini telah dihentikan oleh Kementerian Perekonomian pada per tengahan Desember 2018 lalu hingga saat ini.
Dalam acara yang dirintis Media Perkebunan ini, keempat organisasi ini juga mengukuhkan Persatuan Organisasi Petani Kelapa Sawit (POPSI). Pengukuhan ini dilakukan melalui deklarasi bersama.
Ketua Umum ASPEK-PIR, Setioyono mengatakan organisasi petani harus bersatu untuk memiliki pandangan dan sikap yang sama menyuarakan kepentingan petani kelapa sawit Indonesia.
“Dana sawit ini harus memberikan manfaat bagi petani kelapa sawit dengan cara mendukung penuh pendanaannya untuk peremajaan sawit,” tegas Setiyono, yang juga merupakan petani sawit PIR TRANS di Riau ini.
Lebih lanjut, Setiyono meminta agar dukungan pendanaan bagi petani tidak dibatasi dengan luasan 4 hektar melainkan dibawah 25 hektar. Hal ini sesuai dengan UU Perkebunan.
Tidak hanya itu, pihaknya meminta agar dukungan dana sebesar Rp 25 juta rupiah per hetar tersebut harus ditinjau kembali. Seharusnya bisa mencapai Rp 45 juta per hektar. Sebagaimana harapan dari ratusan ribu petani PIR di Indonesia.
Anggota POPSI lainnya melalui Ketua Umum APKASINDO, Alvian Arrahman mendukung inisiatif peningkatan produktivitas melalui program PSR.
“Atas dasar itulah kita meminta agar program ini perlu didukung dengan prosedur yang lebih mudah bagi petani dan meminta agar syaratnya cukuo satu atau dua syarat saja,” kata Alvian.
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu Kementerian Pertanian telah menetapkan delapan syarat bagi petani penerima program PSR. Namun syarat-syarat ini masih terlalu berat untuk dipenuhi petani khususnya terkait dengan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB).
Sebab, menurut Alvian penerbitan STDB adalah tugas Kabupaten Kota, namun pemerintah daerah tidak memiliki dana untukmendata petani plasma dan petani swadaya.
Hal sendada diungkapkan perwakilan dari Asosiasi SAMADE Pahala Sibuea yang sesuai dengan janji Presiden Jokowi pada bulan Oktober 2018 dalam acara IPOC (Indonesian Palm Oil Conference) pada 29 Oktober 2018 di Bali bahwa petani sawit jangan dipersulit, satu syarat cukup, jelas Alvian.
Tugas Berat POPSI
Melihat rumitnya program PSR ini, Alvian berpendapat ini merupakan tugas berat POPSI, khususnya dalam melakukan pendampingan petani, revitalisasi kelembagaan dan penyiapan syarat-syarat untuk peremajaan sawit.
Atas dasar itulah POPSI meminta untuk bersinergi dengan para pihak khususnya Pemerintah Daerah, perusahaan perkebunan dan BPDP-KS serta Direktorat Jendral Perkebunan, Kemneterian Pertanian.
Melihat hal tersebut, Sekjen SPKS Mansuetus Darto, mendesak pemerintah, perusahaan swasta dan industri biodiesel untuk bergotong royong membantu petani kelapa sawit dimanapun mereka berada.
“Jangan biarkan petani bergerak sendiri tanpa pendampingan,” tegas Darto.
Tidak hanya itu, Darto pun meminta agar program PSR ini jangan hanya fokus pada mengganti tanamannya saja. “Sebab masih ada hal-hal lain yang dibutuhkan petani seperti model insentif bagi petani untuk menambah pendapatan petani dari harga tandan buah segar (TBS) yang terus anjlok dan program ketahanan pangan petani sawit,” pungkas Darto.
Dukungan ini disampaikan dalam Seminar Nasional dengan tema “Seriuskah Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR)? Dengan topik “Peremajaan sawit rakyat sebagai solusi peningkatan produktivitas nasional, yang di inisiasi oleh Media Perkebunan di Jakarta.
Sebagaimana diketahui, program peremajaan sawit rakyat menjadi program prioritas pemerintah untuk sawit nasional untuk meningkatkan produktivitas perkebunan rakyat.
Dukungan pemerintah tersebut direalisasikan melalui dukungan pendanaan yang dikumpulkan melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS).
Dukungan dana bagi PSR ini sebesar Rp 25 juta rupiah per hektar dengan Batasan empat hektar per petani.
Sebagaimana diketahui, pungutan ini telah dihentikan oleh Kementerian Perekonomian pada per tengahan Desember 2018 lalu hingga saat ini.
Dalam acara yang dirintis Media Perkebunan ini, keempat organisasi ini juga mengukuhkan Persatuan Organisasi Petani Kelapa Sawit (POPSI). Pengukuhan ini dilakukan melalui deklarasi bersama.
Ketua Umum ASPEK-PIR, Setioyono mengatakan organisasi petani harus bersatu untuk memiliki pandangan dan sikap yang sama menyuarakan kepentingan petani kelapa sawit Indonesia.
“Dana sawit ini harus memberikan manfaat bagi petani kelapa sawit dengan cara mendukung penuh pendanaannya untuk peremajaan sawit,” tegas Setiyono, yang juga merupakan petani sawit PIR TRANS di Riau ini.
Lebih lanjut, Setiyono meminta agar dukungan pendanaan bagi petani tidak dibatasi dengan luasan 4 hektar melainkan dibawah 25 hektar. Hal ini sesuai dengan UU Perkebunan.
Tidak hanya itu, pihaknya meminta agar dukungan dana sebesar Rp 25 juta rupiah per hetar tersebut harus ditinjau kembali. Seharusnya bisa mencapai Rp 45 juta per hektar. Sebagaimana harapan dari ratusan ribu petani PIR di Indonesia.
Anggota POPSI lainnya melalui Ketua Umum APKASINDO, Alvian Arrahman mendukung inisiatif peningkatan produktivitas melalui program PSR.
“Atas dasar itulah kita meminta agar program ini perlu didukung dengan prosedur yang lebih mudah bagi petani dan meminta agar syaratnya cukuo satu atau dua syarat saja,” kata Alvian.
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu Kementerian Pertanian telah menetapkan delapan syarat bagi petani penerima program PSR. Namun syarat-syarat ini masih terlalu berat untuk dipenuhi petani khususnya terkait dengan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB).
Sebab, menurut Alvian penerbitan STDB adalah tugas Kabupaten Kota, namun pemerintah daerah tidak memiliki dana untukmendata petani plasma dan petani swadaya.
Hal sendada diungkapkan perwakilan dari Asosiasi SAMADE Pahala Sibuea yang sesuai dengan janji Presiden Jokowi pada bulan Oktober 2018 dalam acara IPOC (Indonesian Palm Oil Conference) pada 29 Oktober 2018 di Bali bahwa petani sawit jangan dipersulit, satu syarat cukup, jelas Alvian.
Tugas Berat POPSI
Melihat rumitnya program PSR ini, Alvian berpendapat ini merupakan tugas berat POPSI, khususnya dalam melakukan pendampingan petani, revitalisasi kelembagaan dan penyiapan syarat-syarat untuk peremajaan sawit.
Atas dasar itulah POPSI meminta untuk bersinergi dengan para pihak khususnya Pemerintah Daerah, perusahaan perkebunan dan BPDP-KS serta Direktorat Jendral Perkebunan, Kemneterian Pertanian.
Melihat hal tersebut, Sekjen SPKS Mansuetus Darto, mendesak pemerintah, perusahaan swasta dan industri biodiesel untuk bergotong royong membantu petani kelapa sawit dimanapun mereka berada.
“Jangan biarkan petani bergerak sendiri tanpa pendampingan,” tegas Darto.
Tidak hanya itu, Darto pun meminta agar program PSR ini jangan hanya fokus pada mengganti tanamannya saja. “Sebab masih ada hal-hal lain yang dibutuhkan petani seperti model insentif bagi petani untuk menambah pendapatan petani dari harga tandan buah segar (TBS) yang terus anjlok dan program ketahanan pangan petani sawit,” pungkas Darto.