Tidak Bangkrut, Malah Lagi Untung Besar. Kenapa Bukalapak PHK Besar-besaran?

Kebijakan PHK Bukalapak bukan karena bangkrut, tapi...
Kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda Bukalapak cukup mengagetkan. Sebab salah satu pusat perbelanjaan daring terbesar di tanah air itu sudah menyandang status unicorn atau startup dengan nilai kapitalisasi lebih dari USD 1 miliar. 

  • Salah satu ruang kerja, di kantor Bukalapak. Foto: Twitter Bentang Pustaka.

JAKARTA - Agak aneh apabila kebijakan PHK ini dilakukan karena Bukalapak disebut sedang dalam keadaan sekarat. Sebab jika menengok keterangan persnya kemarin, mereka lagi menenggak laba besar

"Bahkan melampaui ekspektasi kami. 
Gross Profit kami di pertengahan 2019 naik 3 kali dibandingkan pertengahan 2018," kata Teddy Oetomo Chief of Strategy Officer of Bukalapak kemarin.

Lebih lanjut, Bukalapak juga berhasil mengurangi setengah kerugian dari pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) selama 8 bulan terakhir ini. 

Lalu kenapa mereka melakukan PHK?

Head of Corporate Communication Bukalapak Intan Wibisono menganalogikan perusahaannya seperti seorang remaja yang sedang beranjak dewasa. Ia membantah jika kebijakan PHK ini dilakukan karena perusahaannya bangkrut atau indikasi ekonomi lemah.

"Yang tadinya remaja, boleh coba macam-macam ke sana-sini, terus sekarang kita udah lulus, jadi kita udah lebih dewasa nih. Harus semakin bertanggung jawab," terang Intan kepada Bagus.co kemarin.

Sehingga, lanjut Intan, hal-hal yang belum diperlukan oleh masyarakat Indonesia ke depannya, maka tidak lagi menjadi fokus Bukalapak. Misalnya Internet of Things (IoT). Karyawan di bagian seperti inilah yang dipangkas.

"Internet of Things itu kan kayak misalnya bikin kulkas pintar, meja pintar atau waktu itu sempat ada percobaan bikin hardware juga, untuk mekanisme pembayaran," terang Intan.

Bukalapak, lanjut Intan dalam beberapa hal kini lebih menggemari skema kolaborasi. Seperti ketika Bukalapak memilih untuk tidak mengembangkan e-payment. Mereka justru berkolaborasi dengan "Dana", salah satu dompet digital dalam menangani sistem pembayarannya.

Hal yang sama juga berlaku pada bagian logistik. Dari pada membangun tim logistik sendiri, Bukalapak kata Intan kini lebih memilih berpartner dengan semua perusahaan logistik, yang sudah menjadi fokus bisnis mereka. "Jadi lebih ke kolaborasi sih ke depannya, daripada kita kemana-mana," tutur Intan.

Namun ketika disinggung apakah gelombang PHK ini merupakan dampak dari strategi "bakar uang" yang selama ini jor-joran dilakukan oleh Bukalapak, sebagaimana juga dilakukan banyak start-up lain, Intan tidak menjawab iya atau tidak. 

Ia hanya mengatakan bahwa Bukalapak ingin menjadi start-up unicorn pertama yang bisa untung. "Semua perusahaan pengen profitable, jadi ya kita bergerak ke arah situ," sebutnya.

Lalu berapa banyak yang akan terkena gelombang PHK di Bukalapak?

Intan tidak menyebut angka secara spesifik. Tapi dari sekitar 2.500 karyawan yang ada saat ini, Bukalapak, kata Intan rencananya akan memangkas kurang dari 10 persen dari total karyawannya. 

"Jadi mendadak ketika jumlah kecil dari 2.500 orang karyawan ini tidak menjadi fokus kami. Karena program dan produknya bukan lagi menjadi fokus kami ke depannya. Jadinya ya, jadi rame gitu," paparnya.

Namun demikian, PHK ini bukan berarti pula pengurangan karyawan. Sebab, di sisi lain, kata Intan Bukalapak juga melakukan rekruetment karyawan baru. Karena itu, bisa dibilang, kebijakan PHK ini hanyalah bagian dari penataan ulang dari perusahaan untuk re-focus agar strategi bisnis salah satu online-marketplace terbesar di Indonesia itu bisa jalan lebih optimal.