Target Bebas Rabies 2030, Kementan Programkan Pengendalian Per Pulau
Penyakit yang disebabkan oleh anjing itu harus diberantas. Berdasarkan kesepakatan antara OIE, WHO, FAO serta GARC pada Global Conference Geneva 10-11 December 2015 lalu, dunia harus terbebas dari penyakit rabies tahun 2030.
Pada tahun 2019, sudah 8 dari 34 provinsi yang berhasil bebas dari rabies. Khusus pulau Sumatera, sudah 2 dari 10 Provinsi yang telah menyandang status bebas rabies.
BANDA ACEH, Bagus - Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) I Ketut Diarmita menargetkan bahwa tahun 2030 Indonesia bebas dari penyakit rabies.
Penyakit yang disebabkan oleh anjing itu harus diberantas. Berdasarkan kesepakatan antara OIE, WHO, FAO serta GARC pada Global Conference Geneva 10-11 December 2015 lalu, dunia harus terbebas dari penyakit rabies tahun 2030.
Karena itu, Ketut berharap, Rapat Koordinasi Rabies se-Sumatera Tahun 2019 di Banda Aceh, 26 November 2019 itu bukan sekedar seremonial yang harus dilakukan setiap tahun. Tapi bagaimana bisa mendorong setiap provinsi dan kabupaten/kota untuk berusaha maksimal memberantas rabies di wilayahnya masing-masing
"Rabies memang mematikan, tapi tidak perlu ditakuti, dengan syarat utama vaksinasi harus dilakukan," kata Ketut, Selasa (26/11).
Ia memaparkan, bahwa pada tahun 2019 sudah 8 dari 34 provinsi yang berhasil bebas dari rabies. Khusus pulau Sumatera, sudah 2 dari 10 Provinsi yang telah menyandang status bebas rabies.
"Ini tentunya membutuhkan kerja keras dan kerjasama semua pihak dalam mempertahankan status bebas bagi wilayah yang sudah mencapainya, serta kerja keras untuk pemberantasan bagi wilayah yang masih endemis," lanjutnya.
Untuk mengejar target bebas rabies, salah satu hal yang telah dilakukan adalah mengimplementasi program one health dalam pengendalian dan pemberantasan rabies per pulau. Salah satunya dilaksanakan di Pulau Sumatera.
Ketut meminta kepada seluruh peserta dari jajaran dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan serta dinas kesehatan se-Sumatera agar rapat koordinasi yang merupakan agenda tahunan ini menjadi ajang evaluasi pelaksanaan kegiatan pengendalian dan pemberantasan, penyamaan persepsi, perencanaan, serta mengkaji target dalam penanggulangan rabies di Sumatera dengan harapan akhir pembebasan rabies.
Ketut mengingatkan bahwa, berdasarkan kesepakatan pada 2017 yang lalu, masing-masing Provinsi di Pulau Sumatera telah menetapkan wilayah yang menjadi prioritas pembebasan terhadap rabies.
"Besar harapan saya bahwa wilayah yang dipilih ini merupakan wilayah yang strategis untuk meringankan target pembebasan pada tahun 2030 nanti," imbuhnya.
Lebih lanjut disampaikan bahwa untuk mempermudah langkah dalam meraih pembebasan, semua pemangku kepentingan telah berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk menyusun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pembebasan dalam bentuk dokumen One Health untuk Eliminasi Rabies Nasional.
Dalam dokumen ini, kata Ketut, pemberantasan rabies menitikberatkan pada kegiatan pemberantasan rabies pada anjing, pencegahan rabies pada manusia, penguatan surveilans pada manusia dan hewan, peningkatan kesadaran masyarakat, penguatan legislasi, pelaksanaan riset operasional, peningkatan koordinasi multisektoral dan kemitraan serta mobilisasiasi sumber daya.
"Ini merupakan tantangan bagi semua pihak untuk membentuk kekebalan pada sekitar 1,7 juta ekor anjing di Pulau Sumatera," ungkapnya.
Ketut menyampaikan bahwa Ditjen PKH akan terus memberikan dukungan untuk pemberantasan rabies di Sumatera baik melalui pemberian anggaran untuk pelaksanaan vaksinasi, sosialisasi, dan untuk kegiatan surveilans intensif yang dilaksanakan oleh unit pelaksana teknis Ditjen PKH, yakni 3 (tiga) Balai Veteriner yang berada di Sumatera yaitu Balai Veteriner Medan, Bukittinggi dan Lampung.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan, Anung Sugihantono menyampaikan bahwa rabies merupakan tantangan besar yang harus dihadapi bersama. Untuk itu perlu terus ditingkatkan kerjasama lintas sektor dalam pengawasan, pengendalian dan pencegahan rabiea atau penyakit anjing gila ini.
"Saya berharap koordinasi lintas sektor dalam pencegahan dan pemberantasan rabies dapat terus ditingkatkan," tungkasnya.
|
BANDA ACEH, Bagus - Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) I Ketut Diarmita menargetkan bahwa tahun 2030 Indonesia bebas dari penyakit rabies.
Penyakit yang disebabkan oleh anjing itu harus diberantas. Berdasarkan kesepakatan antara OIE, WHO, FAO serta GARC pada Global Conference Geneva 10-11 December 2015 lalu, dunia harus terbebas dari penyakit rabies tahun 2030.
Karena itu, Ketut berharap, Rapat Koordinasi Rabies se-Sumatera Tahun 2019 di Banda Aceh, 26 November 2019 itu bukan sekedar seremonial yang harus dilakukan setiap tahun. Tapi bagaimana bisa mendorong setiap provinsi dan kabupaten/kota untuk berusaha maksimal memberantas rabies di wilayahnya masing-masing
"Rabies memang mematikan, tapi tidak perlu ditakuti, dengan syarat utama vaksinasi harus dilakukan," kata Ketut, Selasa (26/11).
Ia memaparkan, bahwa pada tahun 2019 sudah 8 dari 34 provinsi yang berhasil bebas dari rabies. Khusus pulau Sumatera, sudah 2 dari 10 Provinsi yang telah menyandang status bebas rabies.
"Ini tentunya membutuhkan kerja keras dan kerjasama semua pihak dalam mempertahankan status bebas bagi wilayah yang sudah mencapainya, serta kerja keras untuk pemberantasan bagi wilayah yang masih endemis," lanjutnya.
Untuk mengejar target bebas rabies, salah satu hal yang telah dilakukan adalah mengimplementasi program one health dalam pengendalian dan pemberantasan rabies per pulau. Salah satunya dilaksanakan di Pulau Sumatera.
Ketut meminta kepada seluruh peserta dari jajaran dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan serta dinas kesehatan se-Sumatera agar rapat koordinasi yang merupakan agenda tahunan ini menjadi ajang evaluasi pelaksanaan kegiatan pengendalian dan pemberantasan, penyamaan persepsi, perencanaan, serta mengkaji target dalam penanggulangan rabies di Sumatera dengan harapan akhir pembebasan rabies.
Ketut mengingatkan bahwa, berdasarkan kesepakatan pada 2017 yang lalu, masing-masing Provinsi di Pulau Sumatera telah menetapkan wilayah yang menjadi prioritas pembebasan terhadap rabies.
"Besar harapan saya bahwa wilayah yang dipilih ini merupakan wilayah yang strategis untuk meringankan target pembebasan pada tahun 2030 nanti," imbuhnya.
Lebih lanjut disampaikan bahwa untuk mempermudah langkah dalam meraih pembebasan, semua pemangku kepentingan telah berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk menyusun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pembebasan dalam bentuk dokumen One Health untuk Eliminasi Rabies Nasional.
Dalam dokumen ini, kata Ketut, pemberantasan rabies menitikberatkan pada kegiatan pemberantasan rabies pada anjing, pencegahan rabies pada manusia, penguatan surveilans pada manusia dan hewan, peningkatan kesadaran masyarakat, penguatan legislasi, pelaksanaan riset operasional, peningkatan koordinasi multisektoral dan kemitraan serta mobilisasiasi sumber daya.
Tantangan dalam Pemberantasan Rabies
Ketut juga menegaskan bahwa salah satu poin penting dalam pemberantasan rabies adalah vaksinasi massal pada anjing untuk membentuk kekebalan pada anjing, baik di wilayah bebas sebagai langkah pencegahan ataupun di wilayah tertular (endemis)."Ini merupakan tantangan bagi semua pihak untuk membentuk kekebalan pada sekitar 1,7 juta ekor anjing di Pulau Sumatera," ungkapnya.
Ketut menyampaikan bahwa Ditjen PKH akan terus memberikan dukungan untuk pemberantasan rabies di Sumatera baik melalui pemberian anggaran untuk pelaksanaan vaksinasi, sosialisasi, dan untuk kegiatan surveilans intensif yang dilaksanakan oleh unit pelaksana teknis Ditjen PKH, yakni 3 (tiga) Balai Veteriner yang berada di Sumatera yaitu Balai Veteriner Medan, Bukittinggi dan Lampung.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan, Anung Sugihantono menyampaikan bahwa rabies merupakan tantangan besar yang harus dihadapi bersama. Untuk itu perlu terus ditingkatkan kerjasama lintas sektor dalam pengawasan, pengendalian dan pencegahan rabiea atau penyakit anjing gila ini.
"Saya berharap koordinasi lintas sektor dalam pencegahan dan pemberantasan rabies dapat terus ditingkatkan," tungkasnya.