Di Mana Orang Berilmu?
“Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia; (demikian pula) para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (Surat Ali Imran ayat 18)
Orang-orang yang berilmu, begitu kata Al Ghazali menilai, adalah orang yang mendapatkan pertanda kemuliaan di hadapan Allah Swt. Betapa tidak, katanya, setelah Allah sendiri yang menyatakan bahwa tiada tuhan selain Dia, Allah pun menyertai malaikat dan orang berilmu yang mengakui keesaanNya. Di situlah sisi kelebihan, ketinggian derajat orang-orang yang berilmu.
Di dalam kehidupan, orang-orang berilmu selalu disenangi oleh kebanyakan orang. Apalagi orang berilmu tersebut selalu berbagi dan menyebarkan ilmu yang telah dimilikinya dengan tulus. Di masjid, di sekolah, di pesantren, di kampus, di majelis-majelis ta’lim, di perkantoran, dan di tempat-tempat yang lainnya, di sanalah dapat ditemui orang-orang berilmu. Apa yang dilakukan oleh orang-orang berilmu sesungguhnya, hingga mereka dianggap kunci dari permasalahan kehidupan bermasyarakat terutama di zaman sekarang?
Orang-orang berilmu adalah orang yang selalu belajar dan terus belajar dalam suatu bidang keilmuan hingga dia dapat menguasainya dengan baik. Dan proses penguasaan ilmu itu tentu tidak dapat dilakukan dalam waktu sekejap. Ada proses yang begitu panjang dan dialami, bahkan sekalipun proses itu adalah pahit. Namun, dari aktivitas belajar yang terus dilalui, orang-orang berilmu selalu meyakini suatu waktu akan berbuah hasil yang begitu manis. Yaitu mengetahui apa yang telah diciptakan oleh Tuhan semesta alam. Dan tentu keilmuannya itu dapat digunakan untuk memberikan solusi dari permasalahan yang ada.
Adalah hal yang tak bisa dibandingkan dengan materi, seseorang yang berilmu akan mendapatkan kelezatan hidup manakala kesehariannya, aktivitasnya dilandasi dengan ilmu yang diturunkan oleh Allah Swt. Setiap langkahnya akan selalu dipandu oleh cahaya ilmu sehingga langkahnya itu tak akan sesat jalan.
Di era teknologi informasi yang kemajuannya semakin melesat, masyarakat tanpa sadar seolah kehilangan arah saat mereka dihadapkan dengan berbagai masalah yang justru belum diketahui asal-usulnya dengan baik. Dan hal itu menyebabkan bahkan mempengaruhi cara berpikirnya hingga melakukan suatu tindakan yang mungkin tanpa landasan ilmu. Dalam situasi inilah, sesungguhnya orang-orang berilmu itu dibutuhkan untuk menjawab setiap persoalan.
Tak bisa dipungkiri, setiap insan manusia, akan selalu mendapatkan permasalahan kehidupan baik masalah sosial, ekonomi, politik, budaya, terkhusus masalah cara beragama Islam yang baik dan benar. Akibat masalah inilah, manusia, secara naluri akan mencari kunci jawaban untuk diatasinya. Berbagai cara dapat ditempuh, baik dengan spontanitas ataupun dengan terencana.
Jika manusia itu menggunakan akal pikirannya dengan baik dan tenang, ia akan menyusun langkah-langkah penyelesaian masalah. Paling tidak, ia menemukan sumber pengetahuan untuk menyelesaikan masalah itu. Jika tidak, maka, manusia itu bisa saja bertindak apa adanya dengan pengetahuan yang terbatas.
Sesungguhnya, Allah menurunkan para Nabi ke bumi untuk menyelesaikan masalah-masalah kehidupan di zamannya masing-masing. Dan Nabi Muhammad lah, Nabi terakhir yang mendapatkan tugas mulia untuk meninggikan-memuliakan akhlak manusia, menghilangkan masa jahiliyah ke masa pencerahan yang terang benderang.
Dan apa yang dipegang oleh Nabi Muhammad untuk menyelesaikan masalah keumatan di masanya ketika ia hidup? Yakni Al Quran lah yang menjadi pegangannya dari setiap tindakan yang ia lakukan. Wahyu turun kepadanya untuk membimbingnya ke jalan yang lurus agar umatnya tidak tersesat.
Nabi Muhammad 14 abad yang lalu telah meninggalkan umatnya. Dan umatnya sekarang tidak dapat bertanya langsung kepadanya saat mendapatkan masalah yang dihadapinya.
Tapi, sesungguhnya, mukzizat Al Quran, tauladannya, sunnahnya ia tinggalkan untuk umatnya agar dapat menjalani kehidupan ini dengan baik dan mencapai ridlo Allah Swt hingga mendapatkan surga. Lalu siapakah orang-orang yang dapat menangkap, mempelajari, memahami, menjalankan apa yang telah ditinggalkan oleh Nabi Muhammad?
Dialah orang-orang berilmu yang akan meneruskan misi Nabi Muhammad untuk menyebarkan ajaran Islam dan memecahkan persoalan hidup di zaman setelahnya. Di sini pun dapat dipahami, betapa, orang-orang berilmu itu memiliki posisi yang strategis di tengah-tengah masyarakat untuk menyelami apapun yang sedang dihadapi umat manusia.
Karena itu, menyadari keberadaan orang-orang berilmu, dan menuju menjadi orang berilmu adalah sangat penting bagi setiap orang. Hal ini agar setiap orang dapat menjalani kehidupannya dengan ilmu yang benar dan baik. Cara inilah, yang dapat mengantarkan orang-orang selamat dan bahagia di dunia dan akhirat.
Ilmu, menurut Basiq Djalil, salah satu dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, berarti apa yang diketahui (al-ma’rifah), yakni dipercayai dengan pasti dan sesuai dengan kenyataan yang muncul dari satu alasan argumentasi yang disebut dalil.
Ilmu pun berarti gambaran yang ada pada akal tentang sesuatu. Ilmu, katanya, berfungsi menelusuri sesuatu itu sesuai dengan kenyataan atau tidak. Orang berilmu dapat menguasai dalil yang dipelajari untuk mengetahui sesuatu itu sesuai dengan kenyataan atau tidak.
Sehingga, orang-orang berilmu identik dengan orang-orang yang memiliki logika berpikir dengan benar dan baik.
Maka seyogyanya, masyarakat dapat terus mendekati orang-orang berilmu itu untuk menyerap ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
Berdiskusi, berdialog, mengaji, membaca buku-buku yang ditulisnya, akan mengantarkan setiap orang kepada pencerahan akal pikiran. Dan itu dapat mendorong tindak-tanduk manusia kepada jalan yang benar. Dengan cara itu pula, orang-orang dapat mendudukkan masalahnya dengan benar dan baik. Dari situ, solusi apa yang harus ditempuh dapat ditemui dan dilaksanakan.
Saling Berdekatan
Ada pekerjaan yang sangat berat saat ini bagi setiap orang yang berilmu. Begitupun dengan orang-orang yang sedang belajar agar menjadi orang yang berilmu. Pekerjaan berat itu adalah saling berdekatan satu sama lain.
Era modern ternyata memiliki pengaruh yang besar terhadap hubungan antara orang yang sedang mencari ilmu dan orang yang berilmu. Sudah lazim, orang-orang yang belajar amat mudah untuk ditemui di tempat-tempat formal seperti sekolah, pesantren, perguruan tinggi, atau lembaga pendidikan lainnya.
Mereka tentu akan bertemu dengan orang-orang berilmu yang dalam konteks sosial dapat dikatakan sebagai guru atau ustad, dosen, profesor, ulama dan lainnya. Namun, proses hubungan-pertemuan mereka terbatas oleh ruang dan waktu yaitu kelas dan jadwal belajar.
Dari sini, dapat dipahami, proses pembelajaran ataupun penguasan ilmu bagi orang yang sedang belajar tidak begitu leluasa. Dan itu berdampak pada pencapaian penguasaan ilmu pengetahuan yang dimiliki setiap orang yang sedang belajar. Sebab, tidak semua orang dapat memasuki atau belajar di lembaga pendidikan formal yang ada.
Karena itu, harus ada proses timbal balik satu sama lain. Yakni orang-orang yang sedang belajar, harus benar-benar serius mendekati orang yang berilmu untuk belajar kepadanya dimanapun. Dan begitu sebaliknya, orang yang berilmu harus membuka ruang dan menyempatkan waktu yang luas untuk menyambut mereka yang sedang belajar untuk menguasai suatu ilmu pengetahuan. Ilmu apa? Tentu hal ini dapat diklasifikasikan ke berbagai bidangnya masing-masing orang yang berilmu tersebut.
Orang-orang yang berilmu, begitu kata Al Ghazali menilai, adalah orang yang mendapatkan pertanda kemuliaan di hadapan Allah Swt. Betapa tidak, katanya, setelah Allah sendiri yang menyatakan bahwa tiada tuhan selain Dia, Allah pun menyertai malaikat dan orang berilmu yang mengakui keesaanNya. Di situlah sisi kelebihan, ketinggian derajat orang-orang yang berilmu.
Ridlo Abdillah, Editor in Chief TIMES ID
Di dalam kehidupan, orang-orang berilmu selalu disenangi oleh kebanyakan orang. Apalagi orang berilmu tersebut selalu berbagi dan menyebarkan ilmu yang telah dimilikinya dengan tulus. Di masjid, di sekolah, di pesantren, di kampus, di majelis-majelis ta’lim, di perkantoran, dan di tempat-tempat yang lainnya, di sanalah dapat ditemui orang-orang berilmu. Apa yang dilakukan oleh orang-orang berilmu sesungguhnya, hingga mereka dianggap kunci dari permasalahan kehidupan bermasyarakat terutama di zaman sekarang?
Orang-orang berilmu adalah orang yang selalu belajar dan terus belajar dalam suatu bidang keilmuan hingga dia dapat menguasainya dengan baik. Dan proses penguasaan ilmu itu tentu tidak dapat dilakukan dalam waktu sekejap. Ada proses yang begitu panjang dan dialami, bahkan sekalipun proses itu adalah pahit. Namun, dari aktivitas belajar yang terus dilalui, orang-orang berilmu selalu meyakini suatu waktu akan berbuah hasil yang begitu manis. Yaitu mengetahui apa yang telah diciptakan oleh Tuhan semesta alam. Dan tentu keilmuannya itu dapat digunakan untuk memberikan solusi dari permasalahan yang ada.
Adalah hal yang tak bisa dibandingkan dengan materi, seseorang yang berilmu akan mendapatkan kelezatan hidup manakala kesehariannya, aktivitasnya dilandasi dengan ilmu yang diturunkan oleh Allah Swt. Setiap langkahnya akan selalu dipandu oleh cahaya ilmu sehingga langkahnya itu tak akan sesat jalan.
Di era teknologi informasi yang kemajuannya semakin melesat, masyarakat tanpa sadar seolah kehilangan arah saat mereka dihadapkan dengan berbagai masalah yang justru belum diketahui asal-usulnya dengan baik. Dan hal itu menyebabkan bahkan mempengaruhi cara berpikirnya hingga melakukan suatu tindakan yang mungkin tanpa landasan ilmu. Dalam situasi inilah, sesungguhnya orang-orang berilmu itu dibutuhkan untuk menjawab setiap persoalan.
Tak bisa dipungkiri, setiap insan manusia, akan selalu mendapatkan permasalahan kehidupan baik masalah sosial, ekonomi, politik, budaya, terkhusus masalah cara beragama Islam yang baik dan benar. Akibat masalah inilah, manusia, secara naluri akan mencari kunci jawaban untuk diatasinya. Berbagai cara dapat ditempuh, baik dengan spontanitas ataupun dengan terencana.
Jika manusia itu menggunakan akal pikirannya dengan baik dan tenang, ia akan menyusun langkah-langkah penyelesaian masalah. Paling tidak, ia menemukan sumber pengetahuan untuk menyelesaikan masalah itu. Jika tidak, maka, manusia itu bisa saja bertindak apa adanya dengan pengetahuan yang terbatas.
Sesungguhnya, Allah menurunkan para Nabi ke bumi untuk menyelesaikan masalah-masalah kehidupan di zamannya masing-masing. Dan Nabi Muhammad lah, Nabi terakhir yang mendapatkan tugas mulia untuk meninggikan-memuliakan akhlak manusia, menghilangkan masa jahiliyah ke masa pencerahan yang terang benderang.
Dan apa yang dipegang oleh Nabi Muhammad untuk menyelesaikan masalah keumatan di masanya ketika ia hidup? Yakni Al Quran lah yang menjadi pegangannya dari setiap tindakan yang ia lakukan. Wahyu turun kepadanya untuk membimbingnya ke jalan yang lurus agar umatnya tidak tersesat.
Nabi Muhammad 14 abad yang lalu telah meninggalkan umatnya. Dan umatnya sekarang tidak dapat bertanya langsung kepadanya saat mendapatkan masalah yang dihadapinya.
Tapi, sesungguhnya, mukzizat Al Quran, tauladannya, sunnahnya ia tinggalkan untuk umatnya agar dapat menjalani kehidupan ini dengan baik dan mencapai ridlo Allah Swt hingga mendapatkan surga. Lalu siapakah orang-orang yang dapat menangkap, mempelajari, memahami, menjalankan apa yang telah ditinggalkan oleh Nabi Muhammad?
Dialah orang-orang berilmu yang akan meneruskan misi Nabi Muhammad untuk menyebarkan ajaran Islam dan memecahkan persoalan hidup di zaman setelahnya. Di sini pun dapat dipahami, betapa, orang-orang berilmu itu memiliki posisi yang strategis di tengah-tengah masyarakat untuk menyelami apapun yang sedang dihadapi umat manusia.
Karena itu, menyadari keberadaan orang-orang berilmu, dan menuju menjadi orang berilmu adalah sangat penting bagi setiap orang. Hal ini agar setiap orang dapat menjalani kehidupannya dengan ilmu yang benar dan baik. Cara inilah, yang dapat mengantarkan orang-orang selamat dan bahagia di dunia dan akhirat.
Ilmu, menurut Basiq Djalil, salah satu dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, berarti apa yang diketahui (al-ma’rifah), yakni dipercayai dengan pasti dan sesuai dengan kenyataan yang muncul dari satu alasan argumentasi yang disebut dalil.
Ilmu pun berarti gambaran yang ada pada akal tentang sesuatu. Ilmu, katanya, berfungsi menelusuri sesuatu itu sesuai dengan kenyataan atau tidak. Orang berilmu dapat menguasai dalil yang dipelajari untuk mengetahui sesuatu itu sesuai dengan kenyataan atau tidak.
Sehingga, orang-orang berilmu identik dengan orang-orang yang memiliki logika berpikir dengan benar dan baik.
Maka seyogyanya, masyarakat dapat terus mendekati orang-orang berilmu itu untuk menyerap ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
Berdiskusi, berdialog, mengaji, membaca buku-buku yang ditulisnya, akan mengantarkan setiap orang kepada pencerahan akal pikiran. Dan itu dapat mendorong tindak-tanduk manusia kepada jalan yang benar. Dengan cara itu pula, orang-orang dapat mendudukkan masalahnya dengan benar dan baik. Dari situ, solusi apa yang harus ditempuh dapat ditemui dan dilaksanakan.
Saling Berdekatan
Ada pekerjaan yang sangat berat saat ini bagi setiap orang yang berilmu. Begitupun dengan orang-orang yang sedang belajar agar menjadi orang yang berilmu. Pekerjaan berat itu adalah saling berdekatan satu sama lain.
Era modern ternyata memiliki pengaruh yang besar terhadap hubungan antara orang yang sedang mencari ilmu dan orang yang berilmu. Sudah lazim, orang-orang yang belajar amat mudah untuk ditemui di tempat-tempat formal seperti sekolah, pesantren, perguruan tinggi, atau lembaga pendidikan lainnya.
Mereka tentu akan bertemu dengan orang-orang berilmu yang dalam konteks sosial dapat dikatakan sebagai guru atau ustad, dosen, profesor, ulama dan lainnya. Namun, proses hubungan-pertemuan mereka terbatas oleh ruang dan waktu yaitu kelas dan jadwal belajar.
Dari sini, dapat dipahami, proses pembelajaran ataupun penguasan ilmu bagi orang yang sedang belajar tidak begitu leluasa. Dan itu berdampak pada pencapaian penguasaan ilmu pengetahuan yang dimiliki setiap orang yang sedang belajar. Sebab, tidak semua orang dapat memasuki atau belajar di lembaga pendidikan formal yang ada.
Karena itu, harus ada proses timbal balik satu sama lain. Yakni orang-orang yang sedang belajar, harus benar-benar serius mendekati orang yang berilmu untuk belajar kepadanya dimanapun. Dan begitu sebaliknya, orang yang berilmu harus membuka ruang dan menyempatkan waktu yang luas untuk menyambut mereka yang sedang belajar untuk menguasai suatu ilmu pengetahuan. Ilmu apa? Tentu hal ini dapat diklasifikasikan ke berbagai bidangnya masing-masing orang yang berilmu tersebut.
Jika seseorang menghadapi masalah dan memiliki pertanyaan tentang agama Islam, maka sebaiknya, orang tersebut mendatangi orang yang menguasai ilmu agama Islam. Ia bisa seorang ustad, guru, dosen, kiai, ulama, atau orang yang benar-benar terdidik menguasai ilmu agama Islam yang mungkin secara formal mengajar dan berbagi ilmu di lembaga pendidikan, atau non formal di masjid, majelis ta’lim, di seminar, atau di rumah ustad, kiai, ulamanya sendiri.
Di sana, dialog dapat dilakukan untuk memecahkan masalahnya.
Dan jika seseorang itu menghadapi masalah tentang ekonomi, cara berdagang, mencari nafkah, maka ia dapat menemui orang yang memiliki ilmu ekonomi atau bisnis dan yang pasti telah mempraktekkannya dengan baik. Tentang ini, sesungguhnya adalah masalah yang sering muncul di kehidupan zaman sekarang. Banyak orang yang kesulitan untuk mencari nafkah.
Pelajaran-pelajaran orang yang berpengalaman, berilmu dan sukses dalam ekonominya akan menjadi modal bagi setiap orang yang sedang belajar untuk memperbaiki masalah ekonominya. Dan jika seseorang sedang mengalami masalah kesehatan, maka datanglah ia kepada ahli kesehatan atau seorang dokter. Mereka, orang-orang yang menguasai ilmu pengetahuan di bidangnya masing-masing adalah orang-orang yang berilmu. Dan mereka adalah orang yang mulia dan derajatnya ditinggikan oleh Allah Swt.
Dapat disimpulkan bahwa, persoalan yang ada di kehidupan ini sesungguhnya memiliki jawaban-jawabannya tersendiri untuk dipecahkan. Dan mereka yang memiliki jawaban tersebut adalah orang yang menguasai ilmunya. Dialah orang yang berilmu. Dan orang berilmu harus benar-benar turun ke ‘bumi’ melebur dengan masyarakat.
Juga yang tak kalah penting dalam kehidupan berbangsa dan negara, maka orang-orang yang berilmu dalam bidang politik harus turun dan terlibat langsung untuk menyelesaikan masalahnya yang ada. Bidang ini pun sangat krusial bagi masyarakat luas. Dengan masih banyaknya orang-orang awam dalam ilmu politik di negara ini, maka mereka yang berilmu dalam bidang politik sudah tentu harus memberikan petunjuk-petunjuk bagi rakyat agar tidak terkecoh dan tersesat dalam tipu muslihat orang-orang yang memiliki nafsu kepentingan sendiri dan merusak bangsa.
Sebaliknya lagi, mereka, orang-orang awam yang sedang belajar ilmu politik harus pula membuka mata batin untuk senantiasa memahami permasalahan yang ada dengan logika-logika yang benar dan tepat. Siapapun orang yang berilmu, yang terpanggil untuk berjihad menegakkan ajaran agama Islam, dan memperbaiki memajukan masyarakat, mereka adalah kaum yang tercerahkan oleh ilmu yang diturunkan oleh Allah Swt. Langkahnya akan selalu bernilai ibadah di hadapannya.
Mereka yang terus menerus memiliki tanggung jawab moral agar selalu belajar hingga dapat menguasai suatu ilmu, untuk membuat perubahan yang lebih baik dan mengharapkan ridlo Allah, sesungguhnya ialah intelektual yang tercerahkan sejati yang berada di tengah masyarakat. Dan mereka kini tengah dituntut oleh situasi adanya wabah Corona yang membuat gelombang perubahan kehidupan yang sebelumnya dianggap normal. Tentu, kondisi ini pun mendorong setiap orang yang berakal agar terus belajar dan berbagi ilmu tak terkecuali menggunakan internet, baik melalui website, video, media sosial dan lainnya.
Satu kata kunci dari semua ini, seperti ayat pertama yang disampaikan oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad yaitu, “Bacalah!” Karena dengan membaca, ilmu itu bisa kita raih.
Ridlo Abdillah