Bertemu Din Minimi, Lewati 3 Lapis Penjagaan
Tulisan ini adalah bagian pertama dari sekelumit pengalaman menemui kelompok bersenjata pimpinan Nurdin Ismail. Alias Din Minimi. Eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang paling dicari sepanjang tahun 2014-2015 lalu.
Nurdin Ismail alias Din Minimi. Foto: Muhammad |
Setelah bercakap-cakap beberapa saat, salah satu penjaga keluar dari pos mendekat ke mobil yang kami tumpangi. Kami pun keluar mobil dan memberi salam.
"Assalamualaikum teungku," ucap saya sembari mengangkat tabik dan bersalaman.
"Waalaikumsalam," jawab, Pria paruh baya berbadan tegap menggunakan pakaian serba hitam mirip seragam Brimob. Tanpa ba-bi-bu, pria berkacamata hitam ini menuntun kami ke pos penjagaan ke dua. Di sana, kami disambut oleh pria berbatik, celana bahan, dia sedikit lebih ramah. Namun gestur sangar, tegang dan serius masih kentara, meski mereka tak lagi bersenjata.
Terlihat, ada tiga lapis penjagaan sebelum sampai di rumah Din Minimi, yang masing-masing berjarak 60 meter. Lapisan pertama, terlihat sekitar 25 orang bersiaga di halaman rumah penduduk, kurang lebih 200 meter dari rumah Din Minimi. Sementara lapisan ke dua, dijaga oleh anggota dalam jumlah yang lebih kecil, waktu itu sekitar delapan orang. Lalu terakhir, tepat di depan rumah di Minimi, di sini ada sekitar 15 orang bersiaga, selebihnya tamu dan warga yang sedang ngopi.
Di tengah keramaian itu, terlihat Din Minimi dengan berpakaian santai, kaos bercorak garis horizontal hitam, coklat, putih dengan celana jins. Di lehernya, masih menggantung id card warna biru milik Juha Christensen, yang sudah mati tanggal, alias expired. Juha adalah aktivis Crisis Management Initiative (CMI), penghubung Din Minimi dengan Kepala BIN Sutiyoso ketika lobi untuk turun gunung waktu itu.
Untuk menuju kediaman Nurdin bin Ismail alias Din Minimi, kami harus berjalan kaki sepanjang kurang lebih 200 meter. Sementara mobil berjalan pelan di belakang.
Sebelum berjalan kaki, mobil yang kami tumpangi sempat melewati medan jalan yang lumayan berat. Jalan menuju kediaman Din Minimi ini belum tersentuh aspal sama sekali. Di kiri-kanan mudah kita temukan rumah beratapkan rumbia. Tapi, sejumlah anak-anak laki-laki bertelanjang dada terlihat riang lari ke sana kemari. Tidak sama sekali terlihat raut sedih.
"Bek han tapeugah untuk tabloe baje, tabloe siluweu, bu saboh bungkoh, peng siploh ribe hana. Aneuk yatim, fakir miskin deuk-deuk troe inoe," ujar Muhammad, bekas keuchik kampung Din Minimi dengan mata berkaca-kaca.
(Terjemahan: Jangankan untuk beli baju, beli celana, uang sepuluh ribu ngga ada. Anak yatim, fakir miskin lapar-kenyang disini (kurang perhatian pemerintah).
Menyambut kami, Din Minimi langsung mengajak ngobrol di bawah tenda. Ada dua tenda biru yang dipasang didepan rumah. Bak acara pesta pengantin baru. Pasalnya, rumah Din Minimi sejak turun gunung ramai dikunjungi saudara dan kerabat. Beberapa tokoh politik pun juga bertandang, seperti bekas Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, elit GAM Sofyan Dawood, dan anggota DPD-RI Sudirman alias Haji Uma panggilan akrabnya di film Umpang Breuh, serial komedi terkenal di Aceh.
"Dulu tendanya sampai ke sana, cuma sudah dibongkar tinggal dua tenda saja, karena tetangga mau ada hajatan," ujar salah satu warga.
Din Minimi memantik rokok, menghisap dalam-dalam, baru kemudian memulai pembicaraan. Sesekali dia terlihat asik memantik-matik korek birunya ketika ditanya beberapa pertanyaan serius. Tapi, Din Minimi mengaku belum kemana-mana.
"Hana bisa jak saho lom, paleng u glee cok kayee masak," kata Din Minimi.
(Belum bisa pergi kemana-mana, paling ke hutan ambil kayu untuk masak)
Termasuk untuk sekedar hanya menjenguk beberapa anggotanya yang kini ditahan di lembaga pemasyarakatan. Mereka ketika ditemui mengaku hanya dikunjungi oleh istri atau keluarga dekat Din Minimi. Keluarganya sudah pernah mengirimkan uang atau bekal makanan selama di penjara.
Dari mana Din Minimi mendapatkan uang?