Telur Ayam Mengandung Racun Dioksin di Jatim, Begini Respon Kementan
Peneliti jaringan global advokasi kebijakan dan kesehatan lingkungan IPEN, bersama Arnika Association dan LSM Indonesia Nexus3 yang menyebut bahwa 3 telur yang dijadikan sampel tercemar racun dioksin.
Peneliti jaringan global advokasi kebijakan dan kesehatan lingkungan IPEN, bersama Arnika Association dan LSM Indonesia Nexus3 yang menyebut bahwa 3 telur yang dijadikan sampel tercemar racun dioksin.
JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) langsung melakukan investigasi khusus terkait kemungkinan adanya telur ayam di Jawa Timur yang diduga tercemar residu partikel plastik.
"Kami menerima laporan dari para peneliti jaringan global advokasi kebijakan dan kesehatan lingkungan IPEN, bersama Arnika Association dan LSM Indonesia Nexus3 yang menyebut bahwa 3 telur yang dijadikan sampel tercemar racun dioksin," ujar Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita, Selasa (19/11).
Menurut laporan tersebut, kata Ketut, para peneliti menguji sampel tersebut di Laboratory of the State Veterinary Institute in Prague, Czech Republic. Selanjutnya mereka menyebut bahwa ada kandungan dioksin pada telur ayam di Jawa Timur.
"Kami langsung menurunkan Tim yang terdiri dari petugas Ditjen PKH dan unit pelaksana teknis Balai Pengujian Mutu Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH). Mereka diberi tugas untuk memastikan keamanan pangan produk hewan khususnya telur," katanya.
Di samping itu, tim penguji juga akan melakukan pendalaman terhadap temuan tersebut dengan mengkaji laporan Limbah Plastik Meracuni Rantai Makanan Indonesia.
"Redaksional yang disampaikan di berbagai media dengan mengekstrapolasikan temuan dioksin pada telur di desa Tropodo-Sidoarjo seolah-olah berlaku terhadap kondisi umum telur ayam di Jawa Timur, dan itu sangat tidak tepat," ujarnya.
Untuk itu, Ketut menegaskan bahwa produk telur di berbagai daerah, saat ini dalam kondisi aman dan tidak mengandung partikel berbahaya. Dia berharap, masyarakat tetap mengkonsumsi telur karena kandungan gizi yang besar sangat sangat bagus untuk pertumbuhan.
Apalagi, kata dia, pemeliharaan Ayam petelur ras konsumsi sudah melalui proses yang baik karena diberikan pakan dari bahan pabrikan yang aman. Kondisi ini secara tidak langsung akan menjamin telur ayam Indonesia terhindar dari residu partikel plastik.
"Jadi sekali lagi, kami sampaikan bahwa ada ketidakberimbangan dalam menyampaikan informasi tersebut. Hal ini dapat menjadi kontra-produktif dengan program pemerintah yang kini sedang berupaya mencegah stunting, terlebih upaya meningkatkan konsumsi perkapita protein hewani Nasional," katanya.
Ketut menambahkan, saat ini pemerintah juga sudah menerbitkan sertifikat NKV bagi farm petelur yang sistem pemeliharaannya sudah memenuhi syarat dan menjamin tidak adanya residu bahan-bahan kimia berbahaya dalam produk telur yang dihasilkan.
Lebih dari itu, Ketut mengapresiasi langkah Pemprov Jawa Timur yang menghimbau warganya tidak mengkonsumsi telur ayam kampung yang berasal dari ternak yang secara alamiah berkeliaran dan mencari pakan di tempat-tempat pembuangan sampah, karena sangat berisiko terhadap paparan polutan yang bisa menjadi ancaman bagi kesehatan konsumen.
"Untuk itu, peran Pemerintah Daerah dalam mengatur pengelolaan ijin usaha pertanian dan peternakan serta pembinaan terhadap masyarakat menjadi sangat krusial, khususnya untuk menjamin produk hewan yang aman dan sehat," tukasnya. (KP)
DOK. Istimewa |
"Kami menerima laporan dari para peneliti jaringan global advokasi kebijakan dan kesehatan lingkungan IPEN, bersama Arnika Association dan LSM Indonesia Nexus3 yang menyebut bahwa 3 telur yang dijadikan sampel tercemar racun dioksin," ujar Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita, Selasa (19/11).
Menurut laporan tersebut, kata Ketut, para peneliti menguji sampel tersebut di Laboratory of the State Veterinary Institute in Prague, Czech Republic. Selanjutnya mereka menyebut bahwa ada kandungan dioksin pada telur ayam di Jawa Timur.
"Kami langsung menurunkan Tim yang terdiri dari petugas Ditjen PKH dan unit pelaksana teknis Balai Pengujian Mutu Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH). Mereka diberi tugas untuk memastikan keamanan pangan produk hewan khususnya telur," katanya.
Di samping itu, tim penguji juga akan melakukan pendalaman terhadap temuan tersebut dengan mengkaji laporan Limbah Plastik Meracuni Rantai Makanan Indonesia.
"Redaksional yang disampaikan di berbagai media dengan mengekstrapolasikan temuan dioksin pada telur di desa Tropodo-Sidoarjo seolah-olah berlaku terhadap kondisi umum telur ayam di Jawa Timur, dan itu sangat tidak tepat," ujarnya.
Untuk itu, Ketut menegaskan bahwa produk telur di berbagai daerah, saat ini dalam kondisi aman dan tidak mengandung partikel berbahaya. Dia berharap, masyarakat tetap mengkonsumsi telur karena kandungan gizi yang besar sangat sangat bagus untuk pertumbuhan.
Apalagi, kata dia, pemeliharaan Ayam petelur ras konsumsi sudah melalui proses yang baik karena diberikan pakan dari bahan pabrikan yang aman. Kondisi ini secara tidak langsung akan menjamin telur ayam Indonesia terhindar dari residu partikel plastik.
"Jadi sekali lagi, kami sampaikan bahwa ada ketidakberimbangan dalam menyampaikan informasi tersebut. Hal ini dapat menjadi kontra-produktif dengan program pemerintah yang kini sedang berupaya mencegah stunting, terlebih upaya meningkatkan konsumsi perkapita protein hewani Nasional," katanya.
Ketut menambahkan, saat ini pemerintah juga sudah menerbitkan sertifikat NKV bagi farm petelur yang sistem pemeliharaannya sudah memenuhi syarat dan menjamin tidak adanya residu bahan-bahan kimia berbahaya dalam produk telur yang dihasilkan.
Lebih dari itu, Ketut mengapresiasi langkah Pemprov Jawa Timur yang menghimbau warganya tidak mengkonsumsi telur ayam kampung yang berasal dari ternak yang secara alamiah berkeliaran dan mencari pakan di tempat-tempat pembuangan sampah, karena sangat berisiko terhadap paparan polutan yang bisa menjadi ancaman bagi kesehatan konsumen.
"Untuk itu, peran Pemerintah Daerah dalam mengatur pengelolaan ijin usaha pertanian dan peternakan serta pembinaan terhadap masyarakat menjadi sangat krusial, khususnya untuk menjamin produk hewan yang aman dan sehat," tukasnya. (KP)