Tolak Tawaran Jadi Wantimpres, OSO Didesak Mundur Dari Ketum Hanura
Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) menolak tawaran Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Alasannya karena ingin memilih memimpin partai. Tapi, kini ia justru didesak mundur dari jabatan Ketum.
Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) menolak tawaran Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Alasannya karena lebih memilih memimpin partai. Tapi...
|
JAKARTA, Bagus - OSO, begitu panggilan akrabnya, mengakui bahwa dalam beberapa hari ini ia dicari-cari oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno. Namun karena sedang berada di luar kota, OSO baru bisa memenuhi undangan Mensesneg pagi kemarin.
"Sebetulnya kemarin. Tapi saya baru bisa datang tadi malam, jadi saya baru tadi pagi bisa menemui Pak Pratikno," ungkap OSO kepada wartawan kemarin.
Dalam pertemuan itu, ia mengaku ditawari oleh Presiden Jokowi untuk menjadi Wantimpres. OSO di satu sisi mengaku tersanjung dan berterima kasih mendapat kepercayaan itu. Namun di sisi lain ia masih punya tanggung jawab untuk memimpin partai.
"Hati nurani saya masih mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap partai. Sedangkan untuk menjadi anggota saja di Wantimpres itu harus tidak menjabat pimpinan partai politik. Apalagi kalau menjadi pimpinan Wantimpres," sebutnya.
Untuk diketahui, larangan ketua maupun anggota Wantimpres rangkap jabatan tertuang di Pasal 12 UU No 19 tahun 2006. Larangan itu berlaku untuk pimpinan partai, ormas, LSM, organisasi profesi, pejabat struktural pada perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, sebagaimana tercantum dalam poin d.
Larangan rangkap jabatan itu juga berlaku pada pejabat negara, pejabat struktural pada instansi pemerintah dan pejabat lainnya seperti tertera dalam poin a, b, dan c.
Meskipun tidak menjabat sebagai Wantimpres, OSO mengaku tetap mendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. "Walaupun bagaimana, kami akan 100 persen dukung bapak Presiden dalam pemerintahan ini," tuturnya.
Menurut OSO, komitmen mendukung Presiden Jokowi diberikan secara tulus dan ikhlas. Bukan karena jabatan. Sejak sebelum terpilih kembali menjadi Presiden, hingga setelah dilantik dan diumumkannya penyusunan kabinet Indonesia Maju.
"Saya sangat bersyukur bahwa penghargaan ini lah yang lebih penting daripada jabatan yang akan saya tempati," imbuh OSO.
Mantan ketua DPD ini menegaskan bahwa penolakan sebagai Wantimpres itu bukan berarti ia tidak menghormati tawaran Presiden. Ia justru menilai tawaran tersebut adalah penghargaan bagi Hanura.
Bagi OSO, berada di dalam maupun di luar pemerintahan adalah sama. Sebab, sama-sama bisa memberikan konstribusi untuk bangsa dan negara.
Masuknya nama OSO dalam daftar kandidat Wantimpres dibenarkan oleh Presiden Jokowi. Bahkan OSO, sebut Jokowi sudah menjumpai Mensesneg Pratikno.
"Oh ya, Pak Oesman Sapta Odang memang semula kita pilih. Tapi karena memang dalam wantimpres tidak boleh merangkap, terutama yang berkaitan dengan politik, sehingga tadi pagi menyampaikan kepada Menteri Sekretaris Negara bahwa beliau lebih mencintai partai," kemarin.
Karena pertimbangan itu, lanjut Jokowi, OSO mundur dari Wantimpres. "Sehingga tidak mau dan mundur dari Wantimpres," lanjutnya.
Lalu apakah OSO menunjuk nama lain sebagai pengganti dirinya?
Kemarin, OSO mengaku tidak mau mendahului Presiden. Sebab, bisa saja nama yang diusulkan, ditolak. "Itu kan nggak baik untuk orang yang namanya saya sebutkan. Jadi ya biarlah bapak Presiden yang memilih. Siapa yang menurut beliau paham dan bisa menjaga stabilitas politik, keamanan, ekonomi dan sosial budaya," paparnya.
Menilik nama-nama yang muncul dalam pelantikan Wantimpres kemarin, Wiranto ditunjuk sebagai Ketua Wantimpres. Sementara 8 anggota lainnya adalah, Sidarto Danusubroto (politisi senior PDIP), Agung Laksono (politisi senior Partai Golkar), dan Dato Sri Tahir (bos Mayapada Group).
Selanjutnya, Putri Kuswisnu Wardani (bos Mutika Ratu), Mardiono (politisi PPP), Arifin Panigoro (bos Medco Energi), Soekarwo (mantan Gubernur Jawa Timur), dan Luthfi bin Yahya (Tokoh NU).
Masuknya nama Wiranto sebagai Wantimpres direspons Ketua DPP Hanura Inas Nasrullah Zubir. Menurutnya mantan Menko Polhukam itu bukan mewakili Partai Hanura. Meskipun Wiranto diketahui menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Hanura
"Wiranto bukan representasi Hanura," kata Ketua DPP Hanura Inas Nasrullah Zubir kepada wartawan, kemarin.
Inas juga meminta Wiranto mundur dari jabatannya di partai Hanura sebagai Ketua Dewan Pembina. Sebab, berdasarkan aturan, Wantimpres dilarang rangkap jabatan.
Paling telat, lanjut Inas, surat pengunduran diri Wiranto harus diajukan maksimal 3 bulan setelah dilantik. "Mundur dari Ketua Dewan Pembina dengan persetujuan tertulis dari Ketua Umum," tandasnya.
Namun, Dewan Pembina Partai Hanura Subagyo HS berkata lain. Menurutnya, yang harus mundur itu adalah OSO. Karena ia dianggap gagal membawa Hanura saat Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 dan melanggar pakta integritas.
Dia mengaku sudah melayangkan surat untuk meminta OSO mundur, yang disetujui oleh Ketua Dewan Pembina Partai Hanura Wiranto. Dalam surat tersebut turut dilampirkan pakta integritas yang dibacakan dan diteken OSO pada 21 Desember 2016 lalu.
"Pakta yang dia mau nambah kursi (DPR). Nah, ini dia malah ngurangi," sentilnya.
Harusnya, lanjut dia, OSO sudah mengundurkan diri tanpa disurati. Pengganti OSO akan dipilih berdasarkan prosedur dan mekanisme berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai.
Rencananya, Hanura akan menggelar Musyawarah Nasional (Munas) III Partai Hanura untuk memilih ketua umum pada 17 Desember 2019. Namun dari desas-desus yang beredar, seluruh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Hanura ingin OSO menjabat kembali sebagai ketum. (*)