Bandara Kehilangan 21,5 Juta Penumpang Sepanjang 2019, Kok Bisa?
Harga tiket, jalan tol Jakarta hingga Jawa Timur tersambung adalah penyebabnya
Fenomena penurunan jumlah penumpang pesawat tidak hanya melanda Indonesia.
JAKARTA, Bagus - Direktur Utama PT Angkasa Pura II (Persero) Muhammad Awaluddin mengatakan penurunan jumlah penumpang tahun ini mencapai 18 persen dibanding tahun lalu.
Dari 112 juta penumpang di tahun 2018, menjadi hanya 90,5 juta penumpang. Itu artinya, AP II kehilangan sekitar 21,5 juta penumpang sepanjang periode 2019.
"Kita memperkirakan akibat dari turbulensi," kata Awal seperti dilansir detikcom kemarin.
Ia merinci, turbulensi yang dimaksud antara lain dipengaruhi oleh harga tiket mahal hingga bagasi berbayar yang ramai dihembuskan pada tahun 2019. Hal itu, kata dia berdampak signifikan terhadap penurunan penumpang. "Padahal itu sekian tahun yang lalu sudah ada," lanjutnya.
Selain itu, dia menyebutkan bahwa fenomena penurunan jumlah penumpang pesawat tidak hanya melanda Indonesia. "Seluruh dunia memang traffic sedang turun," kata dia.
Hal lain, yang menjadi pemicu adalah semakin membaiknya infrastruktur darat, khususnya di pulau Jawa. Akibatnya, masyarakat yang menempuh perjalanan darat naik. "Itu saingan," sebut Awal.
Walaupun penumpang jalur udara mulai sepi, dia mengatakan AP II tidak akan berhenti untuk membangun infrastruktur. Untuk memperbaiki bisnis penerbangan di Indonesia.
"Tidak berhenti membangun infrastruktur, apapun yang terjadi. Jadi kalau 2019 ada turbulensi yaudah itu nggak apa-apa. Pasti semuanya ada pasang surutnya," katanya.
Awal optimis, bahwa angkutan udara tetap menjadi primadona masyarakat. Karena dapat memangkas waktu perjalanan. Tahun depan, ia memperkirakan jumlah penumpang bisa tumbuh 5 persen. "Nanti akan jadi keseimbangan lagi," sebutnya.
Ekonom Josua Pardede menilai ada sejumlah faktor yang melatarbelakangi turunnya jumlah penumpang pesawat terbang sepanjang 2019. Selain disebabkan oleh penyesuaian tarif tiket pesawat pada awal tahun ini, sebagian masyarakat, kata dia saat ini tengah berhemat. Mereka harus mengurangi perjalanan atau karya wisata untuk menutupi kebutuhan yang lebih penting, terutama pendidikan anak dan kesehatan.
"Apalagi tahun 2020, inflasi meningkat ya. Pendorongnya itu terutama cukai rokok. Dan juga iuran BPJS, ada juga potensi kenaikan TDL (Tarif Dasar Listrik)," sebut Josua yang dikontak tadi malam.
Meskipun, diakui penyebab penurunan penumpang pesawat paling signifikan adalah karena tarif tiket pesawat yang sempat melonjak tahun ini. "Mungkin sudah ada penyesuaian, tapi cukup signifikan untuk menekan," lanjutnya.
Ia mengaku tidak dapat menyalahkan maskapai penerbangan terkait kenaikan harga tiket tersebut. Sebab di satu sisi jika tidak dinaikkan, maka maskapai dikhawatirkan merugi.
"Tapi di sisi lain, penumpangnya turun. Ya ini harus ada win-win solution juga antara maskapai penerbangan dengan upaya pemerintah menggenjot sektor pariwisata," usul dia.
Ia optimis, penurunan jumlah penumpang angkutan udara ini tidak akan berlangsung lama. Bandara akan ramai lagi. Sebab, seiring waktu akan ada penyesuaian-penyesuaian. Apalagi, pemerintah lanjutnya saat ini tengah menumbuhkembangkan 5 destinasi Bali baru untuk menggenjot wisatawan dalam meningkatkan devisa.
"Saya kira ini akan kembali mendorong sektor Pariwisata dan ujung-ujungnya juga harga tiket pesawat kita harapkan nanti bisa adjustabel (disesuaikan)," harapnya.
Jika tidak, maka masyarakat akan memilih destinasi-destinasi wisata luar negeri. Yang belakangan ini menawarkan tiket pesawat yang lebih murah dibandingkan harga tiket untuk perjalanan dalam negeri. "Karena jika dibandingkan dengan tiket pesawat luar negeri lebih murah. Jadinya masyarakat kita pergi ke luar negeri," tuntasnya.
Sementara itu, pengamat penerbangan Arista Admajati menilai penurunan jumlah penumpang pesawat lebih dikarenakan jalur transportasi darat mulai membaik. Sehingga banyak keluarga lebih memilih menempuh perjalanan lewat jalur darat, terutama di hari-hari besar seperti Natal dan Tahun Baru.
"Jelas kalau untuk keluarga lebih hemat memakai mobil sendiri. Karena tol Jakarta sampai Jawa Timur sudah nyambung. Oke pula, cepat juga," kata Arista lewat pesan WhatsApp tadi malam.
Sisanya, penurunan penumpang angkutan udara ke luar Pulau Jawa lebih dikarenakan harga tiket pesawat yang naik, ketika peak season. "Yang luar Jawa memang ada efek harga peak season, tapi sebenarnya masyarakat sudah paham untuk peak Nataru, harga mahal semua," lanjut dia.
Ia mengaku tidak dapat menyalahkan maskapai penerbangan, terkait mahalnya harga tiket. Sebab, harga yang ditawarkan masih di bawat tarif batas atas yang ditetapkan Kementerian Perhubungan.
"Cuma hanya kenaikannya seragam, seolah-olah kayak kartel. Kan KPPU tidak menyatakan kartel juga. Sampai dan saat ini tidak terbukti," pungkasnya.
|
JAKARTA, Bagus - Direktur Utama PT Angkasa Pura II (Persero) Muhammad Awaluddin mengatakan penurunan jumlah penumpang tahun ini mencapai 18 persen dibanding tahun lalu.
Dari 112 juta penumpang di tahun 2018, menjadi hanya 90,5 juta penumpang. Itu artinya, AP II kehilangan sekitar 21,5 juta penumpang sepanjang periode 2019.
"Kita memperkirakan akibat dari turbulensi," kata Awal seperti dilansir detikcom kemarin.
Ia merinci, turbulensi yang dimaksud antara lain dipengaruhi oleh harga tiket mahal hingga bagasi berbayar yang ramai dihembuskan pada tahun 2019. Hal itu, kata dia berdampak signifikan terhadap penurunan penumpang. "Padahal itu sekian tahun yang lalu sudah ada," lanjutnya.
Selain itu, dia menyebutkan bahwa fenomena penurunan jumlah penumpang pesawat tidak hanya melanda Indonesia. "Seluruh dunia memang traffic sedang turun," kata dia.
Hal lain, yang menjadi pemicu adalah semakin membaiknya infrastruktur darat, khususnya di pulau Jawa. Akibatnya, masyarakat yang menempuh perjalanan darat naik. "Itu saingan," sebut Awal.
Walaupun penumpang jalur udara mulai sepi, dia mengatakan AP II tidak akan berhenti untuk membangun infrastruktur. Untuk memperbaiki bisnis penerbangan di Indonesia.
"Tidak berhenti membangun infrastruktur, apapun yang terjadi. Jadi kalau 2019 ada turbulensi yaudah itu nggak apa-apa. Pasti semuanya ada pasang surutnya," katanya.
Awal optimis, bahwa angkutan udara tetap menjadi primadona masyarakat. Karena dapat memangkas waktu perjalanan. Tahun depan, ia memperkirakan jumlah penumpang bisa tumbuh 5 persen. "Nanti akan jadi keseimbangan lagi," sebutnya.
Ekonom Josua Pardede menilai ada sejumlah faktor yang melatarbelakangi turunnya jumlah penumpang pesawat terbang sepanjang 2019. Selain disebabkan oleh penyesuaian tarif tiket pesawat pada awal tahun ini, sebagian masyarakat, kata dia saat ini tengah berhemat. Mereka harus mengurangi perjalanan atau karya wisata untuk menutupi kebutuhan yang lebih penting, terutama pendidikan anak dan kesehatan.
"Apalagi tahun 2020, inflasi meningkat ya. Pendorongnya itu terutama cukai rokok. Dan juga iuran BPJS, ada juga potensi kenaikan TDL (Tarif Dasar Listrik)," sebut Josua yang dikontak tadi malam.
Meskipun, diakui penyebab penurunan penumpang pesawat paling signifikan adalah karena tarif tiket pesawat yang sempat melonjak tahun ini. "Mungkin sudah ada penyesuaian, tapi cukup signifikan untuk menekan," lanjutnya.
Ia mengaku tidak dapat menyalahkan maskapai penerbangan terkait kenaikan harga tiket tersebut. Sebab di satu sisi jika tidak dinaikkan, maka maskapai dikhawatirkan merugi.
"Tapi di sisi lain, penumpangnya turun. Ya ini harus ada win-win solution juga antara maskapai penerbangan dengan upaya pemerintah menggenjot sektor pariwisata," usul dia.
Ia optimis, penurunan jumlah penumpang angkutan udara ini tidak akan berlangsung lama. Bandara akan ramai lagi. Sebab, seiring waktu akan ada penyesuaian-penyesuaian. Apalagi, pemerintah lanjutnya saat ini tengah menumbuhkembangkan 5 destinasi Bali baru untuk menggenjot wisatawan dalam meningkatkan devisa.
"Saya kira ini akan kembali mendorong sektor Pariwisata dan ujung-ujungnya juga harga tiket pesawat kita harapkan nanti bisa adjustabel (disesuaikan)," harapnya.
Jika tidak, maka masyarakat akan memilih destinasi-destinasi wisata luar negeri. Yang belakangan ini menawarkan tiket pesawat yang lebih murah dibandingkan harga tiket untuk perjalanan dalam negeri. "Karena jika dibandingkan dengan tiket pesawat luar negeri lebih murah. Jadinya masyarakat kita pergi ke luar negeri," tuntasnya.
Sementara itu, pengamat penerbangan Arista Admajati menilai penurunan jumlah penumpang pesawat lebih dikarenakan jalur transportasi darat mulai membaik. Sehingga banyak keluarga lebih memilih menempuh perjalanan lewat jalur darat, terutama di hari-hari besar seperti Natal dan Tahun Baru.
"Jelas kalau untuk keluarga lebih hemat memakai mobil sendiri. Karena tol Jakarta sampai Jawa Timur sudah nyambung. Oke pula, cepat juga," kata Arista lewat pesan WhatsApp tadi malam.
Sisanya, penurunan penumpang angkutan udara ke luar Pulau Jawa lebih dikarenakan harga tiket pesawat yang naik, ketika peak season. "Yang luar Jawa memang ada efek harga peak season, tapi sebenarnya masyarakat sudah paham untuk peak Nataru, harga mahal semua," lanjut dia.
Ia mengaku tidak dapat menyalahkan maskapai penerbangan, terkait mahalnya harga tiket. Sebab, harga yang ditawarkan masih di bawat tarif batas atas yang ditetapkan Kementerian Perhubungan.
"Cuma hanya kenaikannya seragam, seolah-olah kayak kartel. Kan KPPU tidak menyatakan kartel juga. Sampai dan saat ini tidak terbukti," pungkasnya.