ABC Dukung Pemerintah Aceh Beli Pesawat, Tapi...

Pembelian pesawat harus diikuti dengan pemberian kemudahan bagi bisnis dan investasi untuk bekerja di Aceh. 
Pembelian pesawat harus diikuti dengan pemberian kemudahan bagi bisnis dan investasi untuk bekerja di Aceh.

  • Presiden Aceh Business Club, Sabri Aly. Foto: Istimewa

JAKARTA, Bagus – Aceh Business Club (ABC) mendukung upaya Pemerintah Aceh mengadakan pesawat terbang perintis, untuk membuka isolasi daerah, dan memberikan koneksi cepat antara satu daerah dengan daerah lain.

“Karena pesawat yang dibeli adalah pesawat perintis, bukan untuk kepentingan gubernur atau elit daerah semata, tetapi untuk kepentingan masyarakat secara luas termasuk pelaku bisnis. Semoga ini baik untuk iklim bisnis dan membuka isolasi," kata Presiden Aceh Business Club, Sabri Aly Sabtu 12/12) pagi.

Apalagi pesawat yang dibeli adalah N219 produksi PT Dirgantara Indonesia (Persero), selain memberi keuntungan kepada Aceh dalam aspek membuka isolasi daerah dan mempercepat terhubungkan dengan beberapa daerah yang terisolasi, ini juga menjadi sarana kampanye mencintai produksi bangsa sendiri.

“Tetapi, bagi Aceh Business Club, ini penting untuk memudahkan pelaku bisnis terhubung dari satu daerah ke daerah yang lain,” jelasnya.

Tetapi, menurut Sabri, pembelian pesawat harus diikuti dengan pemberian kemudahan bagi bisnis dan investasi untuk bekerja di Aceh. Pemerintahan Kabinet Indonesia Maju, kata Sabri, telah melakukan beberapa terobosan, antara lain mereduksi panjangnya mata rantai perizinan dengan membuka sistem Online.

Perizinan berusaha yang terintegrasi secara elektronik atau Online Single Submission (OSS) dengan menjadikan BPKM sebagai Lembaga OSS, adalah layak diikuti oleh Pemerintah Aceh, dengan cara mendukung dan tidak menciptakan sistem dan cara sendiriyang mempersulit.

  • Pesawat N219. Foto: IST

“Aceh harus bersaing dengan daerah lain, dan kita jauh tertinggal. Pembelian pesawat perintis, mestinya dilanjutkan dengan pernyataan pemerintah, bahwa Aceh akan mempermudah investasi dan bisnis, dengan zero pungli,” tambah Sabri.

Pelaksana Tugas Gubernur Aceh harus segera membuat pernyataan komitmen yang diikuti oleh aparatur daerah, yang menjamin investor yang bekerja di Aceh dijamin tidak ada pungli. Jika pun ada kutipan untuk daerah, harus kutipan resmi berdasarkan qanun atau peraturan gubernur. “Kami banyak menerima laporan, investor gagal masuk ke Aceh karna banyak oknum yang minta saham,” ujar Sabri.

“Sebenarnya banyak yang mau invest di Aceh. Tetapi mereka saat ini sedang wait and see, apakah Aceh sudah membuka diri untuk investasi? Apakah ada jaminan dari Pemerintah Aceh bahwa mereka ga diganggu?  Apakah regulasi di daerah sudah pro pada bisnis?”, kata Sabri dengan nada bertanya.

Sebaiknya, saran Sabri, Pemerintah Aceh harus segera duduk, mengajak seluruh stakeholder, dunia usaha, LSM, ulama dan elemen penting lainnya, bagaimana Aceh bisa keluar dari beberapa masalah mendasar,  terutama lesunya bisnis dan rendahnya minat investor untuk investasi. “Aceh Business Club siap diajak bicara, dan kita akan mengambil peran jika kita dilibatkan.” Imbuh Sabri Aly.(***)