Menag Wacanakan Satgas Antiradikalisme, DPR: Itu Bukan Tugasnya...

Tugas utamanya adalah menciptakan kerukunan umat beragama, menciptakan pendidikan keagamaan yang moderat. 
Setelah heboh larangan cadar dan cingkrang, Menteri Agama Fachrul Razi kembali menjadi sorotan karena wacana pembentukan Satgas Antiradikalisme.

  • Menteri Agama Fachrul Razi. Foto: Kemenag

JAKARTA - Satgas itu, kata Menag Fachrul tidak hanya akan dibentuk di Kementerian yang dipimpinnya. Tapi juga tersebar di 11 Kementerian dan Lembaga Negara. Tujuannya untuk memberantas paham radikal di kalangan PNS.

"Betul-betul untuk pegawai negeri sipil," tegas Menag Fachrul usai mengisi kuliah umum di UIN Maulana Malik Ibrahim, Jalan Sumbersari, Kota Malang, kemarin.

Menag berharap, Satgas tersebut bisa menjadi garda terdepan untuk meningkatkan wawasan kebangsaan dan melakukan langkah-langkah deradikalisasi terhadap PNS. Karena menurutnya PNS sama sekali tidak boleh ketularan sifat radikal.

"Satgas nanti untuk menampung laporan-laporan. Satgas dibentuk oleh kementerian dan lembaga negara masing-masing," jelasnya.

Jika ada yang terdeteksi ketularan paham radikal, akan diapakan PNS-PNS itu?

Menag Fachrul bilang, PNS itu pasti akan dipanggil. Tapi tidak akan diapa-apakan. "Kami hanya memberi nasihat karena sudah ancaman nyata radikalisasi di Indonesia saat ini," jawab Fachrul merespons pertanyaan wartawan.

Lalu seperti apa sebenarnya ciri-ciri PNS yang sudah terpapar radikalisme?

Mantan Wakil Panglima TNI itu menjabarkan ada empat cirinya, sebagaimana disampaikan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Pertama, intoleran terhadap perbedaan. Kedua, adanya konsep takfiri atau mudah mengkafirkan orang lain. Ketiga, memaksanakan kehendak dengan berbagai dalil dan yang terakhir menggunakan cara kekerasan untuk mewujudkan kehendaknya.

Fachrul bilang, seseorang atau kelompok yang sudah punya ciri-ciri tersebut tidak boleh dibiarkan. Karena bisa mengancam keutuhan dalam berbangsa. “Kondisi ini tidak boleh dibiarkan,” lanjut Menteri kelahiran Aceh itu.

Dalam kuliah umumnya, Fachrul juga menyebutkan bahwa PNS radikal adalah musuh di dalam selimut. Untuk mengantisipasinya, sebutnya memang butuh tindakan yang sedikit keras. "Masa PNS digaji negara malah melawan negara," sindir Fachrul.

Tak hanya menyasar PNS, langkah pencegahan paham radikal juga akan diterapkan pada calon pegawai negeri sipil (CPNS). Dimana saat ini tengah dibuka proses rekrutmen.

"Rekrutmen CPNS, juga akan kami cek nasionalismenya bagaimana. Pasti ada wawancara, pertanyaan-pertanyaan terkait itu. Ini wajar, tidak ada yang aneh," lanjut Fachrul.

Lalu bagaimana respons DPR terkait rencana pembentukan Satgas Antiradikalisme ini?

Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily mengaku heran dengan langkah yang diambil Menag Fachrul. Sebab, yang dia tahu, tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) Kemenag bukan itu.

"Tugas utamanya adalah menciptakan kerukunan umat beragama, menciptakan pendidikan keagamaan yang moderat. Saya sih agak heran kalau kemenag membuat satgas itu, karena satgas itu bukan tupoksinya dia," kata Ace, ketika berbincang tadi malam.

Lagi pula, lanjutnya, setiap aparatur sipil negara (ASN) atau PNS memang sejak awal sudah disumpah untuk taat kepada Pancasila dan UUD 1945. Mereka memang punya kewajiban untuk memiliki ketaatan dan loyalitas terhadap nilai2 kebanhsaan.

Sehingga, jika ada ASN yang melakukan tindakan yang mengarah pada upaya anti terhadap konstitusi, maka itu adalah pelanggaran disiplin ASN. Penegakan disiplin ASN, terang politisi Golkar itu ada di Kementerian PANRB.

"Saya kira dengan atau tanpa adanya Satgas, ya siapapun ASN yang melakukan tindakan tersebut punya kewajiban diberikan sanksi di institusi manapun," jelasnya.

Pengamat politik Hendri Satrio juga mengaku heran, kenapa urusan radikalisme yang seringkali menjadi bahan pembicaraan Menag. "Kan sudah ada BPIP," kata Hensat, sapaan akrabnya.

Selain itu, ia juga menilai gaya komunikasi Menag yang masih kurang pas. Programnya, nilai Hensat juga mirip pembinaan Ospek mahasiswa baru. Enggak ada sejuk-sejuknya.

Padahal, lanjut dia Presiden Jokowi sudah berhasil melaksanakan rekonsiliasi kebangsaan. "Mestinya Menag bikin makin adem, jangan bikin program dan statement yang bikin rakyat tegang terus," tandasnya.