EKSLUSIF: Diserang 'Mantan' Soal Ekspor Baby Lobster, Ini Respons Menteri KKP Edhy

Pembesaran nya itu tidak sulit. Itu mudah. Tapi kan itu perlu untuk tempat-tempatnya, di mana harus dipilihkan. Apakah di daratan atau di keramba jaring apung. Tempat-tempat yang harus ditentukan ini semua dengan rencana strategis, nggak asal asal bunyi gitu. Kalau tinggal ngomong aja kan enak
Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo yang berencana membuka ekspor benih lobster masih terus "diserang" pendahulunya: Susi Pudjiastuti di Twitter.

  • Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Foto: Twitter

JAKARTA, Bagus - Susi beralasan, ekspor benih lobster itu merugikan Indonesia. Selain juga bertentangan dengan kebijakannya saat menjabat sebagai Menteri KKP.

Seperti diketahui, pada masa Susi, peredaran benih lobster di bawah 200 gram dan lobster bertelur dilarang sepenuhnya. Beleid itu diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) KP Nomor 56 Tahun 2016.

"Tapi yang bertelur, yang ukuran di bawah itu apalagi bibit. Itu adalah plasma nutfah yang harus negara proteksi dari apapun itu. Baik kerusakan, eksploitasi perdagangan, dan lain-lain. Wajib negara melindungi. Australia ukuran lobster yang boleh ditangkap bahkan lebih besar lagi, min 1 pound," cuit Susi di akun Twitternya @susipudjiastuti kemarin.

Susi juga mengirim daftar ongkos penyeludupan baby lobster. Nilainya, kata bekas Menteri KKP itu lebih mahal dari harga seludupan sepeda Brompton eks Dirut Garuda Indonesia yang ramai belakangan ini.

"WA masuk: Slmt mlm mlm Bu, semoga sehat sukses selalu. Update ongkos pemilik bagasi atau koperman penyelundupan Baby Lobster  Rate: Jambi @ 85 juta rupiah per koper  Jakarta @ 115 juta rupiah per koper Surabaya @ 100 juta rupiah per koper Per koper / 30 ribu ekor baby lobster," kicau Susi lagi.

Di cuitan lainnya, Susi juga menyayangkan, jika ekspor benih lobster ini barter dengan beras. Sebab harga beras hanya di kisaran Rp12.000 sampai Rp20.000 per kilogramnya. Sementara lobster, kata Susi berada di angka Rp300 ribu sampai Rp5 juta perkilo. "Saya menolak jadi orang bodoh," sentil Susi.

Namun, Susi mengakui bahwa pembesaran lobster di dalam negeri masih sulit dilakukan. Tingkat keberhasilannya rendah. 

"Membesarkan bisa, memijahkan setelah lobster bertelur mungkin sudah bisa. Tingkat keberhasilan rendah. Tapi yang pasti perkawinan sampai dengan bertelur, belum bisa dilakukan diluar habitatnya," terangnya.

Lalu bagaimana reaksi Menteri Edhy, yang terus-terusan diserang Susi di Medsos?

Hingga tadi malam, Menteri Edhy terpantau tidak membalas serangan Menteri Susi itu di medsos. Ia mengaku tak masalah. Menurutnya itu hak Susi untuk berbicara. 

Simak wawancara selengkapnya:

Mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti, terus mengkritik anda soal wacana kebijakan ekspor benih lobster di Twitter, kok anda diam saja?

Silakan saja lah Itu kan hak bicara dia. Semua kan berhak. Intinya gini, saya nggak mau berhadapan dengan dia lah. Dia kan sudah menjabat, saya juga mengawal dia selama 5 tahun (Saat Edhy menjabat sebagai Ketua Komisi IV DPR). Tapi saya nggak mau ngomongin tentang dia.

Apa ada rencana ajak Susi bicara, untuk membahas wacana kebijakan tersebut?

Untuk apa, saya kan (sudah) 5 tahun ngawal dia.

Jadi anda pede dengan wacana ekspor benih lobster itu?

Kan belum ada juga keputusan yang saya buat dari (ekspor) benih lobster ini. Masih wacana, kok sudah beredar dimana-mana. Seolah-olah ini...

Apa sih yang melatarbelakangi munculnya wacana ekspor baby lobster?

Yang jelas (benih) lobster ini kalau dia dibesarkan, dia tuh di alam akan mati. Juga yang hidup tinggal 1%, tidak sampai 1%. 

Lalu, lebih baik diekspor?

Saya hanya melihat begini, enggak ada urusan dengan lobsternya. Yang saya lihat adalah seseorang yang tergantung nangkepin anak lobster ini. Yang mana mereka makan dari hasil mata pencaharian itu. Ini mau diapain, mau kita biarkan? Kecuali ada langkah-langkah atau program untuk menghidupkan mereka.
Jadi atas dasar inilah, saya bilang kan memang ada yang komplain orang menangkap lobster takut kehilangan mata pencaharian. Yang udah nangkapin baby-lobster juga takut kehilangan pencarian. Ini dua kutub kita satukan.

Kalau pendapat anda, ekspor benih lobster itu bagus?

Saya akui bahwa terobosan untuk tidak ekspor baby lobster itu betul, karena akan memperkaya negara lain.

Jadi?

Tapi faktanya, sudah dilarang juga ekspornya berjalan diam-diam. Ada yang lewat tengah laut, kan banyak cara. Satu minggu saya menjabat aja sudah ada penangkapan baby lobster yang nilainya tidak tanggung-tanggung. Ini kan harus saya carikan jalan keluar. 

Kenapa KKP nggak bikin tempat pembesaran benih lobster sendiri?

Proses untuk membuat sampai kepada pembesaran kan kita perlu waktu. Lantas apa langkah yang diambil sambil menunggu waktu itu? Kalau tempatnya belum selesai untuk pembesaran, apakah pakai keramba jaring apung, apakah pakai yang lain, teknologi lain kan ini butuh waktu. Nah jarak menuju ke sana mau diapakan. 

Target anda, kira-kira butuh waktu berapa lama agar tempat dan teknologi pembesaran lobster bisa digunakan?

Targetnya kalau bisa ya tahun ini sudah selesai. Tahun 2020 ini. Jadi dalam 1 tahun ini sudah cukup. 

Memangnya sulit banget ya, cara dan penerapan teknologi pembesaran benih lobster ini? Sehingga sampai sekarang, masih ada yang menyeludupkan benih ke luar negeri?

Pembesaran nya itu tidak sulit. Itu mudah. Tapi kan itu perlu untuk tempat-tempatnya, di mana harus dipilihkan. Apakah di daratan atau di keramba jaring apung. Tempat-tempat yang harus ditentukan ini semua dengan rencana strategis, nggak asal asal bunyi gitu. Kalau tinggal ngomong aja kan enak.

Sudah dikerjakan belum ini?

Dirjen Budidaya sudah saya suruh ngurus. Dan dia nggak sendirian, ada Dirjen Ruang Laut, termasuk Badan Riset kita. Termasuk karantina, semua harus saling mengisi saling melengkapi. Dirjen tangkap juga, yang bagian dari kelompok penangkapan. Saya maunya 100% dibesarkan di Indonesia. 

Nanti apa semua benih dipakai untuk pembesaran? 

Ya enggak juga. Harus ada cara lagi. Harus restocking yang udah hidup, dibesarkan 34 bulan hidup, yang dibesarkan itu kita minta pengusaha kembalikan dari yang dibesarkan ke alam.
Jadi yang jualan ini juga enggak usah ngotot. Untuk jual juga, tapi kita sama-sama dari petani nya juga pengusaha, semua harus saling menjaga 5%, 2,5% atau 2% kan itu lebih banyak daripada kehidupan di alam, di bawah 1%. Kan ini ada upaya ke sana.

Harus diingat juga, ini belum ada instruksi nya perintah ekspor. Tanya aja orang karantina.

Ada rencana mendudukkan pihak pro dan kontra dari wacana ekspor lobster ini?

Sudah, kalau ahli sudah kita kumpulkan. (Stakeholder) kita panggil dong. Saya sudah komitmen untuk membuka komunikasi yang tahun lalu tidak dilakukan. 5 tahun yang lalu ada nggak komunikasi, tanya aja sama mereka. Kalau ditanya apa gebrakan saya, ya ini membuka pintu kantor KKP menjadi milik semua. Hebatnya Teknologi yang akan kita janjikan kalau komunikasi nya nggak bagus, yang ada cuma tinggal ngomong doang. (*)