Peraih Nobel Perdamaian Suu Kyi Diadili, Perkara Genosida Etnis Rohingya

Gambia, salah satu negara Afrika Barat yang ikut menuntut Myanmar, menyatakan bahwa tindakan genosida dilakukan Myanmar dengan cara pembunuhan massal, pemerkosaan, dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya.
Reputasi Aung San Suu Kyi sebagai peraih nobel perdamaian kini dipertaruhkan. Dia harus duduk di kursi pesakitan pengadilan internasional, karma dari genosida Rohingya.

  • Aung San Suu Kyi sebagai peraih nobel perdamaian sekaligus pemimpin sipil Myanmar (baju merah). Foto: Twitter

DEN HAAG, Bagus - Dijadwalkan, Suu Kyi akan menghadiri sidang di pengadilan internasional (ICJ), Den Haag, Belanda hari ini. Sidang di Pengadilan Internasional itu, berlangsung selama 3 hari. Sejak kemarin, sampai besok (12/12).

Myanmar dituntut ke Pengadilan Internasional oleh 57 negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pada November lalu.

Gambia, salah satu negara Afrika Barat yang ikut menuntut Myanmar, menyatakan bahwa tindakan genosida dilakukan Myanmar dengan cara pembunuhan massal, pemerkosaan, dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya.

"Tindakan genosida yang dilakukan selama operasi ini dimaksudkan untuk menghancurkan Rohingya sebagai kelompok, secara keseluruhan atau sebagian," bunyi pernyataan Gambia yang diserahkan ke Pengadilan Internasional.

Kasus genosida yang dituntut adalah yang terjadi pada tahun 2017. Di mana lebih dari 730.000 muslim Rohingya terpaksa eksodus ke Bangladesh untuk menghindari kekerasan militer Myanmar. Tindakan negara mayoritas Budha itu disebut PBB sudah di luar batas.

Tahun lalu, Ketua Misi Pencari Fakta PBB di Myanmar Marzuki Darusman mengatakan, genosida yang dilakukan Myanmar terhadap etnis Rakhine tidak hanya pembunuhan massal. Akan tetapi juga pengucilan populasi, pencegahan kelahiran, hingga penempatan massal di kamp.

"Segala upaya apapun bisa berdampak kepada semakin bertambahnya jumlah korban tewas," kata mantan Jaksa Agung Indonesia periode 1999-2001 itu saat memaparkan laporan setebal 444 halaman ke Dewan Keamanan PBB, 25 Oktober tahun lalu.

Ketika itu, pria 75 tahun ini mendesak DK PBB agar menyeret Myanmar ke pengadilan kriminal internasional. Pasalnya, catatan dia ketika itu, krisis yang dimulai pada 25 Agustus 2017 itu juga menewaskan 10.000 orang dan menghancurkan sekitar 390 desa di Negara Bagian Rakhine.

Suu Kyi, di persidangan nanti diperkirakan akan mendebat Pengadilan Internasional, karena dinilai tidak memiliki yurisdiksi menangani kasus ini. Pemimpin Sipil Myanmar itu akan beralasan bahwa negaranya hanya menargetkan militan Rohingya, bukan warganya.

Untuk diketahui, Myanmar tidak hanya akan diadili di Pengadilan Internasional. Petinggi dan pejabatnya juga akan menghadapi gugatan di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) dan pengadilan Argentina.