Aset Bos Narkoba Tajir Rp142 M Dikembalikan, Aset Jemaah Umroh First Travel Dirampas Negara
Kasus First Travel masih menggelinding. Kemarin, warganet ramai-ramai membandingkan putusan Mahkamah Agung yang mengembalikan aset Rp142 miliar ke bos narkoba, dengan aset yang menyangkut nasib puluhan ribu jamaah umroh korban penipuan, yang justru disita oleh negara. Mereka bingung, hukum linglung.
JAKARTA, Bagus - Seperti diketahui, Senin (2/11) lalu jemaah First Travel kembali menelan pil pahit. Gugatan perdata korban yang tergabung dalam Persatuan Agen dan Jemaah Korban (Pajak) First Travel yang menuntut ganti rugi hingga Rp49 miliar ditolak Pengadilan Negeri Depok.
"Gugatan para penggugat tidak dapat diterima," kata Hakim Ramon Wahyudi saat membacakan putusan.
Ini adalah pil pahit ke sekian yang harus ditelan jamah First Travel. Setelah Mahkamah Agung memutuskan aset First Travel dirampas oleh negara.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Prof Dr Romli Atmasasmita menilai putusan MA terkait First Travel tidak mencerminkan keadilan bagi korban. Alasan MA yang menyatakan bahwa dakwaan jaksa tidak menuntut barang rampasan dikembalikan kepada korban juga dinilainya tidak tepat.
"Karena sebagai puncak kekuasaan kehakiman seharusnya mendahulukan perlindungan korban daripada kepentingan negara (dirampas untuk negara) sekalipun," kata Romli lewat pesan WhatsApp belum lama ini.
Sementara itu, MA justru mengembalikan aset senilai Rp142 M kepada bos narkoba. Padahal tuntutan Jaksa dirampas untuk Negara.
Hukuman penjara bos sabu tajir bernama Murtala Ilyas itu juga disunat MA. Dari tuntutan jaksa 20 tahun penjara, menjadi hanya 8 tahun saja.
Uang sebanyak Rp142 miliar itu diperoleh Murtala dari hasil bisnis narkoba yang dilakukan di Aceh dan sejumlah provinsi lainnya. Kasusnya bermula dari tahun 2013, setelah petugas BNN Pusat menangkap seorang bandar narkoba bernama Darkasyi alias Hendra Gunawan alias Pak Hen dalam perkara narkotika dan pencucian uang.
Keterlibatannya baru diketahui setelah setahun berselang. Usai riwayat transaksi rekening mencurigakan dari bandar sabu Samsul Bahri alias Son dan M. Irsan alias Amir mengalir ke rekening Bank milik Murtala. Ia baru berhasil ditangkap tahun 2016. Tahun 2017, Jaksa Penuntut Umum menuntut Murtala dengan hukuman 20 tahun penjara, denda Rp 1 miliar dan aset sebesar Rp.144 miliar dirampas untuk negara.
Hasilnya, Majelis hakim PN Bireuen menghukum Murtala selama 19 tahun dan asetnya Rp 144 miliar dirampas untuk negara. Hukumannya kemudian dikorting setelah banding ke Pengadilan Tinggi Aceh menjadi hanya 4 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Selain itu, seluruh aset milik Murtala sebesar Rp 142 miliar dikembalikan untuk Murtala.
Di tingkat kasasi, MA hanya menambah hukuman penjara dari 4 tahun menjadi 8 tahun penjara. Soal harta, tetap dikembalikan kepada Murtala.
Menyoal keadilan putusan hakim, pengamat hukum Erwin Natosmal Oemar menilai hakim-hakim di Indonesia masih punya masalah dengan manajemen kualitas putusan hakim. "Seakan-akan MA bisa dengan mudahnya membalik putusan pengadilan di bawahnya tanpa ada implikasi dan pertangungjawaban etik," kata Erwin tadi malam.
Selama ini, lanjut dia permasalahan semacam ini memang sengaja dibiarkan. Ke depan untuk memastikan adanya kepastian hukum dan keadilan, peradilan di tingkat bawah yang putusannya dianulir oleh MA harus kena sanksi administratif. "Karena putusannya sering dipatahkan oleh MA," harapnya.
Warganet terheran-heran dengan putusan-putusan hakim, khususnya ketika membandingkan dua kasus ini. Diantara mereka ada yang meminta Menko Polhukam Mahfudh MD turun tangan.
"Hukum di negeri ini belum adil, tajam ke bawah tumpul ke atas. Bandar narko hrs dihukum mati bukan dipotong masa tahanan & uang dikembalikan. Mohon perhatian Prof @mohmahfudmd," harap @devi_pray.
"Cerita First Travel belum berakhir. Terakhir, aset First Travel yang didapat dari uang jemaah umrah dirampas negara. Di sisi lain, harta mafia narkoba sebesar Rp 142 miliar malah dibalikin ke mafianya, Murtala. Adilkah?," tanya akun @Triascarpet.
Akun @MohammadRozak3 mendesak agar uang korban penipuan First Travel dikembalika. "Uang 142 M punya bandar narkoba dibalikin ke bandar narkoba, kenapa uang first travel gak dibalikin juga? Marukk pakk. Inget dosa. Tlg balikin uang first travel korban," pintanya. "PENEGAK HUKUM NYA LEBIH SADIS DARI MAFIA GENG TRIAD," sentil @Bravo_19PAS. "Jangan kaget ttg KE TIDAK ADIL AN di negeri ini," cibir @Rully_Asrul.
Akun @kafila1924_ punya alasan kenapa uang hasil narkoba dikembalikan kepada pelakunya, sementara uang korban penipuan jamaah umroh First Travel disita oleh negara. "Mungkin Duit Bos Narkoba Haram, kalau duit Haji Umroh Halal kali yee..," kelakarnya. "Berarti MA sudah cerdas tau mana duit haram dan duit halal," sahut @novaelvianti. "Aset bos narkoba haram untuk negara," sambung @liem_id dengan 3 emoji ketawa.
Akun @TheDarkArema mengaku bingung, bagaimana menyelesaikan masalaah ketidakadilan ini. "Mungkin negeri ini sekarang memerlukan Batman sekaligus Joker," candanya. "Oh indahnya keadilan di negri ini," sindir @black_shadoww02.
|
JAKARTA, Bagus - Seperti diketahui, Senin (2/11) lalu jemaah First Travel kembali menelan pil pahit. Gugatan perdata korban yang tergabung dalam Persatuan Agen dan Jemaah Korban (Pajak) First Travel yang menuntut ganti rugi hingga Rp49 miliar ditolak Pengadilan Negeri Depok.
"Gugatan para penggugat tidak dapat diterima," kata Hakim Ramon Wahyudi saat membacakan putusan.
Ini adalah pil pahit ke sekian yang harus ditelan jamah First Travel. Setelah Mahkamah Agung memutuskan aset First Travel dirampas oleh negara.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Prof Dr Romli Atmasasmita menilai putusan MA terkait First Travel tidak mencerminkan keadilan bagi korban. Alasan MA yang menyatakan bahwa dakwaan jaksa tidak menuntut barang rampasan dikembalikan kepada korban juga dinilainya tidak tepat.
"Karena sebagai puncak kekuasaan kehakiman seharusnya mendahulukan perlindungan korban daripada kepentingan negara (dirampas untuk negara) sekalipun," kata Romli lewat pesan WhatsApp belum lama ini.
Sementara itu, MA justru mengembalikan aset senilai Rp142 M kepada bos narkoba. Padahal tuntutan Jaksa dirampas untuk Negara.
Hukuman penjara bos sabu tajir bernama Murtala Ilyas itu juga disunat MA. Dari tuntutan jaksa 20 tahun penjara, menjadi hanya 8 tahun saja.
Uang sebanyak Rp142 miliar itu diperoleh Murtala dari hasil bisnis narkoba yang dilakukan di Aceh dan sejumlah provinsi lainnya. Kasusnya bermula dari tahun 2013, setelah petugas BNN Pusat menangkap seorang bandar narkoba bernama Darkasyi alias Hendra Gunawan alias Pak Hen dalam perkara narkotika dan pencucian uang.
Keterlibatannya baru diketahui setelah setahun berselang. Usai riwayat transaksi rekening mencurigakan dari bandar sabu Samsul Bahri alias Son dan M. Irsan alias Amir mengalir ke rekening Bank milik Murtala. Ia baru berhasil ditangkap tahun 2016. Tahun 2017, Jaksa Penuntut Umum menuntut Murtala dengan hukuman 20 tahun penjara, denda Rp 1 miliar dan aset sebesar Rp.144 miliar dirampas untuk negara.
Hasilnya, Majelis hakim PN Bireuen menghukum Murtala selama 19 tahun dan asetnya Rp 144 miliar dirampas untuk negara. Hukumannya kemudian dikorting setelah banding ke Pengadilan Tinggi Aceh menjadi hanya 4 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Selain itu, seluruh aset milik Murtala sebesar Rp 142 miliar dikembalikan untuk Murtala.
Di tingkat kasasi, MA hanya menambah hukuman penjara dari 4 tahun menjadi 8 tahun penjara. Soal harta, tetap dikembalikan kepada Murtala.
Menyoal keadilan putusan hakim, pengamat hukum Erwin Natosmal Oemar menilai hakim-hakim di Indonesia masih punya masalah dengan manajemen kualitas putusan hakim. "Seakan-akan MA bisa dengan mudahnya membalik putusan pengadilan di bawahnya tanpa ada implikasi dan pertangungjawaban etik," kata Erwin tadi malam.
Selama ini, lanjut dia permasalahan semacam ini memang sengaja dibiarkan. Ke depan untuk memastikan adanya kepastian hukum dan keadilan, peradilan di tingkat bawah yang putusannya dianulir oleh MA harus kena sanksi administratif. "Karena putusannya sering dipatahkan oleh MA," harapnya.
Warganet terheran-heran dengan putusan-putusan hakim, khususnya ketika membandingkan dua kasus ini. Diantara mereka ada yang meminta Menko Polhukam Mahfudh MD turun tangan.
"Hukum di negeri ini belum adil, tajam ke bawah tumpul ke atas. Bandar narko hrs dihukum mati bukan dipotong masa tahanan & uang dikembalikan. Mohon perhatian Prof @mohmahfudmd," harap @devi_pray.
"Cerita First Travel belum berakhir. Terakhir, aset First Travel yang didapat dari uang jemaah umrah dirampas negara. Di sisi lain, harta mafia narkoba sebesar Rp 142 miliar malah dibalikin ke mafianya, Murtala. Adilkah?," tanya akun @Triascarpet.
Akun @MohammadRozak3 mendesak agar uang korban penipuan First Travel dikembalika. "Uang 142 M punya bandar narkoba dibalikin ke bandar narkoba, kenapa uang first travel gak dibalikin juga? Marukk pakk. Inget dosa. Tlg balikin uang first travel korban," pintanya. "PENEGAK HUKUM NYA LEBIH SADIS DARI MAFIA GENG TRIAD," sentil @Bravo_19PAS. "Jangan kaget ttg KE TIDAK ADIL AN di negeri ini," cibir @Rully_Asrul.
Akun @kafila1924_ punya alasan kenapa uang hasil narkoba dikembalikan kepada pelakunya, sementara uang korban penipuan jamaah umroh First Travel disita oleh negara. "Mungkin Duit Bos Narkoba Haram, kalau duit Haji Umroh Halal kali yee..," kelakarnya. "Berarti MA sudah cerdas tau mana duit haram dan duit halal," sahut @novaelvianti. "Aset bos narkoba haram untuk negara," sambung @liem_id dengan 3 emoji ketawa.
Akun @TheDarkArema mengaku bingung, bagaimana menyelesaikan masalaah ketidakadilan ini. "Mungkin negeri ini sekarang memerlukan Batman sekaligus Joker," candanya. "Oh indahnya keadilan di negri ini," sindir @black_shadoww02.