Kementan Harus Mengkorporasikan Petani
Jangan hanya sekedar memberikan bantuan tanpa membangun sistem tidak akan efektif. Pada akhirnya keberlanjutan dan kemandirian petani tidak terbangun
Segala sesuatu harus dipikirkan lebih terlebih dahulu apa manfaat yang didapat, termasuk memberikan bantuan kepada petani.
JAKARTA -- Untuk meningkatkan kesejahteraan petani, tidak hanya dengan bagi-bagi bantuan. Terlebih jumlah petani di Indonesia tidaklah kecil. Maka dalam membangun kesejahteraan petani janganlah main-main, harus juga mengkorporasikan petani dalam bentuk koperasi.
“Jadi jangan hanya sekedar memberikan bantuan tanpa membangun sistem tidak akan efektif. Pada akhirnya keberlanjutan dan kemandirian petani tidak terbangun,” kata Mindo Sianipar, Anggota Komisi IV DPR-RI.
Memang, menurut Mindo, besarnya bantuan terhadap petani dalam hal penyediaan benih, pupuk dan alat khususnya di sub sektor pangan merupakan wujud keperdulian terhadap petani.
Namun pendekatan ini tidak memenuhi sprit berkelanjutan karena belum menjadikan penyediaan pangan menjadi bisnis yang menguntungkan. Artinya petani belum merasakan dampak dari pertanian yang dibudidayakannya.
Dalam konteks ini maka Kementerian Pertanian harus mengkorporasikan petani, salahsatunya dengan membentuk koperasi dalam memproduksi pangan. Hal ini penting untuk mewujudkan skala ekonomi pengelolaan lahan persawahan atau tanaman lainnya yang berlangsung secara kolektif dalam luasan ribuan hektar. Kemudian barulah didukung dengan dengan sistem pengelolaan yang mengacu pada good agriculture practices (GAP) dan melibatkan penggunaan alat dan mesin.
“Demikian halnya untuk pengolahan hasil harus dilakukan melalui satu processing yang dilengkapi peralatan yang efisien serta dilakukan secara korporasi. Melalui koorporasi maka biaya produksi dapat ditekan dan meningkatkan potensi margin,” terang Mindo yang sudah dua dekade sebagai anggota Dewan.
Sementara di sisi supply, menurut Mindo, pemerintah wajib memberikan subsidi harga pembelian baik tanaman pangan ataupun komoditas lainnya. Sebab pertanian itu bukan hanya tanaman pangan, disana ada perkebunan, hortikultura serta peternakan.
“Sehingga dengan begitu petani dapat memperoleh insentif dari penjualan hasil pertaniannya,” terang Mindo, yang juga politisi asal PDI-P.
Sementara di sisi lain, MIndo menyarankan, konsumen tidak dibebani harga pangan yang lebih tinggi. Contoh kecilnya harga gabah dapat dipertahankan agar stabil. Dana untuk stabilisasi harga dapat diperoleh dari kutipan terhadap impor beras.
“Jadi dalam hal ini harus menciptakan pola-pola yang dapat melibatkan perusahaan. Baik perusahaan milik negara ataupun perusahaan milik swasata melalui pola inti plasama,” saran Mindo.
Tapi, Mindo mengingatkan, “pola inti plasma ini difasilitasi penyediaan sarana dan pendampingan. Melalui pola ini maka bisnis pertanian menjadi menguntungkan”.
Pola inti plasma ini baik, karena menurut Mindo pemberian bantua harus dibarengi dengan pembentukan koorporasi bagi petani. Sebab pemberian bantuan secara besar-besar kepada petani bukan hal yang buruk, namun tanpa dibarengi dengan pengembangan sistem kemitraan maka pada akhirnya akan menciptakan ketergantungan petani dengan pemerintah.
“Sementara itu dengan pendekatan korporasi rakyat yang mengkoordinir lahan hingga ribuah hektar maka penerapan mekanisasi menjadi jauh lebih efektif,” jelas Mindo.
Bahkan, Mindo mengakui, koperasi tani juga mendorong petani menjadi seorang investor melalui penumbuhan perusahaan yang mempekerjakan tenaga professional. Tujuannya petani kedepan dapat menangani produksi atau distribusi sarana pertanian, pemasaran produk, hingga transportasi hasil panen, dan lain-lain.
Dalam konteks artinya petani tidak hanya mendapatkan kemudahan akses pasar melalui koperasi namun juga dalam hal penyediaan jasa lainnya dari perusahaan yang secara tidak langsung dimiliki oleh petani seperti halnya koperasi ternak di Belanda yang memiliki pabrik susu.
“Jika pendekatan ini dilakukan secara konsisten dari tahun 2019 – 2024 maka swasembada pangan dapat dicapai,” harap Mindo.
Sekedar catatan, Kementerian Pertanian bukan hanya mengurusi tanaman pangan saja. Tetapi didalamnya terdapat perkebunan, hortikultura, dan peternakan. Adapun pola kemitraan perusahaan dengan petani yang saat ini sudah berjalan diantaranya perkebunan kelapa sawit dan peternakan ayanm broiler. ***
|
JAKARTA -- Untuk meningkatkan kesejahteraan petani, tidak hanya dengan bagi-bagi bantuan. Terlebih jumlah petani di Indonesia tidaklah kecil. Maka dalam membangun kesejahteraan petani janganlah main-main, harus juga mengkorporasikan petani dalam bentuk koperasi.
“Jadi jangan hanya sekedar memberikan bantuan tanpa membangun sistem tidak akan efektif. Pada akhirnya keberlanjutan dan kemandirian petani tidak terbangun,” kata Mindo Sianipar, Anggota Komisi IV DPR-RI.
Memang, menurut Mindo, besarnya bantuan terhadap petani dalam hal penyediaan benih, pupuk dan alat khususnya di sub sektor pangan merupakan wujud keperdulian terhadap petani.
Namun pendekatan ini tidak memenuhi sprit berkelanjutan karena belum menjadikan penyediaan pangan menjadi bisnis yang menguntungkan. Artinya petani belum merasakan dampak dari pertanian yang dibudidayakannya.
Dalam konteks ini maka Kementerian Pertanian harus mengkorporasikan petani, salahsatunya dengan membentuk koperasi dalam memproduksi pangan. Hal ini penting untuk mewujudkan skala ekonomi pengelolaan lahan persawahan atau tanaman lainnya yang berlangsung secara kolektif dalam luasan ribuan hektar. Kemudian barulah didukung dengan dengan sistem pengelolaan yang mengacu pada good agriculture practices (GAP) dan melibatkan penggunaan alat dan mesin.
“Demikian halnya untuk pengolahan hasil harus dilakukan melalui satu processing yang dilengkapi peralatan yang efisien serta dilakukan secara korporasi. Melalui koorporasi maka biaya produksi dapat ditekan dan meningkatkan potensi margin,” terang Mindo yang sudah dua dekade sebagai anggota Dewan.
Sementara di sisi supply, menurut Mindo, pemerintah wajib memberikan subsidi harga pembelian baik tanaman pangan ataupun komoditas lainnya. Sebab pertanian itu bukan hanya tanaman pangan, disana ada perkebunan, hortikultura serta peternakan.
“Sehingga dengan begitu petani dapat memperoleh insentif dari penjualan hasil pertaniannya,” terang Mindo, yang juga politisi asal PDI-P.
Sementara di sisi lain, MIndo menyarankan, konsumen tidak dibebani harga pangan yang lebih tinggi. Contoh kecilnya harga gabah dapat dipertahankan agar stabil. Dana untuk stabilisasi harga dapat diperoleh dari kutipan terhadap impor beras.
“Jadi dalam hal ini harus menciptakan pola-pola yang dapat melibatkan perusahaan. Baik perusahaan milik negara ataupun perusahaan milik swasata melalui pola inti plasama,” saran Mindo.
Tapi, Mindo mengingatkan, “pola inti plasma ini difasilitasi penyediaan sarana dan pendampingan. Melalui pola ini maka bisnis pertanian menjadi menguntungkan”.
Pola inti plasma ini baik, karena menurut Mindo pemberian bantua harus dibarengi dengan pembentukan koorporasi bagi petani. Sebab pemberian bantuan secara besar-besar kepada petani bukan hal yang buruk, namun tanpa dibarengi dengan pengembangan sistem kemitraan maka pada akhirnya akan menciptakan ketergantungan petani dengan pemerintah.
“Sementara itu dengan pendekatan korporasi rakyat yang mengkoordinir lahan hingga ribuah hektar maka penerapan mekanisasi menjadi jauh lebih efektif,” jelas Mindo.
Bahkan, Mindo mengakui, koperasi tani juga mendorong petani menjadi seorang investor melalui penumbuhan perusahaan yang mempekerjakan tenaga professional. Tujuannya petani kedepan dapat menangani produksi atau distribusi sarana pertanian, pemasaran produk, hingga transportasi hasil panen, dan lain-lain.
Dalam konteks artinya petani tidak hanya mendapatkan kemudahan akses pasar melalui koperasi namun juga dalam hal penyediaan jasa lainnya dari perusahaan yang secara tidak langsung dimiliki oleh petani seperti halnya koperasi ternak di Belanda yang memiliki pabrik susu.
“Jika pendekatan ini dilakukan secara konsisten dari tahun 2019 – 2024 maka swasembada pangan dapat dicapai,” harap Mindo.
Sekedar catatan, Kementerian Pertanian bukan hanya mengurusi tanaman pangan saja. Tetapi didalamnya terdapat perkebunan, hortikultura, dan peternakan. Adapun pola kemitraan perusahaan dengan petani yang saat ini sudah berjalan diantaranya perkebunan kelapa sawit dan peternakan ayanm broiler. ***