Sajian 2 Putri Bung Karno ke Prabowo, Mega: Nasi Goreng, Rachma: Nasi Liwet. Enak Mana?
Meskipun sama-sama berstatus sebagai putri Soekarno, selera Megawati dan Rachmawati masih beda. Baik dalam hal makanan maupun politik. Setidaknya itu terlihat saat keduanya menjamu ketum Gerindra Prabowo Subianto.
Setelah bertamu ke rumah Mega pada Rabu (24/7) siang lalu, kemarin petang giliran Rachma yang disambangi Prabowo. Mantan Danjen Kopassus itu tiba di rumah Rachma sekitar pukul 16.25 WIB.
Tampil dengan setelan baju safari cokelat berpadu celana biru, Prabowo turun dari mobil Alphard warna putih dengan nomor polisi B 108 PSD. Dia disambut tuan rumah Rachma, yang mengenakan pakaian serba hitam. Pertemuan itu berlangsung tertutup bagi awak media.
Hampir dua jam keduanya di dalam. Prabowo dan Rachma baru "nongol" kembali di hadapan awak media, yang menunggu di luar, sekitar pukul 18.10 WIB. Kepada wartawan, Rachma mula-mula membocorkan menu makanan yang disajikan kepada ketumnya.
"Yang penting ini bukan nasi goreng ya. Nasi liwet," kata Rachma. Meskipun tidak secara eksplisit, pernyataan itu seakan mempertegas perbedaan pilihan antara dirinya dengan sang kakak.
Sementara Prabowo memilih berkelakar ketika ditanya apa saja yang dibahas keduanya dalam pertemuan kali ini. "Nggak, bahas tambah berat badan, ini habis makan," candanya.
"Beliau kan Dewan Pembina Partai Gerindra, Wakil Ketua Umum ya. Kita bahas masalah-masalah yang menarik saja bagi kita," sambung Prabowo, lalu ketawa.
Tak puas, wartawan kembali memberondongnya dengan pertanyaan yang lebih spesifik: mengenai sikap politik partai turut dibahas? Prabowo langsung "ngacir". "Makasih ya, terima kasih ya," ucap Prabowo, lalu menaiki mobilnya.
Ketika Prabowo berlalu, "corong" rekaman wartawan beralih ke Rachma. Dia mengatakan pertemuan itu membahas tentang ideologi. Tentang kepentingan bangsa dan negara ke depan.
Sementara bocoran hasil pertemuan antara Prabowo dengan Jokowi, termasuk pertemuan Prabowo dengan Mega sudah jauh hari diberitahukan kepadanya. Sekilas, Rachma membeberkan. Dalam pertemuan itu, Prabowo dalam kapasitas orang yang diundang. Dia hanya bicara hal-hal ringan saja.
Sedangkan dalam pertemuan kemarin petang, Rachma mengaku pembicaraan keduanya belum menyinggung kemana arah partai pasca-pilpres. Koalisi atau oposisi.
Tapi secara pribadi, Rachma berpandangan Gerindra lebih baik berada di luar pemerintahan. "Kalau saya nih ya... Enggak tau nanti pak Prabowo," kata Rachma.
Sebagai orang yang dipercaya Prabowo menangani bidang ideologi, Rachma mengaku dari awal tetap komit dengan visi misi Partai Gerindra. Dimana dalam anggaran dasar mengamanatkan ajaran Trisaksi Bung Karno. "Sekarang ini, melihat sistim yang berlangsung adalah antitesa," tutur Rachma.
"Ini yang sedang kita fikirkan bagaimana baiknya bangsa kedepan. Jadi bukan masalah kekuasaan, masalah jabatan bukan kesitu sebetulnya pemikiran awal, pemikiran utama kita bagaimana menyelamatkan kebangsaaan kita ini ke depan," lanjutnya.
Ia mempersilahkan, jika Jokowi mau mengadopsi ajaran Trisakti Bung Karno. Namun secara gamblang, bagaimana sebetulnya kondisi politik dan ekonomi Indonesia saat ini, ia merujuk buku yang ditulis Prabowo. "Baca aja buku Paradoks Indonesia pak prabowo, kan jelas gamblang," tandasnya.
"Pemerintah pasti tahu lah sebetulnya keadaannya bagaimana. Tahu kan, nah kalau mau menyelamatkan bangsa ini, mari kita....," sambung Rachma.
Soal sikap partai: oposisi atau koalisi, Rachma lebih memilih frasa critical cooperation. Sebab, menurutnya oposisi tidak ada dalam sistim demokrasi yang dianut Bung Karno.
"Mau dibilang itu oposisi. Ya memang di dalam sistem demokrasi kita, Bung Karno sebut gak ada tuh istilah opisisi. Memang betul. Tapi kita sebagai bagian yang menjadi critical cooperation, karena kita berada di dalam gitu loh. Cuma kita mempunyai satu visi-misi yang mungkin yang sekarang ini berbeda gitu. Nah ini harus kita luruskan," tukas Rachma.
Melihat kondisi saat ini, Rachma secara gamblang menyarankan lebih baik partainya berada di kuar pemerintahan. "Kalo dilihat posisioning visi misi, memang ada baiknya kita harus berada di luar sistem sekarang. Karena sulit sekali sebetulnya memadukan itu," tegas Rachma.
|
Tampil dengan setelan baju safari cokelat berpadu celana biru, Prabowo turun dari mobil Alphard warna putih dengan nomor polisi B 108 PSD. Dia disambut tuan rumah Rachma, yang mengenakan pakaian serba hitam. Pertemuan itu berlangsung tertutup bagi awak media.
Hampir dua jam keduanya di dalam. Prabowo dan Rachma baru "nongol" kembali di hadapan awak media, yang menunggu di luar, sekitar pukul 18.10 WIB. Kepada wartawan, Rachma mula-mula membocorkan menu makanan yang disajikan kepada ketumnya.
"Yang penting ini bukan nasi goreng ya. Nasi liwet," kata Rachma. Meskipun tidak secara eksplisit, pernyataan itu seakan mempertegas perbedaan pilihan antara dirinya dengan sang kakak.
Sementara Prabowo memilih berkelakar ketika ditanya apa saja yang dibahas keduanya dalam pertemuan kali ini. "Nggak, bahas tambah berat badan, ini habis makan," candanya.
"Beliau kan Dewan Pembina Partai Gerindra, Wakil Ketua Umum ya. Kita bahas masalah-masalah yang menarik saja bagi kita," sambung Prabowo, lalu ketawa.
Tak puas, wartawan kembali memberondongnya dengan pertanyaan yang lebih spesifik: mengenai sikap politik partai turut dibahas? Prabowo langsung "ngacir". "Makasih ya, terima kasih ya," ucap Prabowo, lalu menaiki mobilnya.
Ketika Prabowo berlalu, "corong" rekaman wartawan beralih ke Rachma. Dia mengatakan pertemuan itu membahas tentang ideologi. Tentang kepentingan bangsa dan negara ke depan.
Sementara bocoran hasil pertemuan antara Prabowo dengan Jokowi, termasuk pertemuan Prabowo dengan Mega sudah jauh hari diberitahukan kepadanya. Sekilas, Rachma membeberkan. Dalam pertemuan itu, Prabowo dalam kapasitas orang yang diundang. Dia hanya bicara hal-hal ringan saja.
Sedangkan dalam pertemuan kemarin petang, Rachma mengaku pembicaraan keduanya belum menyinggung kemana arah partai pasca-pilpres. Koalisi atau oposisi.
Tapi secara pribadi, Rachma berpandangan Gerindra lebih baik berada di luar pemerintahan. "Kalau saya nih ya... Enggak tau nanti pak Prabowo," kata Rachma.
Sebagai orang yang dipercaya Prabowo menangani bidang ideologi, Rachma mengaku dari awal tetap komit dengan visi misi Partai Gerindra. Dimana dalam anggaran dasar mengamanatkan ajaran Trisaksi Bung Karno. "Sekarang ini, melihat sistim yang berlangsung adalah antitesa," tutur Rachma.
"Ini yang sedang kita fikirkan bagaimana baiknya bangsa kedepan. Jadi bukan masalah kekuasaan, masalah jabatan bukan kesitu sebetulnya pemikiran awal, pemikiran utama kita bagaimana menyelamatkan kebangsaaan kita ini ke depan," lanjutnya.
Ia mempersilahkan, jika Jokowi mau mengadopsi ajaran Trisakti Bung Karno. Namun secara gamblang, bagaimana sebetulnya kondisi politik dan ekonomi Indonesia saat ini, ia merujuk buku yang ditulis Prabowo. "Baca aja buku Paradoks Indonesia pak prabowo, kan jelas gamblang," tandasnya.
"Pemerintah pasti tahu lah sebetulnya keadaannya bagaimana. Tahu kan, nah kalau mau menyelamatkan bangsa ini, mari kita....," sambung Rachma.
Soal sikap partai: oposisi atau koalisi, Rachma lebih memilih frasa critical cooperation. Sebab, menurutnya oposisi tidak ada dalam sistim demokrasi yang dianut Bung Karno.
"Mau dibilang itu oposisi. Ya memang di dalam sistem demokrasi kita, Bung Karno sebut gak ada tuh istilah opisisi. Memang betul. Tapi kita sebagai bagian yang menjadi critical cooperation, karena kita berada di dalam gitu loh. Cuma kita mempunyai satu visi-misi yang mungkin yang sekarang ini berbeda gitu. Nah ini harus kita luruskan," tukas Rachma.
Melihat kondisi saat ini, Rachma secara gamblang menyarankan lebih baik partainya berada di kuar pemerintahan. "Kalo dilihat posisioning visi misi, memang ada baiknya kita harus berada di luar sistem sekarang. Karena sulit sekali sebetulnya memadukan itu," tegas Rachma.